MENYONGSONG GENERASI EMAS MELALUI PENANAMAN BUDAYA RELIGIUS

MENYONGSONG GENERASI EMAS MELALUI PENANAMAN BUDAYA RELIGIUS

Fitrotul Hasanah SMP Negeri 21 Malang

Dalam rangka menyiapkan bangkitnya generasi emas Indonesia diperlukan pembangunan pendidikan dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan masyarakat indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, modern serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa.

Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Dirjen Dikti, 2003). Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan wahana dan proses yang memungkinkan peserta didik memiliki iman, taqwa dan akhlak mulia. Salah satu wahana pembentukan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia adalah pembelajaran agama Islam di sekolah.

Pembelajaran agama Islam di sekolah merupakan pilar penting dalam membentuk manusia yang berbudi luhur, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan agama serta mengaplikasikan nilai-nilai Al-Qur’an sebagai pedoman utama dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kenyataannya, sejak dulu hingga saat ini pendidikan agama yang berlangsung di sekolah masih dianggap kurang berhasil dalam menggarap sikap dan perilaku keberagamaan peserta didik dan membangun moral dan etika bangsa (Muhaimin, 2009:256).

Pendidikan agama di sekolah selama ini dikatakan lebih menekankan pada aspek knowing (mengetahui tentang ajaran dan nilai-nilai agama) dan doing (mempraktikkan apa yang diketahui) dan belum banyak mengarah ke aspek being (beragama atau menjalani hidup atas dasar ajaran dan nilai-nilai agama) yakni peserta didik menjalani hidup sesuai

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

dengan ajaran dan nilai-nilai agama yang diketahui. Berbagai alasan dikemukakan untuk memperkuat pernyataan tersebut antara lain alasan yang dikemukakan oleh Nasution, bahwa:

1. Masih banyak siswa yang belum mampu membaca Al- Qur’an dengan baik dan benar, tidak melaksanakan shalat dengan tertib, tidak menjalankan puasa di bulan Ramadhan dan berperilaku kurang sopan.

2. Masih sering terjadi tawuran antar pelajar dan tidak jarang membawa korban jiwa, banyaknya pelanggaran susila serta tingginya prosentase penggunaan obat terlarang dan minuman keras di kalangan pelajar.

3. Meluasnya korupsi, kolusi dan nepotisme di semua kantor kemasyarakatan, merupakan isyarat masih lemahnya kendali akhlak di dalam diri seseorang. Maraknya perilaku hidup mewah, dan masih tergoda untuk berbuat tidak baik, hal ini menggambarkan kurang berperannya pendidikan agama terlebih Aqidah Akhlak (Nasution, 2001:49).

Keberhasilan pendidikan agama dalam menanamkan nilai-nilai bagi pembentukan kepribadian dan watak peserta didik tidak hanya ditentukan oleh proses belajar mengajar di kelas saja tetapi sangat ditentukan oleh proses yang mengintegrasikan antara aspek pengajaran, pengamalan dan pembiasaan serta pengalaman sehari-hari yang dialami peserta didik baik di sekolah, keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi dianggap gagal dalam menghasilkan peserta didik yang aktif, kreatif dan inovatif. Karena dengan cara ini peserta didik hanya berhasil mengingat jangka

pendek tetapi mereka gagal dalam memperoleh bekal untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Keterpaduan, konsistensi dan sinkronisasi antara nilai-nilai yang diterima peserta didik dari pengajaran yang diberikan guru di dalam kelas dengan kegiatan keagamaan di luar kelas dapat memotivasi peserta didik untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam perilaku nyata sehari-hari, baik motivasi dari peserta didik sendiri, maupun motivasi dari seluruh pelaku pendidikan, termasuk guru dan staf sekolah. Dengan demikian akan tercipta budaya religus di sekolah. Pengamalan dan pembiasaan perilaku sehari-hari yang sejalan dengan nilai-nilai agama yang diajarkan dan yang berlangsung secara terus menerus itulah yang akan menciptakan suatu lingkungan pendidikan yang melahirkan pribadi-pribadi siswa yang utuh.

489 Budaya religius dapat ditanamkan melalui proses pembelajaran dan

Menyongsong Generasi Emas Melalui Penanaman Budaya Religius

pembiasaan-pembiasaan. Penciptaan budaya religius berarti menciptakan suasana atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam konteks pendidikan agama Islam di sekolah berarti penciptaan suasana atau iklim kehidupan keagamaan Islam yang dampaknya adalah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai- nilai agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup oleh para warga sekolah (Muhaimin, 2009:1).

Generasi emas yang diidam-idamkan Indonesia diharapkan akan terwujud nanti pada saat negara ini berusia genap 100 tahun. Berarti calon generasi emas tersebut saat ini sebagian besar masih duduk di bangku SMP, SMA serta Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, jika ingin generasi emas nanti memiliki kualitas yang prima maka perlu segera diciptakan sebuah lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat mengamalkan pendidikan agama yang telah diperoleh di dalam kelas atau disebut budaya religius, sehingga nilai-nilai yang telah ditanamkan di dalam kelas dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika hal ini sudah terwujud maka akan tercipta peserta didik yang memiliki pribadi yang utuh dan siap menjadi generasi emas yang berkualitas prima.

PEMBAHASAN Generasi Emas

Pada periode tahun 2010 sampai 2035 bangsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertamakalinya terjadi sejak indonesia merdeka tersebut dapat kita kelola dan manfaatkan dengan baik, populasi usia produktif yng jumlahnya sangat luar biasa tersebut Insya Allah akan menjadi bonus demografi (demografic devidend) yang sangat berharga. Di sinilah peran strategis pembangunan bidang pendidikan untuk mewujudkn hal itu menjadi sangat penting. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada peringatan hari Pendidikan Nasional 2012, Rabu, 2 Mei 2012)

Generasi emas adalah generasi yang memandang masa depan diri dan bangsanya merupakan hal yang pertama dan utama. Generasi emas adalah generasi muda yang penuh optimisme dan gairah untuk maju dengan sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

benar. Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang cemerlang, kompetensi yang memadai dan dengan karakter yang kokoh, kecerdasan yang tinggi dan kompetitif merupakan produk pendidikan yang diidam idamkan. Peserta didik dalam setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan merupakan individu yang sedang dalam masa masa pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung secara terus menerus dalam ruang dan waktu melalui proses pendidikan yang bermutu.

Dikatakan generasi emas karena merupakan generasi penerus bangsa yang pada periode tersebut adalah sangat produktif, sangat berharga dan sangat bernilai

Sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas dan insan yang kompetitif.

Budaya Religius Budaya religius memiliki makna yang sama dengan “suasana religius

atau suasana keagamaan.” Adapun makna suasana keagamaan menurut M. Saleh Muntasir adalah suasana yang memungkinkan setiap anggota

keluarga beribadah, kontak dengan Tuhan dengan cara-cara yang telah ditetapkan agama, dengan suasana tenang, bersih, hikmat. Sarananya adalah selera religius, selera etis, estetis, kebersihan, itikad religius dan ketenangan (Muntasir, 1985:120).

Budaya religius di sekolah merupakan cara berfikir dan cara bertindak warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan) (Sahlan, 2010:75). Sedangkan menurut Muhaimin budaya religius di sekolah berarti penciptaan suasana atau iklim kehidupan keagamaan Islam yang dampaknya adalah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup oleh para warga sekolah (Muhaimin, 2009:1).

Budaya religius merupakan salah satu metode pendidikan yang komprehensif, karena dalam perwujudannya terdapat nilai, pemberian teladan, dan penyiapan generasi muda agar dapat mandiri dengan mengajarkan dan memfasilitasi pembuatan-pembuatan keputusan moral secara bertanggung jawab. Menciptakan suasana religius di sekolah merupakan perwujudan dari sekolah sebagai lembaga yang berfungsi mentransmisikan budaya. Sekolah merupakan tempat internalisasi budaya

491 religius kepada peserta didik, supaya peserta didik mempunyai benteng

Menyongsong Generasi Emas Melalui Penanaman Budaya Religius

yang kokoh untuk membentuk karakter yang luhur. Sedangkan karakter yang luhur merupakan pondasi dasar untuk memperbaiki sumber daya manusia yang telah merosot ini.

Penciptaan suasana religius berarti menciptakan suasana atau iklim kehidupan keagamaan (Muhaimin, 2006:106). Dalam konteks pendidikan agama ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah (hablum min Allah). Penciptaan suasana religius yang bersifat vertikal dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan ritual, seperti shalat berjamaah, membaca Al Qur’an serta do’a bersama ketika akan dan setelah sukses dalam meraih tujuan tertentu dan lain-lain. Yang horizontal berwujud hubungan antar manusia atau warga sekolah (hablum min an-nas), dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitarnya.

Suasana religius adalah suasana yang bernuansa religius, seperti adanya sistem absensi dalam kegiatan shalat Dhuhur berjamaah, perintah untuk membaca kitab suci setiap akan memulai pelajaran dan sebagainya, yang biasa diciptakan untuk menginternalisasikan nilai-nilai religius ke dalam diri peserta didik. Suasana religius merupakan upaya pengembangan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.

Suasana Religius dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia yang tidak hanya melakukan ritual (beribadah) tapi juga ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.

Menurut Clock dan Stark dalam Muhaimin, macam-macam dimensi religiusitas atau keberagamaan seseorang ada lima, yaitu :

1. Dimensi keyakinan yang berisi pengharapan-pengharapan dimana or- ang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut.

2. Dimensi praktik agama yang mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.

3. Dimensi pengalaman yang berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan- perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang.

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

4. Dimensi pengetahuan agama yang mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi.

5. Dimensi pengalaman yang mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari (Muhaimin, 2002: 293-294).

Penanaman Budaya Religius Muhaimin mengupas budaya religius dalam konteks pendidikan

agama Islam. Aspek tersebut dibagi menjadi dua yaitu aspek yang bersifat vertikal dan aspek yang bersifat horizontal. Yang bersifat vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah, misalnya shalat, berdo’a, puasa, khataman Al Qur’an dan lainnya. Sedangkan yang bersifat horisontal berwujud hubungan antar manusia atau antar warga sekolah dengan sesama dan lingkungan alam sekitarnya.

Penciptaan suasana religius yang bersifat vertikal dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan ritual, seperti shalat berjamaah, do’a bersama, puasa Senin Kamis, pembacaan Al Qur’an di awal pembelajaran. Kegiatan ritual yang merupakan manifestasi dari hablun min Allah tersebut akan selalu memiliki konsistensi horizontal dan sosial (hablun min an-naas) (Muhaimin, 2006:107).

Penciptaan suasana religius yang bersifat horizontal lebih mendudukkan sekolah sebagai institusi sosial, yang di dalamnya terdapat hubungan yang manusiawi untuk saling membantu, mendo’akan, mengingatkan dan melengkapi antara warga sekolah yang satu dengan yang lain.

Penanaman budaya religius di sekolah memerlukan penanganan yang tepat, yang dalam pengelolaannya dapat dilakukan melalui penciptaan suasana keagamaan di sekolah. Suasana keagamaan tersebut bukan hanya makna simbolik tetapi lebih dari itu, berupa penanaman dan pengembangan nilai-nilai religius (Ramayulis, 2008:151). Penanaman suasana religius ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Mengajak agar seluruh warga sekolah bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran Islam (Ramayulis, 2008:151). Kata mengajak mengandung pengertian meminta (mempersilahkan atau menyuruh). Dalam meminta, harus ada unsur lemah lembut dan persuasif. Dalam

493 teori pendidikan dikenal dengan metode “learning and doing” yaitu

Menyongsong Generasi Emas Melalui Penanaman Budaya Religius

belajar dengan mempraktikkan teori yang dipelajari. Dalam bahasa agama, istilah ini disebut dengan dakwah (berdakwah). Syeikh Ali Mahfudz dalam kitab Hidayah al-Mursyidin yang dikemukakan oleh Hamzah Ya’qub mendefinisikan dakwah sebagai suatu usaha mendorong manusia agar senantiasa melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk, serta mencegah dari perbuatan mungkar, agar mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ajakan kebaikan ini dalam bahasa lainnya adalah nasihat, dalam beragama, praktik untuk melakukan nasihat mendapatkan tempat yang sangat tinggi ( Rahman, 2009:194).

b. Menciptakan hubungan yang Islami dalam bentuk rasa saling toleransi, saling menghargai, saling menyayangi, saling membantu, dan mengakui akan eksistensi masing-masing, mengakui dan menyadari akan hak dan kewajiban masing-masing.

c. Menyediakan sarana pendidikan yang diperlukan dalam menunjang terciptanya ciri khas agama Islam. Sarana pendidikan tersebut antara lain:

1) Tersedianya Mushalla/Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan aktifitas.

2) Tersedianya perpustakaan yang dilengkapi dengan buku-buku dari berbagai disiplin, khususnya mengenai ke-Islaman.

3) Terpasangnya kaligrafi ayat-ayat dan hadits Nabi, kata hikmah tentang semangat belajar, doa’-do’a dan pengabdian kepada agama, serta pembangunan nusa dan bangsa.

4) Terpeliharanya suasana sekolah yang bersih, tertib, indah, dan

aman serta tertanam rasa kekeluargaan (Ramayulis, 2008:155).

d. Adanya komitmen setiap warga sekolah menampilkan citra Islami, antara lain:

1) Cara dan model busana sesuai dengan aturan berbusana yang Islami.

2) Tata cara pergaulan yang sopan mencerminkan akhlak mulia.

3) Disiplin dengan waktu dan tata tertib yang ada, sehingga dapat menumbuhkan sikap perhatiandari masyarakat terhadap sekolah.

4) Memiliki semangat belajar yang tinggi dan pemikiran yang luas. Sehingga dalam menghadapi heterogenitas budaya global tidak bersikap fanatik(Ramayulis, 2008: 155).

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

e. Melakukan pendekatan terpadu dalam proses pembelajaran dengan memadukan secara serentak pendekatan, yang meliputi:

1) Memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan pemahaman adanya Tuhan sebagai sumber kehidupan makhluk.

2) Memberikan peluang kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan merasakan hasil-hasil pengalaman ibadah dan akhlak dalam kehidupan.

3) Rasional, memberikan peran pada rasio (akal) dalam memahami dan membedakan berbagai bahan ajar yang berkenaan dengan tindakan baik dan buruk yang ada dalam kehidupan.

4) Emosional, merupakan upaya menggugah emosi peserta didik dalam perilaku yang sesuai dengan agama dan budaya bangsa.

5) Fungsional, menyajikan materi-materi ajaran yang berguna dalam kehidupan peserta didik.

6) Keteladanan, keteladanan dalam proses pendidikan atau pembinaan warga sekolah merupakan metode yang efektif, terutama dalam mempersiapkan dan membentuk sikap keagamaan. Karena pimpinan adalah contoh terbaik dalam pandangan anggotanya, yang akan ditiru dalam tindakan dan tata santunnya (Rahman, 2009:196).

f. Melakukan berbagai kegiatan yang dapat mencerminkan suasana keagamaan, berupa:

1) Do’a bersama sebelum dan sesudah melakukan kegiatan pembelajaran.

2) Tadarus al-Qur’an (15-20 menit) sebelum jam pertama dimulai, dipimpin oleh guru yang mengajar pada jam pertama.

3) Shalat dhuhur berjama’ah dan kultum (kuliah tujuh menit), atau keagamaan secara berkala.

4) Mengisi peringatan hari-hari besar keagamaan dengan kegiatan yang menunjang internalisasi nilai-nilai agama, dan menambah ketaatan beribadah.

5) Mengintefsifkan praktik beribadah, baik ibadah mahdhahmaupun ibadah sosial.

6) bahan kajian mata pelajaran umum dengan nuansa keIslaman yang relevan dengan nilai-nilai agama (Ramayulis, 2008:156).

Tafsir berpendapat bahwa ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh praktisi pendidikan untuk membentuk budaya religius sekolah

495 diantaranya melalui: (1) Memberikan contoh (teladan); (2) Membiasakan

Menyongsong Generasi Emas Melalui Penanaman Budaya Religius

hal-hal yang baik; (3)Menegakkan disiplin; (4) Memberikan motivasi dan dorongan; (5) Memberikan hadiah terutama psikologis; (6) Menghukum (mungkin dalam rangka kedisiplinan); (7) Penciptaan suasana religius yang berpengaruh bagi pertumbuhan anak ( Tafsir, 2004:112).

Menurut pendapat Muhaimin budaya religius yang berlaku di sekolah harus diciptakan sesuai dengan indikator yang berada dalam Al Qur’an dan Hadits. Hal ini menyangkut segala bentuk perwujudan kebiasaan dalam bentuk tingkah laku yang baik (menurut Islam) yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti adab keluar masuk ruangan, keluar dan masuk kamar mandi, bercermin, mengucapkan salam, menjaga kebersihan, berjabat tangan, mendoakan teman yang bersin, adab keluar dan masuk Masjid,wudlu, doa sesudah makan dan minum, do’a ketika lupa dan membiasakan diri mengucapkan kalimat yang baik.

Macam-macam budaya religius yang dapat ditanamkan di sekolah antara lain: (1) Senyum, salam, sapa; (2) Saling hormat dan toleran; (3) Puasa senin kamis; (4) Shalat Dhuha; (5) Tadarus Al Qur’an; (6) Doa bersama (Sahlan, 2010:117-121).

Secara umum ada empat komponen yang sangat mendukung terhadap keberhasilan strategi pengembangan PAI dalam mewujudkan budaya religius di sekolah, yaitu:

1) Kebijakan pimpinan sekolah yang mendorong terhadap pengembangan pendidikan agama Islam

2) Keberhasilan kegiatan belajar mengajar PAI di kelas yang dilakukan oleh guru agama

3) Semakin semaraknya kegiatan ekstrakurikuler bidang agama yang dilakukan oleh pengurus OSIS khususnya seksi agama

4) Dukungan warga sekolah terhadap keberhasilan pengembangan PAI (Sahlan, 2010:84). PENUTUP (sebuah contoh riil) Mengingat betapa pentingnya penanaman budaya religius dalam

kaitannya dengan mencetak peserta didik yang memiliki iman dan taqwa serta akhlak mulia, dengan menyadari akan segala kekurangan yang ada penulis mengemukakan beberapa contoh upaya penanaman budaya religius yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 21 Kota Malang.

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

Perilaku yang mencerminkan budaya religius Perilaku yang mencerminkan budaya religius, antara lain dengan

melakukan kegiatan pembiasaan sebagai berikut:

1. Senyum dan salam di pagi hari. Suasana yang dibangun ketika siswa sampai di sekolah adalah

disambut dengan senyum hangat guru-guru selaku orang tua di sekolah. Terkadang anak masuk di gerbang sekolah dengan muka murung bahkan menangis mungkin karena ada masalah di rumah, macet di tengah jalan serta problem-problem yang lain sehingga harus ada seseorang yang menyambut dengan penuh kasih sayang di tempat mereka belajar. Sapaan yang diberikan seorang guru dengan mengucapkan Assalamu’alaikum dengan berjabat tangan dengan senyum yang diberikan guru memberi pengaruh psikologi yang luar biasa kepada peserta didik.

Sebagai pendidik guru harus bisa menyelami dunia anak-anak dalam belajar. Kesan pertama yang diberikan kepada peserta didik adalah

sangat penting dalam menentukan sikap keagamaan mereka. Memberi salam dan bersalaman adalah sebuah sikap teladan serta kewajiban setiap umat Islam ketika bertemu dengan sesama muslim. Mengingat pentingnya menyambut siswa, maka guru-guru bertugas sesuai dengan daftar piket yang telah disusun.

2. Asma’ul Husna dan Do’a bersama sebelum pelajaran dimulai Setelah masuk kelas siswa membaca Asmaul Husna dilanjutkan

dengan membaca surat Al Fatihah, doa bersama dan membaca surat- surat pilihan. Berdo’a bersama-sama di kelas memiliki tujuan yang sama, sehingga sangat diperlukan keheningan dan konsentrasi yang tinggi. Do’a pagi adalah salah satu budaya pagi yang dilakukan untuk membiasakan siswa selalu mengingat Allah SWT, dan memulai segala sesuatu dengan niat yang tulus ikhlas sehingga memperoleh manfaat dunia dan akhirat.

3. Shalat Dhuhur Berjamaah Budaya shalat harus ditanamkan sejak dini untuk siswa, dengan

harapan mereka akan membawa budaya sekolah tersebut sampai ke rumah sehingga menjadi sebuah kebiasaan. Pembiasaan shalat Dhuhur berjamaah di sekolah membawa dampak yang positif bagi siswa, yaitu melatih kedisiplinan, kemandirian dan tanggung jawab.

Menyongsong Generasi Emas Melalui Penanaman Budaya Religius

4. Shalat Dhuha Pembiasaan shalat tidak hanya diperuntukkan bagi shalat wajib saja

tetapi siswa juga dibiasakan untuk melaksanakan shalat sunnah antara lain shalat Dhuha.

5. Kegiatan hari Jum’at Pada hari Jum’at dilaksanakan dua kegiatan dalam waktu yang

bersaman yaitu Shalat Jum’at untuk peserta didik laki-laki dan keputrian untuk peserta didik perempuan. Kegiatan pembiasaan shalat Jumat ini dilaksanakan dengan harapan agar para siswa mampu mengambil hikmah dari pesan-pesan yang disampaikan oleh Khatib maupun pembina keputrian agar wawasan ilmu keagamaan mereka bertambah.

Selain shalat Jum’at dan kegiatan keputrian, untuk menanamkan jiwa sosial pada peserta didik, diadakan kegiatan amal Jum’at. Manfaat yang didapatkan oleh peserta didik melalui kegiatan amal Jum’at ini

antara lain:

a. Melatih bersedekah. Dengan rutin melakukan amal Jum’at peserta didik dilatih untuk merelakan hartanya demi kebaikan

b. Melatih tanggung jawab. Setelah uang amal Jum’at terkumpul bendahara kelas memberikan kepada bagian keuangan amal Jum’at. Dari kegiatan ini muncul rasa tanggung jawab yang besar terhadap keamanan uang kelas yang di sumbangkan.

Setelah dana amal Jum’at tersebut terkumpul, jumlahnya diumumkan setiap hari senin setelah upacara bendera, sehingga ada keterbukaan antara peserta didik dan guru serta warga sekolah yang lain. Kondisi seperti ini akan semakin meningkatkan motivasi peserta didik dalam bersedekah. Adapun penggunaan dana tersebut adalah untuk memberi bantuan kepada peserta didik lain yang kesulitan dan sebagian digunakan untuk membiayai kegiatan keagamaan.

6. Peringatan Hari Besar Islam Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) diselenggarakan dengan melibatkan

semua warga sekolah, sedangkan kepanitiaan ditunjuk dari guru-guru secara bergantian. PHBI diselenggarakan untuk menanamkan nilai-nilai Islami seperti menumbuhkan kepekaan sosial seperti pada saat Ramadhan, Idul Adha dan peringatan-peringatan hari besar agama yang lain.

Adapun beberapa kegiatan PHBI yang dilaksanakan di SMP Negeri 21 Kota Malang antara lain kegiatan Ramadhan, peringatan hari raya Idul

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

Adha, peringatan tahun baru Islam, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, serta peringatan Isra’Mi’raj.

7. Seni Baca Al Qur’an dan Tartil Baca tulis Al Qur’an adalah salah satu kegiatan wajib yang diterapkan

di SMP Negeri 21 Kota Malang. Peserta yang mengikuti kegiatan ini adalah mereka yang kemampuan dalam membaca Al Qur’an masih kurang. Sebenarnya dalam pembelajaran baca tulis Al Qur’an ini, tidak serta merta diperlukan kepandaian peserta didik, namun ketelatenan, kesungguhan dan keaktifan siswa di sekolah kemudian di rumah diulang kembali sehingga dengan sendirinya siswa mampu mencapai target yang diinginkan.

8. Budaya religius dalam bentuk artefak Islami Upaya pengembangan budaya religius dilakukan dengan

menempatkan pajangan-pajangan di dalam kelas, lorong-lorong kelas, Masjid, tempat wudlu dan lain-lain. Pajangan-pajangan tersebut berisi nasihat atau kata-kata mutiara yang memotivasi untuk berperilaku Islami. Dengan pajangan-pajangan tersebut peserta didik selalu diingatkan untuk selalu berbuat yang Islami, seperti membuang sampah pada tempatnya, berdo’a ketika masuk kamar kecil, tidak bergurau di Masjid, hemat air ketika wudlu dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai Benang Kusut

Dunia pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Anonim. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada. Dirjen Dikti, Depdikbud. 2003. Undang-undang Republik Indonesia No. 20

tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Bandung: Citra Umbara. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada peringatan hari Pendidikan

Nasional 2012, Rabu, 2 Mei 2012. Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosda

Karya. Muntasir, M. Saleh. 1985. Mencari Evidensi Islam ( Analisa Awal Sistim

Filsafat, Strategi dan Metodologi Pendidikan Islam), Jakarta: Rajawali. Nasution, A.H.dkk. 2001. Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak dan

Selamatakan Anak - Anak Bangsa dengan Pendidikan Karaokter

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, AKTIVITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PERUBAHAN LABA DI MASA DATANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

18 254 20

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

2. TPM KOTA IPA PAKET B

21 153 17

MatematikaIPS B

0 28 12

ANALISIS KEMAMPUAN LABA OPERASI DALAM MEMPREDIKSI LABA OPERASI, ARUS KAS OPERASI DAN DIVIDEN KAS MASA DEPAN ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI 2009-2011)

10 68 54

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

TINJAUAN HISTORIS GERAKAN SERIKAT BURUH DI SEMARANG PADA MASA KOLONIAL BELANDA TAHUN 1917-1923

0 26 47