PENDIDIKAN SEKSUAL BAGI REMAJA SEBAGAI UPAYA PREVENTIF PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA
PENDIDIKAN SEKSUAL BAGI REMAJA SEBAGAI UPAYA PREVENTIF PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA
Mamang Efendy SMP Negeri 1 Galis Pamekasan
Masalah seks pada remaja memang sangat mencemaskan para orang tua, pendidik, pejabat pemerintah, dan para ahli. Bagaimana tidak, sering kali kita dihadapkan pada berita-berita di televisi dan koran tentang kasus remaja puteri yang bunuh diri akibat hamil diluar nikah, tidak hanya itu bahkan yang lebih tragis lagi terjadi pada kisah sepasang muda-mudi yang bunuh diri bersama-sama karena pasangannya hamil diluar nikah. Akan tetapi, seandainya pun dilakukan perkawinan pada usia dini pada akhirnya juga akan menimbulkan permasalahan yang tidak kalah peliknya. Jadi dalam situasi apapun perilaku seksual pranikah pada remaja memang tidak menguntungkan.
Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis ataupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bermacam- macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2015:175)
Masa remaja sering disebut sebagai masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan, baik secara fisik maupun perkembangan psikis. Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Masa remaja adalah masa dimana seharusnya mereka mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa, termasuk dalam aspek seksualnya. Seharusnya pada masa ini remaja mendapatkan sikap yang sangat bijaksana dari para orang tua, pendidik, dan masyarakat pada
52 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa umumnya agar mereka dapat melewati masa transisi ini dengan baik
dan selamat. Karena remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis
dalam kehidupan, merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Pertumbuhan sosial dan pola kehidupan masyarakat akan sangat mempengaruhi pola tingkah laku dan jenis penyakit golongan usia remaja seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit akibat hubungan seksual, dan penyalahgunaan alkohol yang semuanya akan menentukan kehidupan pribadi serta dapat menjadi masalah bagi keluarga, bangsa, dan negara di masa yang akan datang (Budie, 2009). Orang tua sering tidak memahami perubahan yang terjadi pada remaja. Merasa tidak dimengerti, remaja seringkali memperlihatkan agresivitas yang dapat mengarah pada perilaku berisiko tinggi. Salah satu bentuk perilaku risiko tinggi yang terjadi dan menjadi masalah remaja adalah perilaku yang berkaitan dengan seks pranikah.
Akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seksual pranikah remaja sangat kompleks, diantaranya yaitu kasus aborsi, penyakit menular seksual, kehamilan yang menyebabkan remaja putri putus sekolah, dan yang lebih tragis apabila sampai terjadi bunuh diri seperti pada kasus diatas. Dalam sebuah laporan majalah Gatra dinyatakan bahwa tingkat kasus aborsi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara, yakni mencapai dua juta kasus dari jumlah kasus di negara ASEAN yang mencapai 4,2 juta kasus per tahun. Data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Orga- nization-WHO) mengenai kasus aborsi tersebut terungkap pada Talk Show “Virginitas dan Fenomena Aborsi” yang digelar di Makassar, Sabtu
25 Maret 2006. Sementara itu, akibat psikososial yang lainnya yang harus ditanggung oleh remaja adalah ketegangan mental, seta kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah apabila seorang remaja puteri tiba-tiba hamil. Akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitar, akibat-akibat lainnya yaitu putus sekolah dan akibat ekonomis untuk biaya perawatan dalam membesarkan anak (Sanderwitz & Paxman dalam Sarlito, 2015).
Akibat yang tidak terlalu tampak jika hanya dilihat sepintas, sehingga kurang banyak dibicarakan adalah berkembangnya penyakit kelamin di kalangan remaja. Prof. Dr. M. Sukandar selaku Ketua Panitia Kongres Nasional IV Perkumpulan Ahli Dermatovenerologi (Penyakit kulit dan
53 kelamin) Indonesia, Juni 1983 di Semarang menyatakan bahwa sebagian
Pendidikan Seksual Bagi Remaja Sebagai Upaya Preventif Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja
besar penyakit kelamin berbahaya dari luar negeri telah melanda remaja usia16-25 tahun baik di kota maupun di pedesaan. Salah satu jenis penyakit menular seksual (PMS) itu adalah Genorhoea (kencing nanah) yang sudah tidak mempan lagi diberantas dengan 300.000 unit penicil- lin, tetapi paling tidak harus dengan 24 juta unit. Para penderita tampaknya lebih kebal terhadap pengobatan karena semakin ganasnya penyakit itu.
Faktor-faktor penyebab masalah seksualitas pada remaja yaitu, (1) meningkatnya libido seksualitas, (2) penundaan usia perkawinan, (3) tabu-larangan, (4) kurangnya informasi tentang seks, dan (5) pergaulan semakin bebas. Berkenaan dengan faktor-faktor penyebab masalah seksualitas diatas akan dibahas tentang masalah kurangnya informasi tentang seks. Pada umumnya remaja seringkali mendapatkan informasi- informasi yang salah tentang seks. Hal ini terjadi karena tidak ada peran orang tua yang memberikan informasi yang benar tentang seks itu sendiri, orang tua menganggap tabu membicarakan seks dengan anaknya. Padahal tugas perkembangan remaja yang harus dikuasai diantaranya adalah masalah seksualitas, di mana belajar menjalankan peran seksualitas yang diakui. Seksualitas, sebagai bagian dari permasalahan remaja berkaitan dengan semua aspek perkembangan tersebut.
Maka dari itu perlunya pendidikan seks pada remaja oleh pendidik itu sebagai upaya memberikan informasi yang benar bagi remaja tentang seks itu sendiri.Hal ini dikarenakan pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks oleh remaja. Akan tetapi, di pihak lain ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan pendidikan seks, anak-anak yang belum saatnya tau tentang seks jadi mengetahuinya dan karena dorongan keingintahuan yang besar maka dikhawatirkan mereka akan mencobanya. Padahal pada dasarnya tidak pernah mengajarkan pada anak atau remaja tentang bagaimana cara melakukan hubungan seks, ataupun hal-hal lain yang berkesan tabu dan vulgar.
Pendidikan seks membicarakan tentang totalitas ekspresi seseorang (dalam hal ini anak, pra remaja, dan remaja) sebagai laki-laki atau perempuan, apa yang dipercayai, dipikirkan dan dirasakan, bagaimana bereaksi terhadap lingkungan, bagaimana menampilkan diri, bagaimana berbudaya dan bersosial, etika dan adab pergaulan, yang kesemuanya
54 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa tersebut akan mencirikan sosok identitas remaja. Oleh karena itu,
pemahaman seksualitas akan menjadikan anak dan remaja mengerti benar hal-hal yang berkaitan dengan dirinya,tubuhnya,fungsi dari bagian- bagian tubuhnya, dan bagaimana menjaga diri dari hal-hal yang tidak diperkenankan.
Informasi yang salah tentang seksual mudah sekali didapatkan oleh remaja, media massa dan segala hal yang bersifat pornografis akan menguasai pikiran remaja yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya. Hal ini dikarenakan mereka belum boleh melakukan hubungan seks yang sebenarnya dan disebabkan adanya norma-norma, adat, hukum, dan juga agama. Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi, maka akan semakin beranggapan positif terhadap hubungan seks secara bebas (Budie, 2009).
Pertama yang memberikan pengetahuan seks bagi anak seharusnya orang tua. Informasi seks dari teman, film, atau buku yang hanya setengah-setengah tanpa pengarahan mudah menjerumuskan. Apalagi si anak tidak tahu resiko melakukan hubungan seksual pranikah. Pendidikan seks dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Sekali waktu penyuluhan seks dapat diadakan. Tema penyuluhan didasarkan pada pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach), yakni penyuluhan disertai kesempatan berkonsultasi dengan guru, konsultan psikolog di sekolah, atau guru agama. Di tingkat RT pun sebetulnya bisa sekali waktu diselenggarakan ceramah tentang seks bagi para orang tua atau remaja dengan bantuan dokter Puskesmas (Yulia, 2010).
Pendidikan seks di Indonesia seyogiyanya tetap dimulai dari rumah. Salah satu alasan utamanya adalah karena masalah seks ini merupakan masalah yang sangat pribadi sifatnya, yang kalau hendak dijadikan materi pendidikan juga perlu penyampaian yang pribadi. Di sekolah guru yang diharapkan bisa membantu siswa dalam memberikan pendidikan seks yang baik dan benar dan bersifat pribadi. Hal ini dapat dilakukan melalui Guru Bimbingan Konseling, karena Guru BK memahami betul perkembangan masa remaja dan tugas-tugas perkembangan masa remaja yang harus dilalui dengan baik. Selain itu, dalam dunia Bimbingan dan Konseling terdapat layanan-layanan yang bersifat pribadi yaitu konseling individu. Konseling individu di sekolah-sekolah diharapkan dapat dijadikan layanan sebagai upaya preventif pencegahan remaja dari kesalah pahaman dan penyalahgunaan seks.
55 Tetapi apabila topik seksual dianggap terlalu sensitif atau vulgar
Pendidikan Seksual Bagi Remaja Sebagai Upaya Preventif Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja
maka guru BK dapat memproyeksikannya dalam bentuk yang lain, misalnya informasi tentang kesehatan reproduksi remaja yang orientasi tujuannya adalah sama yaitu mencegah para remaja untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Remaja harus bertanggung jawab atas dirinya serta bertanggung jawab atas kehormatan dirinya sebagai laki-laki dan perempuan. Dari beberapa jurnal penelitian yang penulis baca terdapat beberapa hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seksual sebelum menikah diantaranya yaitu religiusitas (agama) yang rendah, Harga diri yang rendah, konsep diri, pengetahuan remaja tentang seks itu sendiri, peranan orang tua, kotrol diri, dan pengaruh teman sebaya. Beberapa hal tersebut diatas sedikit banyak sudah dapat kita temukan jalan keluarnya untuk membantu remaja agar tidak terjerumus pada perilaku seksual pranikah, yaitu menumbuhkan religiusitas yang baik, harga diri yang tinggi, konsep diri yang positif, dan pengetahuan yang benar tentang informasi seks.
Peran bidan di komunitas dalam hal mencegah terjadinya seks pranikah akibat akses informasi yang salah, dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan pada kelompok remaja yang salah satunya dengan cara penyuluhan tentang seks pranikah beserta dampaknya. Hal ini sesuai dengan wewenang bidan dalam KEPMENKES RI No 900/ MENKES/SK/VII/2002 pasal 4 isinya pelayanan kepada wanita dalam masa pranikah meliputi konseling untuk remaja, konseling persiapan pranikah, dan pemeriksaan fisik yang dilakukan menjelang pernikahan. Tujuan dari pemberian pelayanan ini adalah untuk mempersiapkan wanita usia subur dan pasangannya yang akan menikah agar mengetahui kesehatan reproduksi, sehingga dapat berperilaku reproduksi sehat secara mandiri dalam kehidupan rumah tangganya kelak. Mengingat sikap merupakan salah satu komponen yang penting dalam membentuk perilaku, maka dalam menanggulangi perilaku seksual pranikah bebas di kalangan remaja melalui pendidikan dalam keluarga dan memberikan pemahaman tentang seksual kepada remaja.
Faktor keluarga adalah faktor yang sangat mempengaruhi munculnya perilaku seksual pranikah pada remaja. Kinnaird (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik, dan
56 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa perpecahan. Tidak adanya pengawasan dan disiplin yang baik dari orang
tua akan menyebabkan seorang remaja cenderung berperilaku delinkuen. Adanya pengawasan yang baik, disertai perhatian, kasih sayang, pemberian kepercayaan kepada anak, dan keharmonisan keluarga yang timbal balik akan mencegah munculnya perilaku seksual pranikah bebas pada remaja.
Hal ini seperti yang ditegaskan oleh Kartono (1995) bahwa perhatian orang tua yang diwujudkan berupa penyediaan fasilitas belajar, serta pemberian bantuan dalam pemecahan masalah, maka anak merasa diperhatikan oleh orang tuanya. Perhatian adalah keadaan yang merupakan tingkat atau perhatian orang tua dalam memberikan dorongan serta perhatian pada anak-anaknya. Dengan mendapat perhatian orang tua maka remaja akan merasa senang dan merasa dihargai keberadaannya, sehingga akan patuh dan segan kepada orang tuanya sebagai timbal balik. Hal ini juga akan membawa akibat atau dampak yang positif pada sikap anak dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya anak yang kurang mendapat perhatian orang tua cenderung mengalami berbagai macam kesulitan yang mungkin dapat mengarah ke hal-hal yang menyimpang, salah satunya kecenderungan perilaku seksual pranikah. Keluarga juga mempunyai peranan dalam membentuk kepribadian seorang remaja. Dalam keluarga yang sehat dan harmonis, anak akan mendapatkan latihan-latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial yang baik dan perilaku yang terkontrol. Oleh karena itu, peran penting orang tua, guru, tenaga ahli, dan semua pihak diharapkan dapat berkontribusi dalam menanggulangi dan mencegah perilaku seksual pada remaja, agar kita bisa mempersiapkan remaja yang baik untuk masa depan.
DAFTAR PUSTAKA Sarwono, S.W. 2009. Penyaluran Hasrat Seksual pada Penyandang Cacat
Ganda. Makalah untuk Kongres Asosiasi Seksolohi Indonesia di Pontianak.
Sarwono, S.W. 2015. Psikologi Remaja. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Perasada.
Fitriana, N.G. 2010. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Seks Pranikah dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Siswa SMK XX Semarang. Jurnal Penelitian. (Online) http://e-journal.com.
57 Fitriana, N.G. 2010. Ketimpangan Religiusitas dengan Perilaku Seksual Pra
Pendidikan Seksual Bagi Remaja Sebagai Upaya Preventif Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja
Nikah Remaja SMA Sederajat di Jakarta Selatan. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi dan Pendidikan Universitas Al-Azhar Indonesia.
Hasanah, U. 2012. Peran Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri terhadap Perilaku Seksual Remaja Puteri. Tesis. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
58 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah