STRATEGI TOKEN REINFORCEMENT UNTUK MENURUNKAN MUNCULNYA PERILAKU OUT-OF SEAT PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR
STRATEGI TOKEN REINFORCEMENT UNTUK MENURUNKAN MUNCULNYA PERILAKU OUT-OF SEAT PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR
Rosyida Aziz SMA Muhammadiyah 10 Surabaya
Masa anak-anak adalah masa dimana seorang individu berada pada usia empat sampai sebelas tahun. Masa ini merupakan masa dimana individu mulai melakukan sosialisasi dengan lingkungannya, baik dengan lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Pada fase ini individu yang awalnya lebih cenderung menutup diri dan lebih menyukai bermain sendiri mulai memilih untuk membuka diri terhadap lingkungan dan bermain dengan kelompok seusianya. Pada usia ini individu cenderung meniru apa yang dilihat dan didengar, sehingga apa yang dilakuakan orang tua maupun orang-orang disekitarnya menjadi cerminan apa yang akan dilakukan anak saat ini maupun pada masa yang akan datang. Pada usia ini anak menyerap sangat cepat apapun yang ada di depannya, sikap orang tua sangat mempengaruhi sikap anak dimanapun dia berada. Anak-anak usia sekolah dasar cenderung memiliki sifat manja dan mencari perhatian baik kepada orang tuanya ataupun kepada orang-orang di sekelilingnya. Keinginan untuk selalu ingin diperhatikan ini tidak selalu diiringi sikap positif, namun juga mampu menimbulkan sifat negatif seperti manja, jahil, atau perilaku negatif lainnya. Perlakuan orang tua akan mampu mengarahkan perilaku anak, misalnya dengan tidak selalu menuruti permintaan anak, dengan bersikap tegas namun tetap tidak kasar dan lain sebagainya.
Pada usia ini anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, sehingga kerap muncul pertanyaan-pertanyaan dalam dirinya dari semua yang dilihat, didengar, dandirasakan olehnya. Jawaban yang diberikan akan terekam kuat oleh anak, sehingga jika jawaban yang diberikan tidak dapat memuaskannya.Maka ia akan mencari jawaban dari orang lain yang dianggapnya mampu memenuhi rasa ingin tahunya. Tentu jawaban yang didapat haruslah jawaban yang benar, misalnya seorang anak yang sedang berjalan-jalan di taman sedang melihat langit, kemudian bertanya kepada orang tuanya “apakah langit itu dekat?”
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
jawaban yang diberikan oleh orang tua akan selalu di ingat oleh anak.Jika jawaban orang tua asal-asalan untuk menghindari pertanyaan yang lebih dalam lagi, maka hal ini akan mengakibatkan anak menjadi anak yang kurang kritis.
Anak-anak usia 7-8 tahun pada dasarnya sedang mengalami proses adaptasi, dari model pendidikan yang lebih banyak bermain menjadi model pembelajaran yang lebih komples seperti mulai mengenal angka atau huruf yang lebih rumit. Perlakuan guru pada saat ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan pendidikan anak.Jika seorang anak untuk pertama kali mendapatkan guru yang penyebar dan penyayang, maka anak akan menjadi anak yang lebih sabar dan lebih percaya diri. Jika mendapat guru yang kurang sabar dan sedikit keras. maka anak akan merasa takut, malas, dan lebih tidak percaya diri di lingkungan sekolah. Hal ini terjadi karena penerimaan guru pada awal masa sekolah terutama sekolah dasar akan selalu diingat oleh anak, perlakuan baik guru anak menjadikan anak lebih merasa diterima dan disayang, sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri dan apa adanya. Anak juga akan memiliki ketertarikan untuk datang ke sekolah dan selalu berprestasi, sebab lingkungannya mendukung.
Di usia ini individu sedang berada pada kondisi dimana ia memiliki energi yang sangat besar, sehingga anak akan cenderung bersikap agresif atau tidak bisa diam. Kenyataan ini jika tidak diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang positif akan menjadi sebuah perilaku mengganggu, baik di rumah maupun di sekolah. Baru-baru ini para psikolog menekankan bahwa pengalaman kehidupan sehari-hari dan juga peristiwa-peristiwa utama kehidupan dapat menjadi faktor-faktor penyebab timbulnya stres bagi anak-anak. Tekanan hidup keluarga seperti kemiskinan, atau pertengkaran antar anggota keluaga yang dialami oleh anak-anak setiap hari, dapat menambah tegangnya kehidupan dan pada akhirnya mengakibatkan gangguan atau penyakit kejiwaan (Compas dalam Santrock, 1995).
Perilaku menggangu ini jika dibiarkan akan menjadi perilaku yang menetap dalam diri individu bahkan menjadi salah satu faktor munculnya gangguan kejiwaan. Pada dunia pendidikan, perilaku mengganggu disebut juga sebagai perilaku off-task behavior. Perilaku-perilaku yang termasuk dalam off-task behavior anatara lain tingkahlaku impulsive, innatention, non completon of task, out-of seat, talking without
225 permission, unmotivated to learn, unprepared for class, out of class
Strategi Token Reinforment untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-Of Seat pada.....
(Sparzo, 1989). Perilaku off-task yang banyak muncul pada usia-usia sekolah dasar adalah perilaku out-of seat, danperilaku out-of seat merupakan salah satu perilaku yang menjadi penentu prestasi akademik siswa disekolah. Perilaku out-of seat adalah perilaku dimana siswa keluar dari tempat duduk ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, perilaku ini sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas karena perilaku ini dapat menghilangkan konsentrasi siswa lain. Perilaku out-of seat ini ditandai dengan munculnya kebiasaan siswa keluar dari tempat duduknya untuk mengganggu teman-temannya yang lain atau hanya sekedar untuk mencari perhatian dari guru yang sedang mengajar.
Perliku out of seat merupakan kebiasaan keluar dari tempat duduknya ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung. Kebiasaan yang menetap terlalu lama menjadikan kebiasaan ini berubah menjadi perilaku. Bentuk-bentuk dari perilaku our of seat antara lain adalah sebagai berikut.
a. Berjalan berkeliling ruangan;
b. Berdiri di beberapa tempat diluar bangkunya;
c. berdiri atau berlutur di atas kursi;
d. Duduk di tempat duduk siswa lain;
e. Mengganggu konsentrasi siswa lain dengan mengajak siswa lain berbicara;
f. Berbuat kegaduhan di luar bangkunya. Sparzo (1989) menjelaskan bahwa perilau out-of seat merupakan
salah satu bentuk gangguan perilau dan emosi. Ciri-ciri anak dengan gangguan perilaku dan emosi antara lain pemalu, rendah diri, sering murung, menyendiri, pendiam, mudah marah/tersinggung, ingin menang
sendiri, sering membuat ulang, keributan atau sering mengganggu orang lain, kurang percaya diri, mudah terpengaruh, terlalu cuek atau tidak perduli, sering melanggar peraturan, dan sering menunjukkan
gerakan aneh yang menetap. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Widyastono Heri mengatakan bahwa 33% siswa di Indonesia mendapatkan nilai dibawah rata-rata dan mengalami gangguan perilaku
dan emosi. Penelitian ini menunjukkan bahwa gangguan perilaku dan emosi merupakan salah satu jenis kesulitan belajar, penelitian ini juga
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
menunjukkan bahwa gangguan perilaku dan emosi dapat menetap pada diri seseorang. Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku out-of seat dapat muncul pada jenjang pendidikan berikutnya jika terus dibiarkan tanpa penanganan tertentu.
Perilaku out-of seat banyak dilakukan oleh siswa Sekolah Dasar.Hal ini ditunjukkan dalam studi pendahuluan atau need assesment yang dilakukan sebelumnya yakni menunjukan bahwa lebih dari 10% siswa kelas II menunjukkan perilaku out-of seat. Hal ini disebabkan karena pada usia Sekolah Dasar anak sangat mudah merasa bosan dan jenuh dalam menjalankan aktivitas yang monoton,sehingga mereka cenderung lebih suka melakukan hal-hal yang dianggap mampu mengalihkan kebosanan selama dikelas. Perilaku seperti out-of seat merupakan perilaku yang tidak hanya merugikan bagi siswa yang bersangkutan, namun juga berdampak buruk pada lingkungannya. Model klasikal yang digunakan dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar menyebabkan guru kurang mampu mengawasi siswa-siswanya secara keseluruhan. Guru akan cenderung memperhatikan sebagian siswa saja,karena dengan pembelajaran model klasikal ini guru akan kesulitan untuk memperhatikan, mengawasi, serta mengawal siswa satu persatu.
Setiap individu memiliki ciri khas yang berbeda anatara satu dengan yang lain, sehingga guru dituntut untuk memahami karakteristik masing- masing siswa. Masa Sekolah Dasar terutama pada kelas-kelas awal (kelas satu atau kelas dua) adalah masa dimana siswa sangat ingin diperhatikan terutama oleh guru kelas dan oleh teman-teman satu kelasnya. Hal ini menyebabkan sering munculnya perilaku off-taks pada diri siswa, diantara perilaku off-task tersebut adalah perilaku out-of seat. Selain karena keinginan untuk selalu diperhatikan, siswa pada usia ini juga sangat mudah merasa bosan dalam melakukan aktivitas yang monoton atau aktivitas yang dilakukan berulang-ulang dengan waktu yang relatif lama.
Pada usia Sekolah Dasar siswa masih terbawa kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya selama di rumah atau di pra sekolah dasar, misalnya pada jam-jam tertentu siswa bermain, makan atau melakukan kegiatan lain diluar kegiatan belajar mengajar. Hal ini menyebabkan ketika masuk Sekolah Dasar siswa masih terbawa kebiasaan dalam berperilaku tersebut, sehingga perlu adanya perlakuan khusus dari guru kelas untuk menurunkan perilaku-perilaku tersebut agar tidak mengganggu kegiatan
227 pembelajaran. Perilaku ini jika tidak segera dihilangkan akan menjadi
Strategi Token Reinforment untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-Of Seat pada.....
perilaku yang menetap dan akan mengganggu kestabilan dalam proses pembelajaran. Jika hal tersebut terjadi maka tujuan pendidikan tidak akan sama lagi dengan tujuan pendidikan nasional.
Masalah yang dihadapi oleh guru dari waktu ke waktu adalah sama, yakni bagaimana cara yang tepat untuk mengajarkan keterampilan sosial, mereduksi perilaku destruktif, dan sejenisnya. Out of seat merupakan salah satu bentuk dari perilaku off-task behavioryang sulit untuk direduksi. Menurut Sparzo (1989) yang termasuk dalam perilai out of seat meliputi “student walks about the room,student stands at same place other then her or him assigned desk,student kneels in the seat in and someone else’s chair.” Selain itu, Sparzo (1989) juga mengemukakan bahwa perilaku out of seat yang dilakukan oleh siswa dapat mengganggu proses pembelajaran yang sedang berlangsung, serta mengganggu tugas yang diberikan oleh guru kelas mereka. Dalam beberapa situasi perilaku out of seat didorong oleh guru kelas, namun tetap harus dalam pengawasan sang guru. Karena jika dibiarkan tanpa pengawasan kegiatan atau perilaku ini akan menjadi sebuah perilaku yang mengganggu.Selain itu, pengawasan atau atauran yang dibuat juga digunakan untuk mengajarkan tentang kedisiplinan untuk tetap duduk di bangku masing- masing dengan tenang pada saat jam pelajaran sedang berlangsung.
Tidak semua sekolah memiliki guru Bimbingan dan Konseling, namun kebanyakan SD memberikan tugas-tugas guru BK kepada guru kelas. Sebab guru kelas lah yang lebih sering bertemu dengan siswa dan dituntut untuk memahami karakteristik siswa satu persatu. Kehadiran guru BK di Sekolah Dasar merupakan hal yang baru bagi beberapa sekolah, sehingga kebanyakan struktur sekolah menganggap bahwa guru BK tidaklah terlalu penting. Sangat jarang ada jam khusus bagi guru BK untuk menyampaikan materi di dalam kelas.Hal ini disebabkan karena kepala sekolah menganggap materi yang disampaikan oleh guru BK sama atau monoton,sehingga guru BK hanya diberikan waktu untuk menyampaikan materinya dua hingga tiga kali selama satu semester. Guru BK hanya menyelesaikan masalah-masalah yang dianggap besar oleh sekolah seperti kasus pencurian, pemukulan, dan lain sebagainya.Namun masalah siswa di dalam kelas seperti munculnya perilaku out ofseat pada siswa tidak menjadi perhatian guru BK.
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
BK di SD bersifat preventif atau pencegahan, dimana materi yang diberikan adalah materi yang sesuai dengan pengalaman siswa seperti perasaan, pandangan diri, minat, dan lain sebagainya (Alwisol, 2010). Hal ini bertolak belakang dengan keadaan di lapangan, karena di lapangan guru BK hanya menangani masalah yang sudah terjadi bukan lagi mencegah munculnya masalah tersebut. Karena jarangnya guru BK bertatap muka dengan siswa menyebabkan guru BK kurang memahami sifat dan karakteristik masing-masing siswa. Hal ini menyebabkan kurang bisanya guru BK dalam mencegah perilaku negatif atau masalah pada siswa.
Terdapat 3 pandangan penting tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling di lingkup sekolah dasar yakni bimbingan terbatas pada pengajaran yang baik (innstructional guidence); bimbingan hanya diberikan kepada siswa yang menunjuukan gejala-gejala penyimpangan dari laju perkembangan yang normal; dan pelayanan bimbingan tersedia bagi seluruh siswa agar proses perkembangannya berjalan lebih lancar dan sesuai dengan tugas perkembangan masing-masing individu. Siswa sekolah dasar pada dasarnya memang gemar mencari perhatian dari lingkungan di sekelilingnya, namun perilaku yang berlebihan juga dapat menjadi salah satu indikator bahwa anak tersebut memiliki sesuatu yang tidak sesuai di lingkungan rumahnya baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar rumahnya. Sebab tempat seorang anak belajar dan menyerap segala pengetahuan pertama kali adalah pada lingkungan keluarga dan lingkungan rumahnya. Lingkungan keluarga yang tidak kondusif berdampak negatif pada psikologis anak. Perceraian, pertengkaran atau perdebatan, dan sikap kasar orang tua memiliki dampak yang cukup besar dalam kehidupan dan psikologis anak termasuk perilakunya di sekolah.
Menurut Hurlock dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan jenis disiplin yang digunakan pada masa awal kanak- kanak menentukan karakter anak dimasa yang akan datang, bahkan hingga anak tersebut dewasa. Jenis disiplin yang dijalankan orang tua terbagi menjadi tiga antara lain disiplin otoriter, lemah, dan demokratis. Disiplin yang diterapkan oleh orang tua dapat mempengaruhi sifat dan perilaku pada diri anak, diantaranya adalah:
229 Tabel 1. Disiplin yang diterapkan dan pengaruhnya
Strategi Token Reinforment untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-Of Seat pada.....
Disiplin Pengaruhnya Terhadap Anak Anak yang orang tuanya lemah akan mementingkan diri sendiri, tidak menghiraukan hak-hak orang lain, agresif, dan tidak sosial. Anak-anak yang mengalami disiplin yang keras (otoriter) akan sangat patuh bila dihadapan
Perilaku orang-orang dewasa namun agresif dalam hubungannya dengan teman- teman sebayanya. Anak yang dibesarkan dilingkungan disiplin demokratis belajar mengendalikan perilaku yang salah dan mempertimbangkan hak-hak orang lain. Anak yang orang tuanya melaksanakan disiplin otoriter maupun disiplin yang lemah cenderung membenci orang-orang yang berkuasa. Anak yang mengalami disiplin otoriter merasa diperlakukan tidak adil.Anak yang orang tuanya lemah merasa bahwa orang tua seharusnya memperingatkan bahwa
Sikap tidak semua orang dewasa mau menerima perilaku yang tidak disiplin. Disiplin yang demokratis dapat menyebabkan kemarahan sementara tetapi bukan kebencian. Sikap-sikap yang terbentuk sebagai akibat akibat dari metode pendidikan anak cenderung menetap dan bersifat umum, tertuju kepada semua orang yang berkuasa. Semakin banyak hukuman fisik digunakan, semakin anak cenderung menjadi cemberut, keras kepada negativistik. Ini mengakibatkan penyesuaian pribadi
Kepribadian dan sosial yang buruk, yang juga merupakan ciri khas dari anak yang dibesarkan dengan disiplin yang lemah. Anak yang dibesarkan di bawah disiplin yang demokratis akan mempuanyai penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang terbaik.
(Sumber: Hurlock, 1980) Kurangnya perhatian dari orang tua membuat anak cenderung
banyak menunjukkan perilaku out-of seat mauapun perilaku off-task lainnya. Kebanyakan orang tua menganggap perilaku negatif yang ditunjukkan oleh sang anak merupakan perilaku yang buruk dari anak tersebut.Hal ini menyebabkan orang tua memberikan “cap” negatif pada anak tersebut. Cap negatif yang diberikan oleh orang tua ataupun oleh lingkungan sekitarnya dapat menyebabkan anak merasa rendah diri dan dapat pula menurunkan rasa kepercayaan diri sang anak.Turunnya kepercayaan diri anak akan membuat anak tersebut menjadi lebih pendiam atau bahkan lebih sulit di kendalikan.
Perilaku out-of seat masuk kedalam kategori pelanggaran tata tertib kelas yakni ketidak displisinan selama berada dalam kelas. Sebab pada
usia ini anak memiliki aspek perkembangan motorik yang lebih besar daripada perkembangan moral, intelektual, maupun sosial (Hurlock, 1980), sehingga anak perlu diberikannya layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan individu-individu yang memiliki kebiasaan negatif tersebut. Selain itu, guru di sekolah perlu membuat kesepakatan dengan siswa dalam membuat peraturan kelas, sehingga dengan peraturan tersebut perilaku siswa dapat dikontrol dengan baik.
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
Untuk dapat merubah suatu perilaku yang dimiliki oleh setiap individu dibutuhkan berbagai macam teknik, karena dalam prakteknya, setiap individu memiliki kecenderungan terhadap suatu teknik tertentu. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa setiap individu unik dan berbeda dari individu yang lain. Beberapa teknik dalam behavior analy- sis antara lain : shaping, flooding, token reinforcement, chaining, behavior contract,dantime-out. Menurut Goodwin & Coates (1976) dalam penerapannya di lapangan behavior analysis didasarkan pada tiga asumsi, yakni “Token reinforcement merupakan teknik modifikasi perilaku dimana guru memberikan reinforcement atau hadiah berupa token atau tanda.Tanda tersebut dapat berbentuk bintang, stempel, stiker, poster, atau dengan tanda yang lain sesuai dengan kesepakatan anatara guru dengan siswa. Dimana dalam pelaksanaannya guru akan memberikan token ketika siswa mampu untuk tidak melakukan perilaku yang hendak diubah dalam hal ini adalah perilaku out-of seat. Selain itu, tugas siswa adalah mengumpulkan token, jika siswa mampu mengumpulkan token dalam jumlah tertentu maka siswa berhak mendapatkan reinforcement asli. Reinforcementasli dapat berupa uang, makanan, atau barang yang diinginkan oleh siswa sesuai dengan kesepakatan yang dibuat sebelumnya.
Pada pelakansanaannya hadiah asli atau berang yang diberikan hendaknya adalah barang atau sesuatu yang tidak didapatkan anak dengan mudah, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekitar. Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian dan minat anak terhadap hadiah yang akan diberikan.Jika hadiah yang diberikan adalah barang yang dengan mudah ia dapatkan di lingkungan keluarganya, maka motivasi anak untuk mendapatkan hadiah tersebut akan turun.
Cooper (1994) menyebutkan bahwa token reinforcement sangat cocok digunakan untuk anak-anak usia 5 hingga 12 tahun.Dimana anak- anak pada usia ini masih sangat tertarik dengan bentuk-bentuk maupun dengan hadiah asli yang diberikan ketika mereka mampu melakukan perilaku yang diinginkan. Selain itu,token reonforcement telah banyak digunakan pada berbagai seting seperti di rumah, di sekolah, di asrama, maupun pada seting-seting yang lain.
Pada beberapa Sekolah Dasar yang memiliki guru BK perilaku out- of seat bukanlah menjadi perilaku yang diamati maupun diselesaikan (dianggap bukan sebagai masalah). Yang terjadi adalah ketika siswa menunjukkan perilaku out-of seat pada saat guru sedang memberikan
231 materi di dalam kelas, guru akan memberikan hukuman kepada siswa
Strategi Token Reinforment untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-Of Seat pada.....
berupa berdiri didalam kelas, atau hukaman fisik bahkan hukuman- hukuman yang membuat mental anak jatuh di depan teman-temannya yang lain. Hal ini ternyata tidak menimbulkan efek yang baik bagi siswa, mereka tetap melakukan perilaku yang sama di hari-hari berikutnya dan kemunculan perilaku tersebut akan cenderung naik. Proses pembelajaran akan sangat terganggu dengan adanya siswa yang memiliki perilaku out-of seat. Selain itu, guru BK di lingkungan sekolah dasar cenderung hanya menangani masalah-masalah yang dianggap besar saja seperti pencurian dan perkelahian. Karena tidak adanya tindakan atas munculnya perilaku out-of seat pada siswa maka yang terjadi adalah perilaku ini akan dibawanya hingga jenjang kelas selanjutnya.
Dengan adanya treatment berupa token reniforcement diharapkan anak akan mampu menurunkan atau bahkan menghilangkan sama sekali perilaku out-of seat nya. Ketika perilaku out-of seat siswa hilang maka dapat dipastikan proses pembelajaran dapat berlangsung secara maksimal.Jika demikian, maka kreativitas gurulah yang kemudian di uji. Jika anak sudah berhasil mengurangi atau bahkan menghilangkan perilaku out-of seat nya dan guru mengajar dengan metode yang membosankan, maka yang akan terjadi adalah perilaku tersebut akan muncul kembali. Sebab anak akan mengalami kebosanan dalam proses pembelajaran tersebut, sehingga guru harus selalu memperbaharui caranya mengajar untuk dapat menarik minat siswa untuk senantiasa memperhatikan secara suka rela bukan lagi karena terpaksa. Keterpaksaan siswa dalam proses belajar mengajar dapat menyebabkan anak kurang kreatif dan cenderung pasif karena tidak tertarik dengan apa yang diajarkan. Namun, semakin menarik materi dan cara guru mengajar, maka anak akan semakin kreatif dan akan mampu menyerap apa yang disampaikan oleh guru secara cepat dan maksimal. Selain dengan menerapkan strategi token reinforcement, guru juga harus bersikap kreatif dan inovatif untuk merangsang anak tertarik dengan materi dan sekolah.
DAFTRA PUSTAKA Hurlock, E.B. 1980.Psikologi Perkembangan(Edisi terjemah bahasa
Indonesia). Jakarta: PT Erlangga. Cooper, J.O, Timothy E. H., & William L. H. 1994.Applied Behavior
Analysis. Ohio: Maemillan Publishing Company.
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
Sparzo, F.J. and Pottet, J.A.1989. Classroom Behavior. Detecting and Cor- recting Special Problems. Boston: Allyn and Bacon.
Winkel. & Sri H. 2010. BimbingandanKonseling di InstitusiPendidikan (EdisiRevisi). Yogyakarta: Media Abadi.
Sobur, A.2003. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia. Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Azrin, N.H. & Lindsley, O.R. 1956. The Reinforcement of Cooperation
between Children. Journal of Abnormal and Social Psyichology. 52. (2): 100-102.
Santrock, J.W. 1995. Life-Spand Development; Perkembangan Masa Hidup jilid 1.Jakarta: PT. Erlangga.
Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus