REINTERPRETASI PENDIDIKAN KARAKTER (TINJAUAN ULANG KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER MENUJU PENDIDIKAN KRITIS DAN EMANSIPATORIS)

REINTERPRETASI PENDIDIKAN KARAKTER (TINJAUAN ULANG KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER MENUJU PENDIDIKAN KRITIS DAN EMANSIPATORIS)

Arief Hanafi SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo

Pemuda adalah tumpuan bangsa,di tangan para pemuda, bangsa ini akan ditentukan arahnya. Sejarah membuktikan, perubahan suatu bangsa atau negara ditentukan oleh pemudanya. Maka tidak salah jika di era kemerdekaan Soekarno pernah berucap, berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia. Dalam hal ini sudah jelas bagaimana posisi pemuda dalam merubah keadaan menjadi posisi yang amat strategis.

Dalam konteks sejarah Indonesia misalnya, kita dapati bagaimana pemuda yang menanamkan benih-benih nasionalisme, bersatu

merumuskan cita-cita kemerdekaan melalui sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Di tahun itulah tonggak perubahan bangsa dimulai, berangkat dari bangsa yang terpuruk karena sistem kolonialisme, menuju bangsa yang bangkit dan menolak segala aspek penjajahan. Bukan hanya itu, peran atau kiprah pemuda berlanjut pada tahun 1966 yang berhasil menumbangkan rezim Soekarno yang saat itu terkenal dengan nuansa demokrasi terpimpin yang cenderung otoroiter. Kiprah pemuda dalam membangun bangsa berikutnya terjadi pada Mei 1998. Elemen masyarakat menengah ini mampu menyadarkan masyarakat/mahasiswa bergabung menjadi satu dengan masyarakat untuk “mendobrak” segala sistem yang sudah melewati batas saat itu. Dalam konteks ini untuk kesekian kalinya pemuda menjadi tongak perubahan bangsa.

Apa yang dilakukan pemuda dalam beberapa contoh kasus diatas memang sangat beralasan,pasalnya dalam diri pemuda tertanam jiwa idealis.Pemuda mempunyai modal sosial yang kuat dibarengi dengan bentuk solidaritas mekanik. Dimana solidaritas ini muncul dalam sekelompok manusia yang sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif.

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

Kesadaran kolektif inilah yang menjadi kunci, bagaimana pemuda mampu menjadi garda terdepan dalam perubahan.

Jika kita lihat dalam sistem tatanan sosial masyarakat, maka sebenarnya terletak pada stratara tengah. Dihimpit antar kaum kelas atas, yang biasanya diduduki oleh para pemangku kebijakan, dan kelas bawah yang biasanya didiami oleh masyarakat bawah, atau rakyat jelata. Maka dalam hal ini sebenarnya generasi muda sudah seharusnya manjadi penyambung lidah rakyat. Menjalin komunikasi dengan bahasa birokrasi jika berkomunikasi dengan pemangku kebijakan, serta menggunakan bahasa rakyat jika berhadapan dengan masyarakat kalangan bawah.

Generasi Muda dan Kapitalisme Setiap zaman pastinya mempunyai kondisi yang berbeda-beda. Dulu

pemuda-pemudi Indonesia berhadapan dengan kolonialisme dan imperialisme barat, hari ini pemuda berhadapan pada sistem kapitalisme

global yang sudah mangakar kuat dalam sendi-sendi masyarakat. Sistem kapitalisme dewasa ini, sudah menjelama menjadi berbagai “produk” budaya populer seperti, konsumerisme, hedonisme, westernisasi, dan matrealistis. Bahkan kalau kita telisik libah dalam, adanya sistem kapitalisme beserta kroni-kroninya itu, cenderung lebih berbahaya dari pada sistem imperialisme dan kolonialisme. Pasalnya bentuk pergolakan yang harus dilawan pada masa lalu adalah nyata dan dapat dilihat di depan mata. Akan tetapi, dengan adanya bentuk kapiltalisme yang menjadi objek serangan adalah cara pandang, fikiran, dan ideologi.

Kapitalisme yang sekarang terjadi tidak lebih dari proses hegemoni yang tiada henti. Antonio Gramsci tokoh neo marxis dari Italia, menjelaskan hegemoni ini dengan cukup menarik. Hegemoni menurtnya

adalah bentuk penguasaan ideologi/pikiran manusia dengan cara mengedepankan kepemimpinan moral dan intelektual. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa hegemoni berjalan dengan rapi, dan menumpulkan

kesadaran kritis setiap manusia sebagai objeknya. Penguasaan manusia atas manusia bukan lagi pada persolan fisik, namun lebih pada penguasaan alam pikiran sadar manusia. Jadi meminjam istilah lain

manusia dalam sistem kapitalisme menjadi manusia yang terasing dengan dirinya sendiri.

327 Apa yang sudah dijelaskan diatas, dapat diamati pada generasi

Reinterpretasi Pendidikan Karakter

muda sekarng ini yang cenderung asik dengan dunianya sendiri. Kesadaran kritis menjadi sebuah alur pemikiran yang sangat langka, apalagi jika pemuda melakukan gerakan-gerakan yang emansipatoris berbasis penadaran masyarakat. Bahkan pemuda jarang untuk terjun langsung kebawah melihat berbagai macam realitas sosial yang ada. Ini merupakan persoalan serius yang seharusnya tidak terus melanggeng begitu saja menjadi sebuah hegemoni baru.

Persoalanya adalah bagaimana jika pemuda di era sekarang ini dihadapkan pada budaya kapitalisme yang semakin gencar mencengkramkan pengaruhnya di dunia? Apakah pemuda hari ini masih mempunyai idealisme? Apa yang harus dilakukan pemuda hari ini untuk menangkal sistem kapotalisme ini?

Membangun Generasi Berkarakter Kritis dan Emansipatoris Tahun 2010 boleh dikatakan sebagai tahun pendidikan karakter. Hal

tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya sejak awal tahun 2010, tepatnya pada tanggal 14 Januari 2010 lalu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan program “Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” sebagai gerakan nasional. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengawali kerjanya sebagai kepala pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II mengangkat isu tentang pendidikan karakter bangsa sebagai pilar pembangunan.

Apa yang dilakukan oleh SBY itu merupakan realitas politik nasional, dimana dalam kehidupan sehari-hari, negara adalah sebuah realitas politik yang nyaris diterima sebagai suatu pemberian. Kecenderungan

ini terjadi karena negara yang diketahui dan dialami setiap hari itu seakan berada di luar kesadaran manusia. Pada tingkat individual, negara baru dirasakan keberadaannya manakala ia berbenturan dengan

kekuasaan. Ada sebuah realitas kekuasaan di luar dirinya, yang berada pada atmosfer publik, namun cukup berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari. Dari kekuasaan dan legitimasi dalam wacana politik,

kenyataan itu disebut sebagai realitas kekuasaan negara dalam masyarakat. Apa yang diwacanakan oleh pemerintah tentang pendidikan katakter

tersebut, sering dimaknai sebagai proses penundukan yang bertolak belakang dengan pendidikan kritis. Pendidikan karakter dekat dengan makna keteraturan, karena istilah katakter lebih pada istilah yang

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

mengarah pada pendisiplinan. Padahal dalam konteks ini pendidikan harus berhaluan pada paradigma kritis dan emansipatoris.

Paulo Freire, praktisi pendidikan kritis asal Brazil, membagi kasedaran manusia menjadi kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis. Pertama,adalah kesadaran magis yang merupakan suatu kesadaran yang tidak mampu mengetahui hubungan atau kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Kesadaran magis lebih mengarahkan penyebab masalah dan ketidakberdayaan masyarakat dengan faktor-faktor diluar manusia, baik natural maupun supernatural. Kesadaran ini berhubungan dengan alam dan bersifat vertikal. Sebagai contoh, siswa yang tidak dapat atau kurang dapat menyerap proses pembelajaran itu karena adanya takdir dari Tuhan, sehingga dalam bentuk kesadaran yang pertama ini manusia seolah tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam konteks masyarakat muslim, orang yang memahami masalah sosial dengan menggunakan kesadaran magis ini akan melihat bahwa kemiskinan dan ketidakberdayaan masyarakat merupakan takdir atau ketetapan dari Tuhan. Hanya Tuhan yang Maha Tahu apa arti dan hikmah dibalik ketentuan tersebut.

Kedua adalah kesadaran naif, di mana melihat ‘aspek manusia’ sebagai akar penyebab masalah dalam masyarakat. Dalam kesadaran ini, masalah etika, kreativitas, dan ‘need for achievement’ dianggap sebagai penentu dalam perubahan sosial. Jadi, dalam menganalisis kemiskinan mereka berpendapat bahwa masyarakat miskin terjadi karena kesalahan mereka sendiri, yakni karena malas, tidak memiliki jiwa kewiraswastaan, atau tidak memiliki budaya pembangunan. Kesadaran ini dikaitkan dengan sistem sosial yang ada di luar dirinya. Sistem globalisasi menjadi sebuah kebenaran yang mutlak, dan kemiskinan yang diakibatkan oleh sistem ini karena manusianya sendiri yang tidak mampu untuk mengembangkan segala potensinya yang ada.

Aspek yang ketiga adalah kesadaran kritis,disinilah intinya, pendidikan kritis sebagai cara untuk memerdekakan mansusia yang setuhnya. Paradigma kritis dalam perubahan sosial memberikan ruang bagi masyarakat untuk mampu mengidentifikasi ‘ketidakadilan’ dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur tersebut bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Pendidikan kritis adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar masyarakat terlibat dalam suatu proses dialog

329 ‘penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik atau

Reinterpretasi Pendidikan Karakter

lebih adil’. Kesadaran ini disebut sebagai kesadaran transformatif. Menurut Freire sudah menjadi bagian dari konsep memanusiakan-

manusia. Manusia dimaknai sebagai wujud yang kompleks dan merdeka, baik fisik dan pemikiran. Kaitanya dengan pendidikan karakter adalah, sudah saatnya pendidikan karakter bukan sebagai sarana untuk penundukan atau pelanggeng statsu quo pemangku kebijakan. Melainkan pendidikan karakter dalam konteks keindonesiaan adalah pendidikan karakter yang “berhaluan” kritis dan emansipatoris. Selain itu, kesadaranakan kearifan lokal dan kebutuhan masyarakat, serta emansipatoris. Artinya mampu untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam masyarakat. Merubah keadaan yang tidak adil dan bahkan keadaan yang menindas.

Sudah saatnya pendidikan karakter tidak hanya sebagai wacana yang menguap begitu saja, pasalnya sudah berulang kali ganti program namun output yang dihasilkan masih stagnan tanpa ada perubahan yang drastis.Apalagi pemerintah dalam konteks ini belum begitu siap dengan berbagai proses revolusi dibidang teknologi. Perang media sosial menjadi “musuh” yang harus ditundukkan dengan penuh kesadaran. Agar generasi tidak jatuh pada kesadaran semu yang menindas. Maka kaitanya dengan konsep pendidikan yang emansipatoris adalah bagaimana mampu mengarahkan pada potensi generasi penerus bangsa sesuai dengan apa yang dimilikinya. Setiap manusia mempunyai kelebihannya masing-masing. Tatkala sudah mengetahui potensi dirinya maka konsep emansipatoris ini dapat dikembanghkan pada jiwa generasi yang mampu “memerdekakan” masyarakat yang lain diluar dari dirinya bahkan di luar golongannya.

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline Siswa SMP

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, AKTIVITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PERUBAHAN LABA DI MASA DATANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

18 254 20

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

2. TPM KOTA IPA PAKET B

21 153 17

MatematikaIPS B

0 28 12

ANALISIS KEMAMPUAN LABA OPERASI DALAM MEMPREDIKSI LABA OPERASI, ARUS KAS OPERASI DAN DIVIDEN KAS MASA DEPAN ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI 2009-2011)

10 68 54

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

TINJAUAN HISTORIS GERAKAN SERIKAT BURUH DI SEMARANG PADA MASA KOLONIAL BELANDA TAHUN 1917-1923

0 26 47