AIR ITU BERNAMA MURID
AIR ITU BERNAMA MURID
Saifi Yunianto SMPN 2 Rembang Kab. Pasuruan
Ada joke teman-teman guru yang membahas kehebatan para murid mereka di sela-sela MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) berlangsung. Ketika bersama siswa-siswanya, salah satu guru tengah ber-googling dengan medsos (media sosial), dia tidak dapat melampirkan laman yang akan diunggah. Tanpa diminta tolong, siswa yang di sebelah tahu keresahannya dan ternyata ia dapat melakukan bahkan lebih lengkap hasil unggahannya. Ada juga guru lainnya yang masih setia menggunakan satu aplikasi lama, ketika beberapa siswi mengetahuinya lantas ‘meledek’ pak guru tidak update dan jadul. Cerita-cerita tersebut sebagian kecil dari satu konsekuensi perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang sangat pesat.
Dampak kemajuan IPTEK tidak dapat dipungkiri bagi perubahan tata nilai dan budaya masyarakat, termasuk dalam lingkup pendidikan. Sekolah sebagai satu pilar pendidikan yang mampu membekali para peserta didiknya untuk memiliki pijakan yang kuat. Dasar yang kokoh untuk mampu bertahan di tengah kehidupan bermasyarakat nantinya. Selain itu, peran lingkungan (masyarakat) yang ditopang, juga peran keluarga (orang tua) mutlak dibutuhkan. Bak sebilah pisau yang bermata dua, IPTEK terutama teknologi dapat digunakan untuk apa saja dan oleh siapa saja tanpa terkecuali anak-peserta didik.
Peran sinergi ketiga pilar tersebut menjadi signifikan untuk terus dilakukan. Lompatan-lompatan perkembangan yang semakin akseleratif perlu ada upaya penguatan filter para pengguna teknologi. Dalam hal ini, saat guru tidak meng-upgrade ilmu dan keterampilan berteknologinya, tentu dapat menjadi bumerang baginya. Bagaimanapun ia akan mengalami kesulitan, setidaknya untuk mencari penangkal akses informasi yang tidak sepatutnya bagi peserta didik. Lantaran siswanya dapat mengakses informasi yang lebih beragam, sehingga tidak mustahil bila murid dapat jadi lebih hebat dibanding gurunya seperti cerita di
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
atas. Kemampuan murid yang hebat tersebut menyisakan celah yang perlu ditutup guru dan orang tua, yaitu bekal tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksudkan adalah pada langkah pengambilan keputusan dan tindakan apa yang akan dilakukan.
Pengejewantahan rasa tanggung jawab berkorelasi erat dengan Yang Maha Pencipta, orang tua, guru, teman, dan sesama di sekitarnya. Setiap manusia termasuk murid adalah pemimpin dan kelak dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Tanggung jawab atas tindakan yang pernah dilakukan. Demikian kurang lebih makna sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Bukhori. Hal itu yang perlu digarisbawahi, oleh guru maupun orang tua untuk menanamkan pada diri anak-peserta didik dan melatih mereka sejak dini. Begitu pula Pahlawan sekaligus Pelopor Pendidikan, Ki Hajar Dewantara yang mengklasifikasinya kembali dalam tiga bagian. Ing Ngarsa Sang Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani. Kala di depan memberi teladan dan inspirasi, di tengah menyemangati dan memotivasi, dan di belakang menaati dan mengikuti. Ulasan mengenai tiga pilar tersebut menyiratkan sebuah makna bahwa bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan adalah menurut porsi dan kursinya masing-masing.
Peserta Didik Terlahir Fitrah Setiap anak (peserta didik) yang terlahir berdasarkan fitrahnya. Orang tualah yang kemudian menjadikan atau mempengaruhi anak
tersebut mengambil keputusan A, B, C atau lainnya. Orang-orang terdekat terutama orang tua yang berperan membimbing dan
mengarahkan anak-anaknya untuk memilih keputusan terbaik. Juga, Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bagian dua Hak dan Kewajiban orang tua pasal dua menegaskan hal senada. Orang tua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar pada anaknya. Tidak mengherankan jika Nabi Muhammad SAW merekomendasikan sejak janin dalam kandungan sering diperdengarkan kalimat-kalimat yang baik, bahkan setelah lahir pun diberi nama-nama yang baik pula. Tentunya nama tersebut dapat menjadi harapan, doa, serta menyelamatkannya dari segala cobaan dan ujian duniawi. Bukan sebaliknya, menjadi sebuah asa yang membuat terlena dan melupakan asal muasal dirinya yaitu berasal dari tanah dan air yang terpancar.
275 “Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup...” (QS. Al-
Air Itu Bernama Murid
Anbiya [21]:30). Air adalah unsur utama dalam tubuh manusia. Komposisi tubuh manusia sebagian besar terdiri atas air yang berkisar 60 persen sampai 70 persen (www.academia.edu). Belum lagi bagian otak yang mengandung air antara 73 persen - 74,5 persen, jantung 73 persen, paru
83 persen, hati 71 persen, dan ginjal 79 persen. Setali tiga uang dengan hasil riset Ilmuwan Jepang, Dr. Masaru Emoto yang menyatakan 70 persen tubuh orang dewasa mengandung air. Dengan isitilah lainnya, materi pembentuk manusia adalah air.
Menurut Emoto, air adalah prinsip pertama dari semua benda sebagaimana yang disampaikan dalam filosofi Yunani kuno. Semakin manusia mengenal air, sejatinya ia semakin mampu melihat diri sendiri. Lantas, bagaimana potret air yang berhasil diambil setelah diucapkan kata arigato (terima kasih) bentuknya berubah menjadi begitu indah, Subhanallah,ia membentuk heksagonal yang menakjubkan. Begitu sebaliknya, saat foto air yang dipotret setelah dikatakan you’re fool (kamu bodoh), maka hasilnya berubah tidak sedap dipandang mata, air tidak menjelma bentuk yang menawan. Jauh-jauh hari sebelumnya, Rasulullah SAW sempat menyitir tentang air zamzam. “Air zamzam akan melaksanakan pesan dan niat yang meminumnya.” AA Gym panggilan populer KH. Abdullah Gymnastiar (2006) mengatakan barangsiapa meminumnya karena ingin melepas dahaga, niscaya hilanglah dahaganya. Barangsiapa meminumnya karena ingin sembuh dari sakit, maka ia segera sembuh dan sehat. Dr. Emoto juga meneliti air zamzam dengan hasil foto yang menakjubkan bergambar kristal yang sangat indah.
Tersibak juga kekuatan sejati air dalam penelitian Dr. Emoto dan Ahli Sains, Kazuya Ishibashi yang menemukan efek gelombang energi, hasil penelitian tersebut dinamakan Hado. Hado memiliki arti semua energi yang sulit dilihat dan berada di alam semesta (Emato, 2006:25). Hampir semua benda yang ada di dunia mempunyai gelombang atau hado. Energi tersebut dapat berbentuk positif atau negatif dan mudah dipindahkan dari satu benda menuju benda yang lain. Artinya, jika ada dua benda yang mempunyai frekuensi yang sama, maka keduanya saling membentuk resonansi. Dalam hubungan antar manusia, seringkali kita mengatakan tidak cocok dengan seseorang. Hal itu yang sebenarnya berkaitan dengan gelombang dan resonansi.
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
Murid dan Air Hasil jajak pendapat Kompas (22-24/4/2015) menunjukkan bahwa
mayoritas publik menyadari pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak. Pengumpulan pendapat ini diambil dari 325 responden yang memiliki anak usia sekolah dalam keluarganya. Tidak kurang dari 85 persen responden menyatakan bahwa orang tua dan keluarga memiliki peran paling penting dalam proses pendidikan anak. Hanya 15 persen responden yang menilai peran ini ada di tangan guru dan lingkungan di luar sekolah. Selain itu, peran aktif keluarga perlu didukung komunikasi yang baik antara pihak sekolah dan orang tua siswa. 74 persen orang tua murid mengaku tidak tahu pola pelajaran atau kurikulum di sekolah. Mayoritas responden menyatakan, sumber utama infromasi terkait perkembangan anak adalah guru. 45 persen mengaku berkomunikasi dengan guru hanya satu atau dua kali dalam setahun (akhir semester/ awal tahun ajaran baru). Hanya 15 persen yang biasa menanyakan perkembangan sekolah pada anaknya.
Prosentase survei tersebut setidaknya menjadi gambaran awal perlu terjalinnya sinergi antara lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Harapannya, hubungan yang saling menguatkan dan berkolaborasi mampu mengurangi hambatan-hambatan di lapangan. Dengan demikian, visi dan misi bersama untuk melahirkan generasi yang kuat dan bertanggung jawab dapat tercapai sesuai asa. Semisal, tidak ada lagi orang tua yang menaruh penuh tanggung jawab pembinaan anak pada sekolah, atau seorang siswa sepulang sekolah bergaul di lingkungan yang tidak memotivasinya untuk belajar, lantaran sebagian temannya putus sekolah atau tidak sekolah. Kasus-kasus yang terjadi di luar rencana pun dapat menambah perbendaharaan rintangan menuju kerja sama yang semakin kokoh di antara stakeholders pendidikan terkait.
Ketika ada seorang peserta didik yang hampir sebulan absen tanpa alasan yang jelas, sekolah melalui guru BK (Bimbingan dan Konseling) dan wali kelas mendatangi rumahnya. Ternyata anak tersebut berangkat dan berseragam ke sekolah, tapi tidak menuju sekolah. Orang tua sampai kejadian itu baru mengetahui perihal anaknya. Beberapa kali sekolah mengunjungi anak tersebut dan memotivasinya untuk kembali bersekolah. Namun belum berhasil sampai kemudian ditemukan alasan mengapa ia sering bolos sekolah. Lantaran permintaannya untuk dibelikan sepeda motor seperti artis di televisi belum diwujudkan orang tuanya.
277 Orang tua tidak menuruti permintaan tersebut dengan alasan
Air Itu Bernama Murid
kekhawatiran. Proses mencapai titik temu pun berlangsung secara bertahap, akhirnya anak itu mau pergi ke sekolah lagi.
Berbeda dengan kasus berikut. Ada peserta didik mutasi dari sekolah lain yang hadir dua hari, lalu tidak hadir sepekan. Kemudian dia masuk beberapa hari, absen juga beberapa hari. Orang tua dipanggil bolak- balik ke sekolah dan belum terjadi perubahan. Anak tersebut masih sering bolos dengan teman sekolah asalnya. Beberapa guru bergantian mengunjungi ke rumahnya, ibunya ada tapi anak tidak di rumah. Bapak yang bekerja di luar daerah jarang memantau perkembangan anaknya, menurut ibu, sesekali pulang. Saat bertemu putranya, bapak tersebut kerapkali memarahi dan bertindak keras. Hal itu semakin tidak menemui jalan keluar. Sampai akhirnya, salah seorang guru home visit ke rumah keluarga, bertemu dengan formasi lengkap. Ada bapak, ibu dan anaknya yang kebetulan berada di rumah. Guru tersebut menceritakan pengalaman pribadi yang diselaraskan dengan tanggung jawab masa depan peserta didiknya, mereka pun menyimak dengan baik. Terbukti, esoknya murid tersebut hadir di sekolah. Apa ada keterkaitan dengan hado atau resonansi, tapi yang jelas perlu ada kata kunci sebagai pengungkit semangat anak tersebut.
Kuat dan Bertanggung Jawab Sementara pertanyaan yang muncul, apa kaitan antara peserta didik
dengan air dalam membentuk pribadi yang kuat dan bertanggung jawab? Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, peserta didik juga manusia
yang berkomposisi dominan air. Artinya, ketika peserta didik diberi stimuli perlakuan dalam bentuk ucapan maupun tindakan yang baik, tentu juga ia meresponnya dengan ucapan dan tindakan yang baik pula. Saat orang tua dan guru memperlakukan anak dengan energi positif, maka secara otomatis ia membalasnya dengan resonansi yang positif. Seperti air, kala diucapkan pujian atau kata-kata baik lainnya maka kristal yang menawan segera terbentuk, begitu juga sebaliknya. Memang tidak sesederhana itu untuk membentuk pribadi yang berkarakter kuat dan bertanggung jawab. Paling tidak, sebagai dasar acuan untuk mengarahkan peserta didik ke arah tersebut.
Menurut Prof. Dr. Hamka, pembentukan pribadi yang kuat dan bertanggung jawab perlu memiliki lima kriteria di antaranya. Pertama,
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
memiliki tujuan. Setiap manusia harus mempunyai tujuan, karena tidak ada orang yang berhasil datang ke suatu tempat dengan tiba-tiba. Kedua, keinginan bekerja dan yang ketiga adalah rasa wajib. Emmerson mengatakan (dalam Hamka, 2014) Manusia yang bekerja disebabkan oleh dorongan kewajiban maka akan gembira dalam mengerjakannya. Meski awalnya terpaksa, lambat laun akan terbiasa dan menikmati perkerjaan itu dengan hati. Sementara, keempat, pengaruh agama dan iman juga dibutuhkan. Kelima, pengaruh sholat dan ibadah. Eisenhower juga meyakini bahwa pekerjaan tidak dapat dilaksanakan semata-mata dengan tenaga manusia dan senjata lengkap, di atas semua itu adalah kehendak Yang Maha Kuasa.
Setali tiga uang dengan pendapat Trainer yang juga Motivator, Lukman Hakim, bahwa satu-dua persen dari jumlah peserta didik satu sekolah merupakan anak bermasalah. Setelah dirunut dari peserta didik yang bermasalah, ternyata berasal dari keluarga yang bermasalah pula. Ada berbagai pendekatan dan cara yang dapat ditempuh dalam mendampingi anak-anak bersosialisasi. Salah satunya, tips hierarki pembinaan mereka yang perlu dicermati dalam sebuah akronim Copete Celaan Hahu (contoh, perintah, tegur, cela, ancam, hukum, dan hati (usapan di kepala saat terlelap dan berdoa). Saat proses pembinaan terus diupayakan melakukan tarik ulur antara boleh dan tidak boleh, sehingga menjadi pribadi yang matang dan baik. Juga memperhatikan empat aspek jiwa anak, antara lain: (1) akal (intellectual) yang memperoleh asupan nutrisi dari referensi, buku, dan literasi, (2) perasaan (emotional) yang bersumber dari senyum, belaian, dan kasih sayang, (3) spiritual (spiritual) yang dapat diperoleh dari aktivitas sholat, membaca Al-Quran, sedekah, dan mengamalkan ilmu dalam kehidupan, dan (4) ruh (soul) akan baik jika ketiganya baik. Tugas orang tua menyiapkan jasmani dari makanan yang empat sehat lima sempurna plus satu, halalyang thoyyib.
Teladan memang menjadi sesuatu yang paling diamati peserta didik. Lantaran mereka kerapkali dikenal dengan sebutan perekam yang baik. Seperti yang diutarakan Lukman dalam paparannya di atas. Bahkan jauh-jauh hari Rasulullah SAW sebagai uswah hasanah (teladan yang baik) memotivasi para pemuda untuk belajar memanah dan menunggang kuda. Pasalnya, aktivitas tersebut menggambarkan keperkasaan, kekuatan dan kesiapan untuk menghadapi kesulitan. Ditambah lagi Nabi Muhammad SAW bersabda, Allah tidak pernah mengutus seorang nabi
279 kecuali ia pernah mengembala kambing (Abdurrahman, 2007:187). Lantas
Air Itu Bernama Murid
para sahabat bertanya, Begitu juga Anda? “Ya, saya menggembalakan milik orang-orang Mekkah dengan upah qararith (pecahan dirham/ dinar), jawab Nabi SAW dalam sabdanya.
Perjalanan Nabi SAW yang didesain memang tidak mudah. Justru hal itu mampu mencetak kepribadian yang kuat, tahan banting, dan bertanggung jawab. Sebagai orang tua dan guru di era kekinian, peningkatan kecakapan dan ketrampilan dalam mendampingi anak-anak dan peserta didik mutlak diperlukan secara berkesinambungan. Tidak cukup upaya- upaya lahir dalam melahirkan generasi yang kuat dan bertanggung jawab, tapi juga diperlukan usaha-usaha batin yang simultan. Sentuhan, elusan, ciuman, dan doa yang tulus dilantunkan orang tua di ubun-ubun anak sambil menyampaikan cinta yang mendalam ketika terlelap tetap meresap pada dirinya (Yudisia, 2015:15). Enegri hado-nya Emoto juga berlaku dalam momen-momen tersebut. Namun beberapa abad sebelumnya, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa saat tidur, seluruh indera termasuk peraba atau kulit menjadi lebih peka meski mata yang terpejam.
Tren tersebut ternyata merambah di negeri ginseng. Para orang tua di Korea dewasa ini, biasa memasuki kamar putra-putrinya yang tengah tertidur saat pulang dari kesibukannya. Mereka berupaya menjaga frekuensi positif kedekatan dengan anak-anaknya melalui cara mengelus dan memijit kakinya. Alangkah indahnya tatapan mata keduanya, orang tua dan anak ketika tiba-tiba terjaga yang dapat menyemai cinta yang beresonansi. Kemudian Buya Hamka (2014) pun tak luput berpesan kepada para anak muda baik anak maupun peserta didik dengan lantang. Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu. Petuah tersebut masih relevan dengan apa yang terjadi saat ini. Bagaimanapun perkembangan IPTEK dan pergeseran budaya tengah berlangsung, pembentukan karakter yang kuat dan bertanggung jawab dapat menjadi langkah alternatif pemecahannya.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Jamal. 2007. Cara Nabi SAW Menyiapkan Generasi. Surabaya:
Penerbit eLBA. Emato, Masaru. 2006. The True Power of Water. Bandung: MQ Publishing. Hamka. 2014. Pribadi Hebat. Jakarta: Penerbit Gema Insani.
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
Peran Pendidik untuk Menyentuh Hati Remaja dengan.......