PEMBENTUKAN KARAKTER DENGAN BAHASA CINTA
PEMBENTUKAN KARAKTER DENGAN BAHASA CINTA
Anna Jarrotul Khoiriyah SMPN 18 Malang
Tujuan pendidikan nasional antara lain membentuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia (UU Sisdiknas No 20, 2003). Tujuan ini juga didukung oleh kurikulum 2013 yang mencantumkan karakter didalamnya. Berdasarkan Kopentensi Inti (KI) dalam kurikulum 2013 ada 2 kompetensi yang dibangun berlandaskan karakter yaitu KI 1 tentang sikap spiritual dan KI 2 yang tentang sikap sosial (Permendiknas no 58, 2014). Karakter menjadi pokok penting yang harus ditanamkan dalam pelaksanaan pembelajaran.
Masalah tentang pendidikan karakter dipaparkan Baswedan (2014), yang mengemukakan masih rendahnya karakter yang dimiliki siswa. Hal ini dapat dilihat dari data banyaknya tawuran pelajar, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual yang dilakukan pelajar. Beberapa masalah yang dihadapi guru di sekolah antara lain (1) Kurangnya tanggung jawab siswa, hal ini terlihat 37% siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru (2) Kurangnya kepedulian siswa, hal ini terlihat dari kecuekan siswa terhadap temannya ketika memerlukan bantuan (3) siswa cenderung mengolok-olok ketika ada temannya yang salah atau berpenampilan tidak semestinya (4) siswa cenderung marah, mudah tersinggung dan emosi (5) siswa cenderung membesar-besarkan hal-hal kecil.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada orang tua siswa ditemukan beberapa perilaku siswa selama di rumah, diantaranya (1) Siswa lebih suka menunda-nunda waktu untuk mengerjakan sholat (2) Siswa lebih suka menonton tv dan bermain gadget daripada belajar dan (3) Siswa tidak memiliki banyak waktu untuk membantu pekerjaan orang tua di rumah atau peduli dengan saudaranya selama di rumah. Masalah ini memang tidak dialami oleh semua siswa, walaupun demikian kebiasaan- kebiasaan tersebut dapat memicu tumbuhnya karakter yang akan merugikan siswa untuk bekal kehidupan sekarang atau yang akan datang.
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
Guru memiliki andil besar dalam pembentukan karakter. Pembelajaran di sekolah melibatkan guru dan siswa. Proses pembelajaran memungkinkan hubungan guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Ada keterkaitan emosi dari hubungan sosial mereka selama proses pembelajaran. Rasa peduli, kerjasama, disiplin, tanggung jawab, dan karater-karakter yang baik dapat ditumbuhkan dan dilatih selama proses pembelajaran. Prasetyo (2014) mengemukakan pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah dasar diyakini berperan dalam membangun adab dan budi pekerti luhur, bangsa ini.
Guru dapat melakukan banyak hal untuk membangun karakter siswa. Kemampuan, keterampilan yang dimiliki guru, dan sikap guru sangat diperlukan dalam membangun karakter siswa. Siswa pada jenjang pendidikan dasar cenderung sensitif. Sentuhan hati lebih membuat mereka menyadari akan kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Kondisi ini memungkinkan ”bahasa cinta” yang diberikan guru mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Pembentukan Karakter Karakter merupakan ciri khas yang dimiliki oleh individu atau seseorang. Menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter adalah sifat-sifat
kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pendapat lain disampaikan Muhtadi (2014)
yang menyatakan bahwa secara psikologi, karakter bermaknakepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. Karakter merupakan kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakannya dengan individu lain (Muhtadi, 2014). Menurut hemat kami, karakter merupakan perilaku yang bersumber dari pola pikir. Karakter dapat dibentuk dengan membuat siswa mengerti, memahami, dan mengetahui sebab pentingnya karakter, selanjutnya adalah dengan membiasakan, dan menanamkan dalam pola pikirnya.
Beberapa karakter yang perlu dikembangkan pada siswa antara lain menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, menghargai
dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, dan percaya diri (Permendiknas No 58, 2014).
473 Karakter tersebut tahap demi tahap dapat ditanamkan pada siswa
Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta
selama proses pembelajaran. Cara yang dilakukan untuk menjamin bahwa karakter tersebut dapat tertanam untuk masa sekarang, yang akan datang dan selamanya serta dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari, perlu dipikirkan guru.
Pendidikan karakter yang dibelajarkan pada siswa sekolah dasar memiliki prioritas lebih besar dibanding sekolah menengah dan sekolah menengah lebih besar dibanding perguruan tinggi. Keseimbangan antara pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan karakter (attitude) di sekolah dijelaskan pada Gambar 1.
Sumber: Bruner (1960) dalam BPSDM (2014)
Gambar 1. Keseimbangan Sikap, Keterampilan, dan Pengetahuan
untuk Membangun Soft Skills dan Hard Skills.
Pentingnya memulai pendidikan karakter pada usia dini dengan cara membiasakan, membentuk pola pikir yang bagus, membuat pondasi karakter yang kuat, dan mengajak siswa untuk mengerti betapa pentingnya membentuk manusia yang berkarakter dan mengetahui apa tujuan dibangunnya karakter yang lebih baik. Pendidikan di sekolah memiliki andil besar dalam hal ini. Penting bagi dunia pendidikan melakukan perubahan pola pikir bahwa pendidikan tidaklah sekedar pemaknaan atas transformasi akademik (keilmuan) saja, melainkan perlu dilengkapi dengan karakter (Dongoran, 2014).
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
Bahasa Cinta Pengertian bahasa cintadimaknai seseorang dengan cara yang berbeda-
beda. Tutur bahasa yang lembut, perilaku yang sabar, penuh perhatian merupakan bentuk-bentuk ungkapan bahasa cinta. Chapman (2007) memaknai bahasa cinta dengan 5 bahasa yaitu: (1) Sentuhan fisik (2) Kata-kata mendukung (3) Waktu bersama (4) Pemberian hadiah (5) Pelayanan. Dephlie (2005) menjelaskan bahwa bahasa cinta berupa kasih sayang yang merupakan pola hubungan yang unik diantara dua orang manusia atau lebih. Bahasa cinta mampu membuat suasana seseorang menjadi berbeda. Balutan bahasa cinta mampu membius pola pikir seseorang untuk menyadari kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Cara sederhana ini diharapkan mampu merubah karakter siswa menjadi seperti diharapkan.
Penting bagi guru sebagai model mereka untuk bertutur kata yang lembut, berperilaku halus, memberi perhatian dan kasih sayang kepada siswa. Sikap yang ramah cenderung lebih menyentuh emosional siswa. Kelembutan membuat siswa dapat berfikir positif. Siswa pada pendidikan dasar cenderung menjadikan guru sebagai model/idola mereka. Anak yang tumbuh dalam balutan penuh dengan kasih sayang dan perhatian akan memiliki kepribadian yang mulia, senang mencintai orang lain dan berperilaku baik dalam masyarakat (Seefeld, 2002).
Seorang guru yang mampu memperlakukan siswanyadengan bahasa cinta dan begitu juga siswanya yang berperilaku dengan bahasa cinta kepada guru dan siswa lainnya dalam bersosial, maka akan menumbuhkan hubungan sosial yang harmonis antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Perilaku siswa yang terbentuk pada dasarnya merupakan hasil dari mencontoh atau mentauladani perilaku yang diperlihatkan guru (Rahmat, 2010). Hal ini juga akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, belajar bukan lagi beban dan keterpaksaan, tetapi belajar adalah sesuatu yang menyenangkan, bebas, santai, penuh semangat. Susana belajar yang seperti ini yang diharapkan dapat tercipta dalam proses pembelajaran. DePorter (2007) menjelaskan satu-satunya hal yang dapat menarik minat siswa untuk belajar adalah hubungan sebagai manusia yang dapat mereka bangun dengan guru.
Siswa pada pendidikan dasar memerlukan pondasi yang tepat dalam penanaman karakter. Usia mereka membutuhkan model yang baik untuk perkembangan jiwanya. Guru adalah model yang tepat pada saat
475 pembelajaran di sekolah. Wardani (2002) mengemukakan bahwa seorang
Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta
pendidik harus melakukan berbagai peran dalam menjalankan suatu proses pendidikan, diantaranya (1) membimbing dengan kasih sayang (2) pembentuk kepribadian (3) sebagai tempat perlindungan (4) sebagai figur teladan.
Implementasi Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta Tantangan abad 21 memicu berbagai pihak untuk andil di dalamnya,
termasuk dunia pendidikan yang mempesiapkan generasi emas yang salah satunya adalah dengan membentuk manusia yang berkarakter. Karakter diharapkan mampu menjadi pondasi kuat menyongsong tantangan masa depan. Menghadapi tantangan masa depan diperlukan manusia yang memiliki kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan dan Kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab (BPSDM, 2014).
Kurikulum 2013 merupakan pijakan awal dalam proses pembelajaran. Implementasi kurikulum 2013 diharapkan mampu mewujudkan tujuan nasional pendidikan, mampu mewujudkan manusia yang terampil, cerdas,
dan berkarakter. Pengawalan yang serius terhadap implementasi kurikulum 2013 terutama dilakukan untuk menjamin terwujudnya Generasi Emas 2045 (Prasetyo, 2014).
Beberapa asumsi yang menyebabkan gagalnya pendidikan karakter (1) Adanya anggapan bahwa persoalan pendidikan karakter adalah
persoalan klasik yang penanganannya adalah sudah menjadi tanggung jawab guru agama dan guru PPKn. (2) Rendahnya pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengembangkan dan mengintegrasikan aspek- aspek pendidikan karakter ke dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan (3) Proses pembelajaran mata pelajaran cenderung bersifat transfer of knowledge dan kurang diberikan dalam bentuk latihan-latihan pengalaman untuk menjadi corak kehidupan sehari-hari. Asumsi ini harus kita tepis, bahwa keberhasilan pendidikan karakter adalah tanggung jawab kita bersama. Semua guru dalam mata pelajaran apapun harus mampu mengembangkan inovasi dan kreasinya untuk mengembangkan karakter sesuai yang tertera pada KI 1 dan KI 2 pada kurikulum 2013.
Bahasa cinta adalah tawaran yang menggiurkan untuk diterapkan guru dalam membentuk karakter. Beberapa hal yang dapat dilakukan guru adalah (1) Luangkan waktu 10 menit sebelum memulai pelajaran
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
untuk menayangkan video atau cerita tentang kisah bernuansa karakter (2) Saat membuka pelajaran pada kegiatan pendahuluan, sisipkan pertanyaan dan pernyataan tentang untuk apa Allah menciptakan, kebesaran Allah, atau rasa syukur kepada Allah atas karunia yang diberikan (3) Tambahkan pertanyaan dalam LKS tentang sikap spiritual dan sosial yang berhubungan dengan materi yang dipelajari (4) Tambahkan pada kegiatan penutup dengan kesimpulan yang melibatkan sikap spriritual dan sosial (5) Perhatian guru ditujukan untuk seluruh siswa tanpa pilih-pilih, dengan bahasa lembut dan berperilaku halus, bimbing siswa dengan telaten. (6) Berikan pujian dengan kata-kata yang baik, tidak mencemooh atau berkata-kata kasar walaupun siswa berbuat salah.
Tayangan video yang dimaksud dapat diperoleh dari media sosial, pilih yang sesuai dengan materi, tetapi apabila tidak menemukan yang sesuai materi tidak masalah, guru dapat menghubungkan/memberi benang merah dengan pernyataan atau pertanyaan yang diajukan pada siswa tentang video yang ditayangkan. Pertanyaan yang ditambahkan pada kegiatan pendahuluan atau di LKS misalnya “Mengapa Allah menciptakan suhu benda berbeda-beda?”, “Apa fungsi Allah menciptakan suhu yang berbeda-beda?”. Kalimat pernyataan yang diberikan guru misalnya “kita harus bersyukur bahwa Allah telah mendesain sedemikian rupa untuk kepentingan manusia”. “Coba pikirkan apa yang terjadi jika Allah menciptakan semua suhu benda sama. Kalimat-kalimat halus diberikan guru pada saat proses pembelajaran dapat membangkitkan dan memotivasi siswa.
Kisah bernuansa karakter dari video terbukti mampu menyentuh hati siswa. Hal ini terbukti dari antusias siswa dalam menyimak dan respon siswa setelah menyimak video. Anderson (1987) menjelaskan bahwa kelebihan dari tayangan video dengan menggunakan efek dan teknik, dapat menjadi media yang sangat baik dalam mempengaruhi sikap dan emosi. Pertanyaan dan pernyataan tentang sikap spiritual dan sikap sosial yang dilakukan guru terbukti mampu membiasakan siswa untuk mengagungi, mensyukur karunia Allah dan menumbuhkan sikap sosial yang baik. Penting bagi guru untuk memberi pertanyaan atau pernyataan pada siswa yang berkaitan dengan sikap spiritual dan sikap sosial pada saat membuka pelajaran untuk meningkatkan sikap spiritual dan sikap sosial siswa (Khoiriyah, 2016).
477 Kepedulian guru sebagai wujud bahasa cintanya pada siswa dapat
Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta
ditumbuhkan dengan berbagai cara, misalnya (1) Sabar menunggu ketika siswa tidak mengerjakan PR, bukan menghukumnya (2) Mudah memaafkan apabila siswa berbuat salah (3) Menanyakan alasan ketika siswa datang terlambat atau tidak membawa perlengkapan sekolah dan berusaha mencari solusi yang tepat dari permasalahan siswa. Hubungan yang baik yang terjalin antara guru dan siswa menjadi modal suksesnya pembelajaran. Prayitno (2002) menjelaskan bahwa dalam proses pendidikan hendaknya ada kedekatan antara pendidik dengan peserta didik.
Ksimpulan Bahasa cinta adalah cara yang tepat yang dipergunakan guru dalam
membangun karakter siswa. Ketulusan guru sebagai pendidik dalam proses pembelajaran menunjang keberhasilan pendidikan karakter. Berhenti untuk memberikan hukuman, ganti dengan memberikan pengertian tentang kesalahan yang dilakukan. Ajak siswa berfikir apa yang harus dan sebaiknya dikerjakan. Ubahlah pola pikir siswa dengan membuat siswa memahami tujuan yang dinginkan.
DAFTAR RUJUKAN Anderson, R. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk
Pembelajaran. Terjemahan Yusuf Hadi Miarso, dkk. Jakarta: PAU-UT. Baswedan, A. Gawat Darurat Pendidikan Indonesia. 2014. Disampaikan
dalam silaturahmi kementrian dengan kepala dinas. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
BPSDM Kemendikbud & Penjamu Pendidikan. 2014. Rasional Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.
Chapman, G. 2007. Lima Bahasa Cinta Menghadapi Remaja. Yogyakarta: Quills Book Publisher Indonesia.
Deplhie, B. 2005. Bimbingan Perilaku Anak. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. DePorter, Bobbi., dkk. 2007. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum
Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa. Dongoran, F. R. 2014. Paradigma Membangun Generasi Emas 2045 dalam
Perspektif Filsafat Pendidikan. Jurnal Tabularasa PPS Unimed, 11 (1): 61-76.
Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
Khoiriyah, A. J. 2016. Penerapan Inkuiri Terpimpin dalam Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Sikap Spiritual, Sikap Sosial, Pengetahuan, dan Keterampilan Siswa kelas VII SMPN 18 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Pascasarjana: Universitas Negeri Malang.
Muhtadi, A. 2014. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum Sekolah. Slide share. Diakses 21 November 2016.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah. 2014. Jakarta: Kementrian Pedidikan dan Kebudayaan.
Seefeldt, C. 2002. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks. Prasetyo, Z. K. 2014. Generasi Emas 2045 sebagai Fondasi Mewujudkan
Siklus Peradaban Bangsa Melalui Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kurikulum 2013 di Universitas Tanjungpura Pontianak pada Rabu, 16 April 2014.
Prayitno. 2002. Hubungan Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat SLTP.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Diundangkan oleh Sekertaris Negara Republik Indonesia.
Wardani. 2002. Pengantar Pendidikan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.
Membentuk Generasi Berkarakter Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah....