PEER COUNSELING UNTUK MENINGKATKAN SELF EFFICACY TERHADAP PERILAKU BERISIKO PADA REMAJA
PEER COUNSELING UNTUK MENINGKATKAN SELF EFFICACY TERHADAP PERILAKU BERISIKO PADA REMAJA
Etik Fariati SMKN 6 Malang
Upaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia, khususnya remaja di Indonesia dari waktu ke waktu selalu menemui kendala. Salah satu kendalanya adalah semakin meningkatnya kecenderungan remaja untuk melakukan sindrom perilaku berisiko. Sindrom perilaku berisiko pada remaja menurut Kagan (dalam Heaven, 1996) meliputi kehamilan di luar nikah, kenakalan remaja, dan pergaulan bebas.
Berdasarkan survey Media Litbang Departemen Kesehatan di tahun 2009 terdapat peningkatan perilaku berisiko pada remaja yang sangat tinggi, survey tersebut terjadi di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Kondisi tersebut menjadi lebih mengkhawatirkan, karena sedikit demi sedikit merambah ke kota-kota kecil termasuk Malang, yang ironisnya dikenal sebagai kota pelajar. Remaja dapat menghindari perilaku yang berisiko apabila dalam diri tertanam efikasi diri untuk mencegahnya. Self efficacy (efikasi diri) yang tinggi pada remaja menjadikan memiliki keyakinan personal untuk tetap melakukan perilaku sehat meskipun tantangannya berat. Self efficacy tinggi menjadikan remaja juga memiliki keyakinan untuk mampu mempelajari semua kemampuan menghindari perilaku berisiko.Selain itu, self efficacy merupakan evaluasi individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk menyelesaikan suatu tugas, mencapai tujuan, atau menghadapi suatu tantangan. Individu yang mempunyai efikasi diri tinggi akan mampu memotivasi diri dan mengontrol lingkungan sekitarnya, sehingga dapat menampilkan perilaku- perilaku tertentu sesuai dengan keinginannya (Bandura, 1997).
Salah satu upaya untuk meningkatkan efikasi diri remaja adalah melalui konseling sebaya (peer counseling). Konseling sebaya (peer counseling) merupakan konseling yang dilakukan oleh kelompok sebaya. Dalam hal ini dibangun melalui hubungan saling percaya terhadap
16 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa individu yang membutuhkan bantuan. Konseling ini dipandang cukup
efektif karena diberikan oleh teman sebayanya sendiri. Pada remaja ada kecenderungan untuk memiliki personal fable, yaitu keyakinan bahwa hanya dia yang mengalami pengalaman unik, bukan orang dewasa lain. Oleh karena itu, penguatan melalui konseling dipandang cukup bermakna dilakukan. Penguatan remaja untuk meningkatkan efikasi diri terhadap perilaku berisiko sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, upaya yang dilakukan masih sebatas menjadikan remaja sebagai objek, misalnya melalui ceramah dan pelatihan. Penguatan yang menjadikan remaja aktif untuk diri dan kelompoknya sendiri melalui konseling sebaya, tampaknya belum banyak dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan remaja yang memiliki hubungan dekat dan berinteraksi dengan pemuda yang lebih tua, akan terdorong untuk terlibat dalam kenakalan, termasuk juga melakukan hubungan seksual secara dini (Billy, Rodgers, & Udry, dalam Santrock, 2004: 414). Sementara itu, remaja alkoholik tidak memiliki hubungan yang baik dengan teman sebayanya, serta memiliki kesulitan dalam membangun kepercayaan pada orang lain (Muro & Kottman, 1995: 229). Remaja membutuhkan afeksi dari remaja lainnya, dan membutuhkan kontak fisik yang penuh rasa hormat. Remaja juga membutuhkan perhatian dan rasa nyaman ketika mereka menghadapi masalah. Selain itu, butuh orang yang mau mendengarkan dengan penuh simpati, serius, dan memberikan kesempatan untuk berbagi kesulitan serta perasaan seperti marah, takut, cemas, dan keraguan (Cowie and Wallace, 2000: 5). Uraian fakta di atas sangat menarik perhatian peneliti untuk melakukan sebuah pengujian lebih lanjut melalui penelitian tindakan (action research) dalam bimbingan dan konseling dengan judul “Peer Counseling untuk meningkatkan self afficacy terhadap perilaku berisiko pada remaja”.
METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research) yang
dilaksanakan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 6 Malang, Kota Malang, Propinsi Jawa Timur. Dalam menyelesaikan penelitian tindakan ini membutuhkan waktu selama dua bulan, terhitung sejak bulan Oktober 2016 sampai dengan bulan November 2016. Adapun pembagian waktunya meliputi penyusunan proposal penelitian dan penyusunan instrumen penelitian pada bulan Oktober.Bulan November
17 digunakan untuk mengumpulkan data atau melakukan tindakan
Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja
(action), analisis data, pembahasan dan analisis, serta menyusun laporan hasil penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode yang digabungkan sekaligus dalam pengambilan data.Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang padat, tepat, dan komprehensif. Dengan demikian, diharapkan dapat memenuhi standar data yang valid. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Angket, angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1993:124). Angket ini digunakan untuk mengetahui tanggapan responden terhadap pertanyaan yang diajukan. Dengan angket ini responden mudah memberikan jawaban karena alternatif jawaban sudah disediakan dan membutuhkan waktu singkat dalam menjawabnya. Metode ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. Angket ini terdiri dari dua bagian, yang pertama angket pretest yang diberikan kepada responden sebelum melakukan tindakan, dan yang kedua posttest diberikan setelah melakukan tindakan konseling sebaya.
2. Observasi. Metode observasi ini merupakan pengamatan atau mendengarkan perilaku individu dalam situasi atau selang waktu tanpa manipulasi atau mengontrol dimana perilaku itu ditampilkan. Observasi dalam penelitian ini juga tidak mengabaikan kemungkinan menggunakan sumber-sumber non manusia seperti dokumen dan catatan.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan deskripsi kualitatif, yakni data yang diperoleh dijelaskan secara rinci berdasarkan hasil pretest dan membandingkannya dengan hasil posttest. Kemudian disandingkan dengan hasil observasi di lapangan sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan. Data dianalisis berdasarkan metode pendekatan terhadap permasalahan yang diangkat, sehingga ada relevansi antara data dan kesimpulan. Subjek penelitian tindakan ini adalah semua siswa yang tergabung dalam kegiatan PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri
6 Malang. Rinciannya adalah 5 orang siswa yang terlatih sebagai peer counseling yang diambil berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan
18 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sebagai pemberi layanan bimbingan, sedangkan siswa yang menerima
layanan bimbingan berjumlah 31 orang. Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian tindakan ini berjumlah 36 orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Format pelatihan konselor sebaya berupa pelatihan yang bertujuan
agar konselor sebaya mampu bertindak sebagai peer educator yang memiliki keterampilan konseling dasar. Metode yang digunakan dalam pelatihan konselor sebaya meliputi ceramah, diskusi, brainstorming, dan simulasi. Materi yang diberikan berupa materi tumbuh kembang remaja, peran efikasi diri terhadap pencegahan perilaku berisiko, serta teknik- teknik dan strategi konseling sebaya. Pelatihan dilengkapi dengan buku panduan yang berisi materi yang disampaikan dalam pelatihan, serta materi yang akan dipresentasikan oleh para peer educator dalam konseling sebaya. Penekanan simulasi adalah melatih konselor sebaya agar mampu memberikan penguatan terhadap teman sebaya untuk menolak perilaku berisiko secara klasikal. Para konselor sebaya diarahkan untuk memiliki ketrampilan menjadi pendidik sebaya, dengan tugas memberikan informasi yang dibutuhkan remaja mengenai perilaku berisiko dan cara menghadapinya, serta menjadi model bagi remaja yang lain. Dalam kegiatan konselor sebaya ini, para konselor secara bergantian melakukan simulasi sebagai peer educator terhadap teman sebaya. Secara umum hasil pelatihan menunjukkan bahwa konselor sebaya sudah menunjukkan penguasaan materi dan ketrampilan sebagai peer educator untuk meningkatkan efikasi diri teman sebaya dalam menolak perilaku berisiko.
Pelaksanaan Konseling Sebaya Tindakan dalam bentuk konseling sebaya dilakukan konselor sebaya
yang terlatih terhadap teman sebaya dilaksanakan terdiri dari 2 siklus. Siklus 1 berupa pemberian konseling sebaya oleh konselor secara klasikal pada siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang. Siklus 2 peneliti merencanakan perbaikan tindakan pada siklus 1. Pada masing-masing siklus ini berisi kegiatan (1) perencanaan, (2) implementasi, (3) monitoring, dan (4) refleksi.
Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja
1. Siklus I: Konseling Sebaya Secara Klasikal
a. Tahap Perencanaan Pada siklus 1 ini peneliti merencanakan kegiatan ceramah dan
diskusi. Kegiatan ceramah dilakukan dalam bentuk pemberian informasi mengenai macam-macam perilaku berisiko pada remaja. Materi yang diinformasikan adalah kehamilan, narkoba dan miras, serta menjadi remaja dengan efikasi diri tinggi. Perencanaan dilakukan peneliti (guru BK) dan konselor sebaya untuk menentukan waktu pelaksanaan, dan tindakan yang akan dilakukan. Direncanakan kegiatan dilaksanakan tanggal 26 Oktober 2016 pukul 13.00 sampai selesai di ruang 5.
b. Tahap Pelaksanaan Konseling sebaya secara klasikal ini dilaksanakan pada tanggal 26
Oktober 2016 selama 2 x 45 menit, yaitu dimulai dari pukul 13.00 sampai
14.30 di ruang 5 dengan jumlah siswa 31 orang. Sebelumnya, terlebih dahulu siswa diukur efikasi dirinya terhadap perilaku berisiko.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Siswa (pretest)
No. Interval Frekuensi Frekuensi Relatif (%) Kategori 1 28 – 30
Rendah Sekali 2 31 – 33
Tinggi 5 40 - 42
Sangat Tinggi Jumlah 31
Hasil pengukuran sebelum tindakan menunjukkan bahwa ada 2 siswa (7%) yang memiliki skor efikasi diri rendah sekali, 11 siswa (35%) memiliki efikasi diri rendah, 14 siswa (45%) memiliki efikasi diri sedang,
3 siswa (10%) memiliki efikasi diri tinggi, dan 1 siswa (4%) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Setelah pretest, selanjutnya konselor sebaya memberikan konseling sebaya dalam bentuk peer education pada siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang.
c. Tahap Pengamatan Monitoring dilakukan melalui observasi selama kegiatan berlangsung.
Konselor sebaya menyampaikan materi dengan gaya dan bahasa yang mengena untuk taraf perkembangan remaja, serta cukup komunikatif meskipun masih tampak sedikit ketegangan di awal proses. Hasil
20 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa monitoring menunjukkan adanya ketertarikan siswa untuk mengikuti
informasi yang disampaikan konselor sebaya. Ada antusiasme siswa yang ditunjukkan oleh respon verbal maupun non verbal. Siswa tampak tenang menyimak ketika para konselor menyampaikan materi, dan mengajukan pertanyaan ketika ada hal-hal yang mengganjal.
Tabel 2. Deskripsi Hasil Pengamatan Peneliti pada Pertemuan Siklus ke I
No Kondisi yang Hasil Pengamatan Diamati 1. Melaksanakan tugas Sebagian besar siswa kurang aktif dalam mengikuti dalam segala situasi
proses kegiatan bimbingan klasikal yang berlansung, dan kondisi
sehingga berdampak pada kurangnya pemahaman mereka tentang materi yang sedang dijelaskan oleh konselor sebaya. Hal itu dapat dibuktikan ketika konselor sebaya memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa hanya tiga orang siswa yang mampu menjawab dengan baik.
2. Mempelajari Hampir seluruh siswa tidak dapat memahami kemampuan tertentu
kemampuan yang spesifik dalam dirinya.Hal itu dalam segala situasi
disebabkan karena kurangnya perhatian siswa pada dan kondisi
saat konselor sebaya menjelaskan materi, sehingga siswa tidak mampu mengenal kemampuan diri sendiri agar terhindar dari perilaku yang berisiko.
3. Mengendalikan diri Selama proses bimbingan berlansung, nampak berupa keyakinan
diamati sebagian besar siswa belum mampu tetap melakukan
mengontrol diri atau mengendalikan diri baik perilaku positif
perilaku verbal dan maupun perilaku non verbal yg meskipun tantangan
ditampilkan. Hal ini dibuktikan dengan ributnya yang dihadapi relatif
kelas membuat proses bimbingan kurang begitu besar
efektif. Karena kurangnya perhatian siswa pada materi yang sedang dijelaskan, membuat siswa tidak memahami sekaligus menumbuhkan keyakinan dalam diri untuk tidak melakukan berbagai perilaku berisiko.
4. Mempelajari semua Hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa proses kemampuan
kegiatan bimbingan berlansung tidak begitu efektif, menghindari perilaku
sehingga hal ini berdampak pada kurangnya berisiko
pemahaman dan kemampuan siswa dalam menghindari perilaku berisiko pada remaja.
5. Mengendalikan diri Kurangnya perhatian siswa pada materi yang dari perilaku berisiko
dijelaskan konselor sebaya disebabkan oleh meskipun tekanan
minimnya motivasi diri siswa sendiri untuk internal maupun
mendengarkan materi tersebut. Hal lain juga eksternal sangat kuat
dipengaruhi oleh adanya gangguan dan maupun tekanan dari teman sebaya, sehingga sebagian besar siswa didalam kelas kurang mampu mengendalikan diri untuk terhindar dari perilaku berisiko.
Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja
d. Tahap Refleksi Secara umum pelaksaaan konseling sebaya pada siklus 1 menunjukkan
proses yang berjalan cukup baik. Namun demikian, tampaknya keterlibatan penuh peserta konseling sebaya belum optimal. Siswa peserta konseling masih cenderung pasif mendengarkan, sedangkan keaktifan proses masih berada pada konselor sebaya. Berdasarkan evalusi dan refleksi ini peneliti merencanakan tindakan pada siklus II.
2. Siklus II : Konseling Sebaya melalui Diskusi Kelompok
a. Tahap Perencanaan Pada siklus II ini direncanakan peran konselor sebaya adalah sebagai
fasilitator diskusi kelompok siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang. Tujuan dari kegiatan adalah untuk lebih mengoptimalkan proses peer education dengan lebih menekankan partisipasi aktif siswa sebagai peserta konseling sebaya. Pada siklus 2 ini peneliti merencanakan kegiatan diskusi kelompok sebagai bagian dari pelaksanaan konseling sebaya. Diskusi dilakukan dalam bentuk pembagian kelompok di kelas. Dibentuk 5 kelompok dan masing-masing kelompok mendiskusikan macam-macam perilaku berisiko pada remaja beserta strategi menolak perilaku tersebut. Materi yang didiskusikan adalah kehamilan tidak diinginkan, narkoba, miras, tawuran, dan pembolosan. Peran para konselor sebaya adalah menjadi pendamping dan fasilitator diskusi kelompok. Kegiatan direncanakan pada tanggal 11 November 2016 pukul 13.00 sampai selesai di ruang 5.
b. Tahap Pelaksanaan Konseling sebaya secara klasikal ini dilaksanakan pada tanggal 11
November 2016 selama 90 menit yaitu dimulai dari pukul 13.00 sampai dengan pukul 14.30 di ruang 5 dengan jumlah siswa 31 orang. Diskusi berlangsung dengan cukup baik. Para konselor sebaya menunjukkan peran sebagai fasilitator yang baik, sehingga mendorong peserta diskusi untuk terlibat aktif dalam proses diskusi. Masing-masing kelompok menghasilkan pokok-pokok bahasan yang kemudian ditulis sebagai kesimpulan hasil diskusi kelompok. Selanjutnya hasil diskusi kelompok ini dipresentasikan secara pleno kelas.
c. Tahap Pengamatan Monitoring dilakukan melalui observasi selama kegiatan berlangsung.
Konselor menunjukkan peran yang baik sebagai fasilitator dan
22 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa pendamping dalam diskusi kelompok. Diskusi berlangsung cukup menarik
karena antusisme dan partisipsi aktif siswa sangat menonjol. Pokok- pokok hasil diskusi masing-masing kelompok sudah menunjukkan sangat tingginya efikasi diri siswa untuk menolak perilaku berisiko.
Tabel 3. Deskripsi Hasil Pengamatan Peneliti pada Pertemuan Siklus ke II
No Kondisi yang diamati Hasil Pengamatan
1. Melaksanakan tugas Sebagian besar siswa sangat aktif dalam
dalam segala situasi dan mengikuti proses diskusi yang berlansung pada kondisi
kelompoknya masing-masing, terihat mereka saling berdebat, memberikan masukan, dan maupun mengkritik pendapat teman sekelompoknya. Hal itu dapat dibuktikan ketika konselor peneliti memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa pada sesi akhir kegiatan hampir semua siswa berebutan menjawab semua pertanyaan yang diajukan. Namun, ada satu siswa yang terlihat diam tanpa merespon sekalipun.
2. Mempelajari Secara keseluruhan siswa terlihat aktif dalam kemampuan tertentu
mengemukan berbagai temuan yang pernah dalam segala situasi dan
diamati dilingkungan masyarakat terkait dengan kondisi
berbagai kenakalan–kenakalan yang dilakukan oleh kalangan remaja dan juga dampak negatif yang timbul dari perilaku tersebut.Hal ini sangat membantu siswa agar dapat mengenal diri lebih dalam lagi.
3. Mengendalikan diri Selama proses diskusi kelompok berlansung, berupa keyakinan tetap
nampak diamati sebagian besar siswa sudah melakukan perilaku
mampu mengontrol diri atau mengendalikan diri positif meskipun
baik perilaku verbal dan maupun perilaku non tantangan yang
verbal yang ditampilkan. Hal ini dapat dibuktikan dihadapi relatif besar
dengan keheningan dan ketenangan kelas karena semua siswa sangat aktif untuk berpikir dan mencari ide untuk mengemukakan pendapatnya masing–masing pada diskusi kelompok.
4. Mempelajari semua Hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa kemampuan
proses diskusi kelompok yang berlansung sangat menghindari perilaku
efektif, sehingga semua siswa dapat mempelajari berisiko
dan memahami semua materi diskusi dengan baik, hal ini menandakan adanya peningkatan kemampuan siswa untuk menghindari perilaku yang berisiko.
5. Mengendalikan diri dari Efektifitas diskusi kelompok sangat perilaku berisiko
mempengaruhi motivasi siswa dalam berpikir dan meskipun tekanan
menemukan ide–ide yang cemerlang.Hal ini internal maupun
membuat siswa tidak memiliki kesempatan untuk eksternal sangat kuat
mempengaruhi teman sebayanya untuk melakukan berbagai perilaku yang berisiko.
Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja
d. Tahap Refleksi Evaluasi terhadap tindakan pada siklus II menunjukkan peningkatan
kualitas proses maupun isi konseling sebaya secara signifikan. Tampak ada pemahaman dan penguasaan konselor sebaya maupun peserta konseling sebaya terhadap materi dan berbagai ketrampilan untuk menolak perilaku berisiko. Secara umum pelaksanaan konseling sebaya pada siklus II menunjukkan proses yang berjalan cukup baik. Tampak keterlibatan penuh peserta konseling sebaya yang ditunjukkan cenderung aktif dalam mengikuti kegiatan diskusi. Sesudah konseling sebaya diberikan pada siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang, selanjutnya siswa kembali diukur efikasi dirinya terhadap perilaku berisiko. Adapun skor efikasi diri sisiwa sesudah tindakan menunjukkan bahwa:
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Variabel Efikasi Diri (Post Test) No.
Interval
Frekuensi Frekuensi Relatif (%)
Sangat Rendah
Tinggi 5 47 - 49
Sangat Tinggi Jumlah 31
Hasil pengukuran setelah tindakan menunjukkan bahwa ada 1 siswa (3%) yang memiliki skor efikasi diri sangat rendah, 2 siswa (6%) memiliki efikasi diri rendah, 2 siswa (6%) memiliki efikasi diri sedang,
23 siswa (76%) memiliki efikasi diri tinggi dan 3 siswa (9%) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Hal ini membuktikan bahwa setelah siswa mendapatkan tindakan berupa konseling sebaya maka sebagaian besar atau 85% siswa memiliki self efficacy yang sang tinggi untuk menghindari perilaku berisiko dikalangan remaja saat ini. Jika hasil pre test dan post test diperbandingkan, tampak ada kecenderungan peningkatan efikasi diri siswa yang diberi konseling sebaya secara berarti. Pada saat pre test ada ada 2 siswa (7%) yang memiliki skor efikasi diri rendah sekali, 11 siswa (35%) memiliki efikasi diri rendah, 14 siswa (45%) memiliki efikasi diri sedang, 3 siswa (10%) memiliki efikasi diri tinggi dan 1 siswa (4%) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Sedangkan pada saat post test hanya terdapat ada 1 siswa (3%) yang memiliki skor efikasi diri sangat rendah,
24 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa
2 siswa (6%) memiliki efikasi diri rendah, 2 siswa (6%) memiliki efikasi diri sedang, 23 siswa (76%) memiliki efikasi diri tinggi dan 3 siswa (9%) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Hal ini membuktikan bahwa setelah siswa mendapatkan tindakan berupa konseling sebaya maka sebagaian besar atau 85% siswa memiliki self efficacy yang sang tinggi untuk menolak perilaku berisiko dikalangan remaja saat ini.
Pada para konselor sebaya setelah tindakan pada siklus 2 berakhir dilakukan pengukuran kembali. Perbandingan perolehan skor total pada para konselor sebaya sebelum dan sesudah tindakan menunjukkan adanya peningkatan skor efikasi diri yang cukup berarti. Hal Ini menunjukkan bahwa pada konselor sebaya, aktivitas sebagai konselor pada konseling sebaya juga turut meningkatkan efikasi diri remaja untuk menolak perilaku berisiko. Hasil ini cukup menggembirakan mengingat konselor sebaya sendiri juga berperan sebagai model bagi teman-teman sebayanya.
Secara kognitif, penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran dan orientasi remaja untuk berperilaku sehat dan menghadapi situasi yang menekan dengan strategi pengelolaan diri yang efektif. Salah satu indikatornya adalah adanya peningkatan skor efikasi diri sesudah tindakan jika dibandingkan dengan sebelum tindakan. Ditinjau dari aspek motivasi, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi peserta konseling dan konselor sebaya untuk menghindari perilaku berisiko. Uraian dan tayangan konselor sebaya pada teman- temannya cukup menggugah peserta konseling sebaya dan para konselor sebaya sendiri untuk tidak lagi berani melakukan perilaku berisiko. Diskusi kelompok dan diskusi pleno menunjukkan tingginya motivasi siswa yang diberi konseling dan para konselor sebaya untuk menghindari atau menolak perilaku berisiko. Secara afektif, hasil yang terlihat dalam penelitian ini adalah remaja tidak lagi merasa cemas seandainya menolak perilaku berisiko yang ditawarkan teman-temannya. Ini tampak dari hasil diskusi ketika siswa diminta menggambarkan perasaannya ketika menghadapi situasi tersebut. Ketika dihadapkan pada situasi dilematis untuk melakukan atau menghindari perilaku berisiko, pada saat diskusi tampak siswa sudah mampu memilih perilaku yang cenderung menghindari perilaku berisiko.
25 PENUTUP
Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja
Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan suatu buku panduan sederhana bagi konselor sebaya untuk membantu meningkatkan efikasi diri teman -
teman sebayanya terhadap perilaku berisiko. Selain itu, penelitian ini juga dapat menghasilkan gambaran proses suatu penerapan konseling sebaya di sekolah untuk meningkatkan efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. Dalam penelitian tindakan ini sebenarnya terdapat dua tindakan dan dua populasi subyek yang dikenai tindakan. Tindakan pertama, berupa: pelatihan konselor sebaya dan penerjunan konselor sebaya yang sudah dilatih tersebut kepada para siswa. Tindakan kedua berupa konseling sebaya oleh para konselor sebaya berupa: ceramah dan diskusi yang ditujukan kepada siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang. Ada lima remaja yang menjadi konselor sebaya, setelah melewati seleksi. Hasil tindakan berupa pelatihan konselor sebaya yang dilanjutkan penerjunan menjadi pendidik dan konselor sebaya bagi teman sekelasnya menunjukkan hasil adanya peningkatan efikasi diri para konselor sebaya sebelum dan sesudah tindakan. Ada 31 siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang yang dikenai tindakan konseling sebaya berupa ceramah dan diskusi. Hasil menunjukkan terjadinya peningkatan efikasi diri para siswa yang mendapat konseling sebaya untuk meningkatkan efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko.
Saran Untuk meningkatkan self efficacy terhadap perilaku remaja, hendaknya
diberikan penguatan melalui kegiatan PIK (Pusat Informasi dan Konseling) yang terintegrasi dalam Bimbingan dan Konseling, maka perlu ditingkatkan pelatihan-pelatihan konselor sebaya dan dikaji hal-hal yang berkaitan dengan cara pengefektifan dinamika komunikasi di kalangan remaja. Hal ini untuk mengantisipasi persoalan yang berkaitan dengan ketidakaktifan konselor sebaya atau peer counselor dalam menjalankan perannya atau persoalan yang berkaitan dengan kurangnya koordinasi dan komunikasi di antara para pengelola yang berkompeten dengan konselor sebaya yang telah mengikuti pelatihan.
26 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta Bandura,1994.
Ontological and Epistemological Terrains Revisited. Journal of Behavior Therapy and experimental Psychiatry. 27, 323-345
Borg, W and Gall MD. Education Research and Introduction. Fourth Edition. Longman Inc
Heaven P.C.L. 1996. Adolescence Health: The Role of Individual Differences. London: Routledge.
Kusmilah, S, Rimayanti, Aini, N, Hartanto D, dan Purwoko, F. 2004. Model Peer Counseling dalam Mengatasi Problematika Remaja Akhir. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIP UNY
O’Leary, A. 1985. Self Efficacy and Health. Behavioral Research and Therapy,
23, 437-451. Scwarzer, R and Renner,B. 1995. Health Specific Self Efficacy Scale. www.
Ralfschwarzer.com Thompson CL, Rudolph LB, dan Henderson DA. 2004. Counseling for
Children. USA: Thompson Brooks/Cole.
Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter