MENGGAPAI ULURAN TANGAN ANAK

MENGGAPAI ULURAN TANGAN ANAK

Sulistiana SMA Negeri I Kebomas Gresik

Dunia anak adalah dunia impian. Berjuta bintang, bunga, anak binatang dengan berbagai kelucuannya, kebun, laut, langit dan berbagai isi alam berpadu dalam warna dan nuansa bak negeri dongeng. Semua hadir dalam dunia anak. Milik anak.

Setiap orang dewasa, utamanya yang telah menikah, tidak akan menolak bahwa kehadiran anak adalah hal yang paling ditunggu dalam kehidupan rumah tangga. Para orang tua bahkan rela melakukan apapun demi hadirnya sang buah hati yang tidak hanya menambah makna dalam kehidupan, tetapi juga sebagai generasi penerus bagi keluarga besar ayah dan ibu. Kelahiran anak menambah kokoh keberadaan pasangan suami dan istri. Demikian pula sebaliknya, anak terlahir ke dunia dengan kebutuhan untuk disayangi tanpa kekerasan (Margaretha; Workshop Klinis Kekerasan Seksual).

Tetapi fenomena saat ini sungguh membuat pilu dan miris siapapun yang memiliki hati nurani yang normal dan wajar. Anak-anak saat ini sejak lahir sudah menghadapi bahaya yang sangat luar biasa terhadap fisiknya yakni kekerasan seksual terhadap anak. Di Medan, seorang ayah tega mencabuli anak perempuannya yang baru berusia 18 bulan. Di Kukar, seorang guru SD menjadi tersangka kasus sodomi terhadap seorang siswanya. Di Cianjur, pedofilia melibatkan seorang oknum guru SD di Yayasan Al-Azhar. Pelaku berinisial AS diduga melakukan pelecehan seksual terhadap belasan muridnya. Sedangkan di Aceh, seorang oknum polisi ditahan setelah mencabuli 5 bocah (Kompas com, 23/04/2014). Dan tidak seorang pun bisa melupakan tragedi JIS. Sekolah yang katanya ber-SPP 20 juta per bulan itu telah menjadi mimpi buruk yang membuka fakta bahwa tindak kekerasan seksual terhadap anak bisa terjadi dimana saja, pada kalangan apa saja tanpa melihat latar belakang pendidikan dan yang lainnya.

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

Data dari Komnas Perlindungan Anak menyebutkan, terdapat 2508 kasus kekerasan terhadap anak (KTA) sepanjang tahun 2011. Dari jumlah itu, 62,7 persennya adalah bentuk kekerasan seksual. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan pada 2010 yakni sebanyak 2413 kasus (vivanews.com,20/12/11). Hasil asesmen tentang KTA di 3 sekolah dasar yang dilakukan oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan World Population Foundation (WPF) tahun 2010 lalu, juga masih menemukan adanya guru yang melakukan tindak kekerasan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajarya, khususnya kekerasan fisik dan psikis (Modul Aku Anak Berani). Bahkan saat ini Jawa Timur dinyatakan sebagai tempat tindak kekerasan seksual terhadap anak tertinggi secara nasional, dengan rincian 20% diantaranya terjadi di lingkungan pendidikan (Workshop Klinis; Kekerasan Seksual Terhadap Anak).

Hal ini membuat para orangtua merasa tidak aman terhadap keberadaan anak baik di sekolah dan tempat umum lainnya, misal saja; tempat bermain, tempat wisata, tempat les dan sejenisnya. Anak laki- laki maupun perempuan semuanya memiliki potensi sebagai korban kekerasan seksual.

Mengapa anak-anak? Karena anak seringkali diposisikan sebagai sosok yang lemah dan mudah tergoda dengan iming-iming yang sangat bernilai bagi anak-anak tetapi bersifat sederhana bagi orang dewasa. Anak-anak adalah sosok tidak berdaya dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang dewasa baik yang tidak dikenal dan lebih-lebih pada yang dikenal. Suatu hal yang lumrah jika anak-anak merasa takut saat menghadapi ancaman dari orang dewasa yang memiliki otoritas akan dirinya. Melihat tubuh yang lebih besar dan kekuatan yang juga lebih besar dari dirinya, menekan keberadaannya. Tentu saja kebanyakan anak menjadi takut karenanya, meski tidak menutup kemungkinan adanya anak yang pemberani. Tetapi tentu saja jumlah anak yang pemberani tidaklah banyak. Secara umum lebih banyak yang takut dan tidak mampu berpikir panjang untuk melindungi dirinya.

Oleh karenanya, hampir setiap kasus yang terungkap, pelakunya adalah orang dekat korban. Orang-orang terdekat yang seharusnya memberi perlindungan dan kasih sayang, justru menjadi tersangka urutan pertama. Bisa merupakan orang yang dikenal dan disukai anak. Bisa perempuan maupun laki-laki; menikah maupun single. Bisa sesama anak, remaja atau dewasa. Bisa jadi anggota keluarga, rekan, guru,

257 rohaniwan, pengusaha, atau siapapun yang melakukan kontak dengan

Menggapai Uluran Tangan Anak

anak tanpa menghiraukan tingkat intelektual dan latar belakang pendidikan karena tidak berpengaruh pada perilaku pelecehan seksual (Modul Aku Anak Bahagia). Erlinda, Sekretaris Jendral KPAI menyatakan; kekerasan seksual terhadap anak itu ibarat fenomena gunung es, atau dapat dikatakan bahwa satu orang korban yang melapor di belakangnya ada enam anak bahkan lebih yang menjadi korban tetapi tidak melapor (http://indonesia.ucanews.com,diakses pada 20 November 2016).

Kekerasan seksual terhadap anak baik perempuan maupun laki-laki tentu tidak boleh dibiarkan. Kekerasan seksual terhadap anak adalah pelanggaran moral dan hukum, serta melukai secara fisik dan psikologis. Kekerasan seksual terhadap anak dapat dilakukan dalam bentuk sodmi, pemerkosaan, pencabulan, serta incest.

Kekerasan Seksual Pada Anak Menurut Ricard J. Gelles (Hurairah, 2012), kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya

terhadap anak-anak (baik secara fisik maupun emosional). Kekerasan seksual terhadap anak menurut End Child Prostitution in Asia Tourism

(ECPAT) Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seorang yang lebih tua atau orang dewasa seperti orang asing, saudara sekandung atau orang tua dimana anak dipergunakan sebagai obyek pemuas kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan bahkan tekanan.

Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang menggunakan anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan

seksual. Tidak terbatas pada hubungan seks saja, tetapi juga tindakan- tindakan yang mengarah kepada aktivitas seksual terhadap anak-anak, seperti : menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si anak memakai pakaian atau tidak; segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh; membuat atau memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual; secara sengaja melakukan aktivitas seksual yang dilakukan orang lain; membuat, mendistribusikan dan menampilkan gambar atau film yang mengandung adegan anak- anak dalam pose atau tindakan tidak senonoh; serta memperlihatkan kepada anak, gambar, foto atau film yang menampilkan aktivitas seksual (www.parenting.co.id, diakses pada 20 November 2016).

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Tetapi dalam psikologi perkembangan ada penahapan atau periodesasi rentang kehidupan manusia yang ditandai oleh ciri-ciri atau pola-pola tingkah laku tertentu. Titik berat pembagian fase-fase perkembangan didasarkan pada gejala-gejala perubahan fisik anak, atau didasarkan atas proses biologis tertentu. Aristoteles misalnya, membagi dalam 3 fase. 1). Fase anak kecil atau masa bermain (0 – 7 tahun), 2). Fase anak sekolah atau masa belajar (7 – 14 tahun), 3). Fase remaja (pubertas) atau masa peralihan dari anak menjadi dewasa (14 – 21) tahun.

Menurut Maria Montessori, pembagian fase-fase perkembangan anak mempunyai arti biologis, sebab perkembangan itu adalah melaksanakan kodrat alam dengan asas pokok, yaitu asas kebutuhan vital (masa peka), dan asas kesibukan sendiri. Fase-fase perkembangan itu adalah: 1). 0 –

7 tahun, periode penangkapan dan pengenalan dunia luar dengan pancaindra, 2). Umur 7 – 12 tahun, periode abstrak, dimana anak-anak mulai menilai perbuatan manusia atas dasar baik- buruk dan mulai timbulnya insan kamil, 3). Umur 12 – 18 tahun, yaitu periode penemuan diri dan kepekaan sosial, 4). Umur 18 tahun ke atas, periode pendidikan perguruan tinggi (Desmita, 2009;20-35).

Adapun secara kognitif, Piaget (dalam Desmita, 2009; 98) menyatakan bahwa kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan secara bertahap. Secara sederhana kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif dalam 4 tahap, yaitu; tahap sensori-motorik (sejak lahir hingga usia 2 tahun), tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional formal (usia 11 tahun ketas). Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun.

Jika mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6 – 9 tahun), dan masa kanak-kanak akhir (10 – 12 tahun) (Desmita, 2009; 96-101). Hal ini mengandung pengertian, anak usia sekolah Dasar secara sederhana memiliki kemampuan mengenali lingkungan, mampu menilai perbuatan baik dan buruk, serta secara kognitif mampu melakukan penalaran konkret-operasional yakni berpikir

259 secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan melakukan

Menggapai Uluran Tangan Anak

klasifikasi. Dalam pengertian yang lebih luas mereka telah mampu untuk berpikir tentang keselamatan dirinya terhadap ancaman kekerasan seksual. Hal ini tidak sesuai dengan pandangan lama yang menyatakan bahwa anak-anak selayaknya “boneka” yang tidak mengerti apa-apa dan tidak mampu berbuat apa-apa terhadap bahaya yang mengintainya.

Anak-anak usia sekolah dasar (SD) memang belum bisa sepenuhnya menghilangkan kesenangan masa kecilnya, tampak masih senang bermain dan mudah memberi kepercayaan pada orang dewasa yang dalam benaknya orang dewasa adalah orang yang selalu baik hati pada setiap anak-anak. Secara teori perkembangan dan kognitif, anak-anak memiliki potensi untuk mampu mengenali gejala kejahatan yang mengancam dirinya. Mereka hanya belum memiliki pengalaman untuk mengantisipasinya dengan baik. Disinilah peran orang-orang dewasa, baik itu orang tua sendiri, guru, pegiat sosial dan lain sebaginya, membekali anak-anak dengan wawasan dan ilmu pengetahuan untuk mengasah ketajaman anak terhadp bahaya seksual yang mengancam dimana-mana. Karena kejahatan itu adalah masalah kesempatan, demikian slogan pemeberantas kejahatan atau pak polisi pada tayangan televisi.

Modul Aku Anak Berani yang digagas oleh YKAI dan Rutgers WPF, membuat program yang diharapakan dapat menjadi salah satu solusi bagi permasalahan kekerasan seksual terhadap anak. Melalui workshop yang digelar oleh Psikologi Unair, modul tersebut ditujukan untuk anak SD kelas 3-5. Modul memiliki tujuan untuk membangun pengetahuan dan kesadaran baru pada diri anak-anak tentang tindak kekerasan, sehingga mereka dapat menghindari kemungkinan menjadi korban maupun pelaku kekerasan. Selain itu, modul dirancang untuk memberdayakan anak-anak, membangun sikap mental dan ketrampilan yang dibutuhkannya untuk dapat mencari solusi pada saat menghadapi kekerasan. Melalui program tersebut, anak-anak diharapkan mengembangkan kepercayaan diri, kemampuan untuk menghargai dirinya sendiri dan orang lain, sikap empati dan kepedulian untuk membangun orang lain, sikap tanggap dan responsif, keberanian dan kreativitas untuk berinisiatif menyelesaikan masalah dengan cara positif.

Secara umum modul berisi tentang pemahaman anak pada daerah sensitif mereka sekaligus bagaimana cara melindungi dari orang-orang yang tidak berhak untuk melakukannya. Salah satunya bagaimana anak

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

mengenali berbagai jenis sentuhan pada daerah sensitif tersebut. Ada sentuhan baik, sentuhan membingungkan dan sentuhan buruk. Sentuhan baik adalah sentuhan yang tidak mengarah pada organ sensitif anak. Sentuhan membingungkan adalah sentuhan yang mengarah pada organ sensitif yang dilakukan oleh orag yang dikenal dan membuat anak merasa tidak nyaman tetapi tidak tahu bagaimana cara menolaknya. Sentuhan buruk adalah sentuhan yang mengarah langsung pada organ sensitif anak yang dilakukan oleh orang tidak dikenal maupun dikenal oleh anak yang membuat anak menjadi ketakutan.

Modul Aku Anak Berani juga berisi pembelajaran tentang bagaimana cara anak dapat mengenal dirinya secara utuh dan bagaimana ia dapat menjaga dirinya. Melalui modul tersebut anak memiliki wawasan dalam aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek ketrampilan. Peran guru atau orang dewasa lain dalam memotivasi siswa untuk terlibat dan berpendapat sesuai daya imajinasinya, akan membuat anak memiliki pemahaman terhadap gejala kekerasan seksual yang mengancamnya. Pada akhirnya mereka akan menularkan ilmu yang dimiliki pada temannya, atau bisa menjadi model belajar bagi anak-anak lainnya.

Beberapaa gambar di bawah merupakan contoh bagaimana anak mengetahui perlindungan terhadap organ sensitif mereka, baik perempuan maupun laki-laki;

261 DAFTARPUSTAKA

Menggapai Uluran Tangan Anak

Anonim.______. Modul Aku Anak Berani. Workshop Nasional: Kekerasan Seksual Terhadap Anak.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hurairah, Abu. 2012. Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nuasa Press.

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

Perkembangan Inovasi Baru dalam Layanan Bimbingan Konseling

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, AKTIVITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PERUBAHAN LABA DI MASA DATANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

18 254 20

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

2. TPM KOTA IPA PAKET B

21 153 17

MatematikaIPS B

0 28 12

ANALISIS KEMAMPUAN LABA OPERASI DALAM MEMPREDIKSI LABA OPERASI, ARUS KAS OPERASI DAN DIVIDEN KAS MASA DEPAN ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI 2009-2011)

10 68 54

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

TINJAUAN HISTORIS GERAKAN SERIKAT BURUH DI SEMARANG PADA MASA KOLONIAL BELANDA TAHUN 1917-1923

0 26 47