PROFESIONAL GURU IPA DALAM MEMBANGUN GENERASI ABAD 21 MELALUI GERAKAN LITERASI DAN KARYA

PROFESIONAL GURU IPA DALAM MEMBANGUN GENERASI ABAD 21 MELALUI GERAKAN LITERASI DAN KARYA

Endang Mudjianah SMP Negeri 1 Siliragung Kec. Siliragung Kab. Banyuwangi

Guru merupakan salah satu pilar bangsa, tanpa guru pesan tak dapat tersampaikan kepada peserta didiknya. Guru yang tidak mampu menyampaikan pesan dengan benar dan baik kepada peserta didik belum bisa dikatakan guru tetapi belum profesioanal. Kualitas bangsa akan ditentukan oleh kualitas generasi penerus bangsa. Oleh karenanya yang penting bukan hanya kebijakan, kurikulumnya, metode pembelajaran tetapi pelaku utama dalam dunia pendidikan, yang berkiprah membangun dan mencetak generasi di masa depan yaitu guru. Kebijakan, kurikulum itu tak lain sebagai pedoman, acuan dalam melangkah melaksanakan proses pembelajaran sedangkan metode, strategi, model pembelajaran adalah sarana dan cara guru untuk mengembangkan pembelajaran, pengetahuan yang dimiliki untuk ditransferkan kepada siswa/peserta didiknya.

Disadari atau tidak guru sebagai ujung tombak di dunia pendidikan ikut ambil bagian dalam mencetak peserta didik 5 – 10 tahun ke depan. Keberhasilan peserta didik baru bisa dirasakan betul setelah para guru bertemu, mendengar cerita jika ada murid-muridnya bekerja di tempat yang mapan dan benar. Alangkah bangganya seorang guru bisa bertemu dengan mantan muridnya yang sukses di bidang apapun dan muridnya mengatakan keberhasilan ini juga karena motivasi bapak / ibu guru atau seorang murid mengatakan masih ingat saya pak/bu yang nakal itu lho. Sejalan dengan pemikiran Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Sumarna Surapranata dalam kata sambutan Modul Guru Pembelajar yaitu Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas.

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

Hiruk pikuk kasus yang melanda di negara ini merupakan salah satu kesalahan tanpa sadar yang guru-guru lakukan saat mengajar/ menyampaikan sebuah kata/kalimat, memperlakukan peserta didik. Mereka tidak pernah menyadari dan tidak pernah berfikir dampak jangka panjang dan sangat besar di masa yang akan datang. Contoh kecil saja, pernahkah guru melatih peserta didik untuk jujur pada saat ulangan, mulut bisa berbicara tetapi tanpa penerapan yang benar akan ikut mencetak atau membangun peserta didik di masa akan datang menjadi korupsi, mafia narkoba, pecandu, ini semua didasari oleh ketidakjujuran.

Menjadi tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik untuk membangun peserta didik sebagai generasi penerus perjuangan di negara ini melalui gerakan peserta didik berkarya didahului dengan peningkatan profesionalisme guru. Membaca definisi profesionalisme guru itu gampang, yang sulit ketika istilah profesionalisme harus dipahami dan guru harus menerapkan keprofesionalnya dalam membangun peserta didiknya menuju abad 21. Sangat ironis sekali bila ada guru yang tidak tahu profesionalnya sebagai guru. Profesionalisme dengan 4 kompetensi yang harusnya melekat pada diri seorang guru masih banyak yang belum mengalir pada darah seorang guru dan belum menyatu di hati mereka. Tentu saja sebelum melangkah membangun generasi abad 21, guru memahami betul profesionalismenya guru dalam UU no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Permendiknas no. 16 tahun 2007 tentang Standart Kualifikasi Akademik dan Kompetensi guru.

Pemerintah dengan Permendikbud no. 23 tahun 2015 melalui Penumbuhan Budi Pekerti, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan Gerakan Literasi Bangsa (GLB) dengan tujuan menumbuhkan budi pekerti anak melalui budaya literasi (membaca dan menulis). Menurut hasil penelitian tahun 2012, budaya membaca masyarakat Indonesia menduduki peringkat 64 dari 65 negara. Gerakan literasi ini ditanamkan dan dikaitkan dengan gerakan peserta didik berkarya. Tanpa membaca dan menulis sudah tentu sulit untuk menghasilkan karya. Gerakan Literasi Bangsa merupakan kegiatan ekstrakurikuler bukan intrakurikuler dan tidak menambah jam belajar dengan model membaca, mengkontruksi dan menulis kembali hasil bacaan dengan bahan bacaan yang sudah disiapkan yang relevan dengan perkembangan psikologi dan kecerdasan peserta didik.(http://badan

291 bahasa.kemendikbud.go.id). Gerakan literasi ini juga menjadi pilar

Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui.....

terciptanya generasi abad 21 melalui karya peserta didik. Modal utama yang harus dilalui peserta didik adalah kebiasaan berliterasi (membaca dan menulis). Literasi ini yang menjadi kendala seseorang untuk berkembang, jangankan peserta didik, guru yang tidak mau membaca dan menulis selama mereka mengatakan sebagai seorang guru sangat besar berdampak negative mustahil dapat mencetak generasi abad 21. Melalui kegiatan literasi peserta didik akan mampu berkarya dan akan menuntut guru juga untuk melakukan literasi.

Pengembangan Kebijakan Pemerintah perlu dipandang sebagai usaha pemerintah untuk memperbaiki di setiap line kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui dunia pendidikan pemerintah merenta kembali penanaman budi pekerti anak dengan gerakan literasi sekolah. Menurut Unesco 2003. Literasi terkait dengan pengetahuan, bahasa dan budaya. Literasi juga terkait dengan kemampuan mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Gerakan Literasi Sekolah merupakan gerakan social dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca yang dilakukan 15 menit diarahkan tahap pengembangan dan pembelajaran disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 13.(http://ainamulyana.blogspot.com). Gerakan literasi sekolah memiliki tujuan yang jelas yang utama membaca dan menulis agar di masa yang akan datang menjadi budaya bagi diri sendiri dan lingkungan. Gerakan literasi sekolah akan bermakna dan mengenai sasaran bila Kepala Sekolah sebagai pilot disekolah dan pembantu-pambantunya, guru serta penanggung jawab kegiatan literasi memahami apa maksud dan tujuan diadakan literasi. Dinas Pendidikan sebagai pengontrol jalannya literasi di sekolah juga mengfungsikan diri sebagai pengawas ke tingkat bawah, apakah sudah sesuai dengan himbauan yang disampaikan kepada sekolah melalui kepala sekolah. Kalau tidak ada pengawasan atau pengontrolan jalannya literasi di sekolah al hasil tidak ada gunanya gerakan literasi yang dicanangkan pemerintah di dunia pendididkan akhirnya gerakan literasi hanya sekedar himbauan dan himbauan dan akan berlalu begitu saja tanpa bekas.

Oleh karenanya sebagai guru yang memahami maksud dan tujuan gerakan literasi tidak seharusnya kalah start untuk melakukan kegiatan

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

literasi pada mata pelajaran yang diampunya. Mata pelajaran IPA memilki keterkaitan yang kuat dengan tujuan literasi. Walaupun sebenarnya literasi tidak harus berhubungan dengan mata pelajaran, namun untuk kepentingan membangun budaya literasi dan memberi motivasi pada peserta didik, guru memberi kesempatan kepada peserta didik secara bebas dan seluas-luasnya untuk waktu tertentu 5-10 menit untuk melakukan literasi Kegiatan ilmiah IPA membantu guru untuk mengarahkan peserta didik dalam membangun budaya literasi. Literasi (membaca dan menulis) antara lain diarahkan pada peserta didik untuk pembuatan karya berupa alat peraga, laporan atau membuat kerangka karya ilmiah. Namun tidak memasung peserta didik untuk melakukan literasi yang berkaitan dengan IPA saja boleh yang lain, tentunya diperlukan tagihan-tagihan sebagai control kegiatan literasi yang dilakukan.

Guru sebagai pelaku pendidikan ditingkat bawah (sekolah) tidak semuanya mampu menangkap sinyal-sinyal kebaikkan pemerintah dalam memperbaiki dunia pendidikan khususnya, bangsa dan negara pada umumnya. Banyak kalangan yang berpikir sempit dalam menanggapinya dengan lontaran ganti menteri ganti kebijakan, yang lebih mengharukan lagi ketika lontaran-lontaran itu dimaksudkan untuk menutupi ketidakmampuan dan ketidakmauan untuk menjadi lebih baik karena mereka para guru merasa sudah baik dan benar dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Perubahan demi perbaikan-perbaikan merupakan kewajaran yang semestinya bisa diterima dengan keikhlasan hati. Tanpa ada perubahan, kebijakan maupun pengembangan dari pemerintah selaku pengontrol dari atas guru sebagai pelaku pendidikan di sekolah tidak akan pernah tahu apa yang telah dilakukan benar atau salah karena pada dasarnya manusia sebagai pribadi tidak pernah melakukan intropeksi diri dan tidak pernah merasa salah dalam menyampaikan/ mentransfer ilmu kepada peserta didiknya. Sifat manusiawinya akan muncul ketika diusik dengan kebijakan baru yaitu mempertahankan pendiriannya sendiri yang dianggapnya sudah baik dan benar.

Zaman sudah berubah, pola pikir peserta didik berubah dan lingkungan yang mempengaruhinya juga berubah, apa yang akan terjadi bila guru tidak mau merubah pola pikir, tindakan dan memahami peserta didik dari pengaruh lingkungannya. Perubahan, pengembangan dan kebijakkan pemerintah sudah pasti ada dasarnya, tujuan dan maksud

293 untuk masa depan generasi penerus bangsa, masyarakat, sekolah maupun

Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui.....

keluarga. Walaupun guru selaku pendidik di sekolah menjadi orang pertama tahu permasalahan-permasalahan yang ada pada diri peserta didik beserta lingkungan yang mepengaruhinya namun jika pemikirannya tidak sesuai dengan kondisi peserta didik di era sekarang maka masalah akan membunuh diri sendiri. Pola pikir guru sekarang sudah tidak sejalan dengan pola pikir peserta didik saat ini. Dan peserta didik tidak bisa diperlakukan seperti guru kita dulu memperlakukan kita. Peserta didik tidak dapat diperlakukan sama karena mereka memilki watak, kepribadian, latar belakang dan tujuan yang berbeda juga lingkungan yang begitu kejam serta pemikiran yang jauh tidak seimbang dengan pemikiran guru di zamannya. Andaikata guru seorang dokter dan peserta didik adalah pasiennya, penyakit yang tidak sama, hasil analisa sama hanya karena gejala yang diderita sebagian ada yang sama selanjutnya diberi obat yang sama apa jadinya, guru tersebut sama artinya melakukan mal praktek, akan sangat berbahaya bagi peserta didik saat ini dan di masa yang akan datang.

Apabila terjadi ketidaksesuaian perilaku peserta didik, sebenarnya bisa disebabkan oleh guru namun guru tidak pernah mau dikatakan dirinya salah. Contoh kecil saja salah satu peserta didik nilainya jelek, memang anak itu sulit diatur, anak itu memang bodoh dan sebagainya, tidak pernah mereka menyadari atau introspeksi diri sudahkah guru menyampaikan hal-hal yang benar, sudahkan pembelajaran dilakukan dengan benar. Ini yang menjadi persoalan atau akar permasalahan dari tahun ke tahun hasil Ujian Nasional menurun, karakter bobrok, masa yang panjang munculnya banyak pengangguran, dan masih banyak persoalan kehidupan sehari-hari yang tidak sesuai.

Pada akhirnya munculah permasalah-permasalah karena ketimpangan yang ada., antara lain bagaimana guru professional yan diharapkan mampu menghantarkan peserta didik menuju gerbang generasi emas abad 21 dan bagaimana cara yang dilakukan guru untuk mencetak peserta didik menuju gerbang abad 21?

Keberhasilan sebuah proses belajar mengajar diperlukan adanya keseimbangan antara usaha yang dilakukan guru, kemauan peserta didik dan sarana yang mendukungnya. Peranan guru menuju gerbang keberhasilan harus dilalui dengan menapaki jalan berliku-liku. Sebagai inspirator dan motivasi tidak cukup menggugurkan kewajibannya sebagai

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

seorang guru yaitu mengajar saja. Namun mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan dan melatih sudah selayaknya menjadi satu kesatuaan yang harus tertanam pada diri seorang guru. Setiap langkah kaki seorang guru, seharusnya guru menyadari akan beban yang dipikul untuk mengantarkan peserta didiknya. Tiada rasa berat, tiada beban yang dipikirkan tugas akan dijalani dengan menyenangkan “Bismillah” dengan ridho Allah peserta didik bukanlah beban. Guru akan terus berusaha mengembangkan pengetahuan, menggali ilmu pendidikan dan pembelajaran sebagai bekal mengantarkan peserta didiknya. Dengan satu kata “Sukses” menjadi modal bagi guru untuk mengiringi langkah perjuangan peserta didik. Tidak cukup hanya mempertimbangkan usaha yang dilakukan oleh guru tetapi dengan latar belakang peserta didik yang berbeda-beda, pengaruh negatif lingkungan yang sangat kuat baik keluarga, sekolah maupun di masyarakat kondisi mental peserta didik akan menjadi pertimbangan dalam menapaki jalan yang berliku-liku itu untuk mencapai tujuannya. Peserta didik yang menyadari akan tujuan yang akan dicapai, jalan yang akan dilalui, kendala yang dihadapi akan lebih mudah mencapai harapannya. Ditambah sarana yang mendukungnya dari keluarga, sekolah untuk proses pembelajaran atau proses belajar mereka, bukanlah hal yang sulit untuk dapat mencapai harapan diri sendiri, orang tua dan sekolah. Usaha-usaha yang dilakukan guru mendidik diri sendiri yaitu dengan keprofesionalannya dimaksudkan sebagai modal dan bekal dalam mencetak peserta didik menapaki perjalanan yang berliku-liku itu yaitu menuju generasi abad 21melalui kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah dengan mewujudkan sebuah karya peserta didik yang diawali dengan menanamkan kegiatan literasi.

Di sekolah tujuan dari pembelajaran atau hasil belajar tidak hanya dilihat dari nilai atau angka-angka tetapi sikap perilaku yang sesuai norma agama, tata tertib sekolah norma-norma dalam masyarakat sehingga perkembangan yang terjadi merupakan perkembangan kompetensi peserta didik dalam hal berpikir, kreativitas dan kepribadian. Menurut piaget yang ditulis kembali oleh Agus Suprijono (2012:31) bahwa pengetahuan meliputi:

a. pengetahuan fisis yang terbentuk langsung terhadap objek yang dipelajari

b. pengetahuan matematis logis yang dibentuk berdasarkan koordinasi, relasi dan

295 penggunaan objek artinya seseorang harus berpikir terhadap objek

Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui.....

yang dipelajari.

c. pengetahuan sosial yang dibentuk melalui interaksi seseorang dengan orang lain yang memiliki pengetahuan atau pemikiran tentang proses pembelajaran dan proses belajar.

Orang tua akan menjadi kekuatan atas keberhasilan peserta didik. Dirumah mereka juga mengarahkan, membimbing, memberi tauladan kepada putra-putri, bukan tidak mungkin harapan yang luar biasa akan mereka nikmati karena keberhasilan putra-putrinya. Orang tua peserta didik yang mampu menempatkan diri sebagai pengayom, tauladan, sahabat, inspirator, motivator bukan sebagai penuntut suatu saat akan merasakan hasilnya melebihi apa yang mereka pikirkan

Namun pada kenyataanya banyak hal yang bertentangan dengan harapan baik dari guru, peserta didik maupun orang tua. Masih banyak guru yang belum sadar akan pilihannya menjadi guru, menjadi guru karena terpaksa, terpaksa tidak mendapatkan pekerjaan lain, terpaksa karena saat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi yang bisa menerima sesuai kemampuan yang dimiliki di jurusan guru atau mendapatkan ijazahnya tidak melalui perjuangan, di sisi lain dari pihak orang tua banyak orang tua yang hanya bisa menekan, meminta kepada anak- anaknya (peserta didik) untuk mendapatkan rangking, kalau nilai ulangan/ hasil rapotnya jelek mereka hanya bisa marah-marah tetapi tidak pernah bisa menyelesaikan atau mencari akar permasalahan. Dalam hal ini yang paling penting dalam hidup manusia, mereka hanya bisa menyuruh, membentak-bentak tanpa ada contoh, tanpa ajakan dan sebagainya. Mestinya tauladan akan lebih mengena di hati daripada hanya dibentak- bentak. Contoh: anak dibentak-bentak untuk sholat, tetapi orang tuanya sendiri tidak pernah sholat atau sholatnya 1 kali dalam setahun. Sebagai guru melihat dan merasakan peristiwa yang seperti ini sungguh sangat menusuk hati. Masih banyak orang tua yang tidak pernah memikirkan bagaimana andaikata aku jadi anak walaupun mereka pernah menjadi anak, bisa jadi ini hasil tiruan dari orang tua mereka dulu.Contoh: ketika nilai anak jelek, pernahlkah orang tua menanyakan atau mengajari anak-anak, mereka hanya bisa marah-marah tidak pernah mengarahkan untuk berani menanyakan kepada guru yang mengajar tetapi bisa juga karena ketidak beraniaannya, ketakutan, malu atau sikap diamnya karena dengan gurunya tidak bisa terbuka atau mungkin mereka tidak

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

memahami materinya, sehingga tidak tahu apa yang harus ditanyakan. Baik itu karena guru maupun orang tua, yang pasti mengalami ketidakadilan adalah peserta didik dengan kata lain peserta didik akan menjadi korban. Perilaku peserta didik menjadi menyimpang tidak sesuai dengan norma agama, tata tertib sekolah dan norma masyarakat.

Menangani masalah dari sekian banyak peserta didik dengan kondisi, latarbelakang yang berbeda, keinginan yang bervarisi dibutuhkan guru- guru yang mau, peduli, tegar, kuat iman dan sabar, kadang-kadang gurupun memiliki kemauan atau prinsip yang tidak sama. Kondisi guru yang demikian ini juga menjadi pemicu terhalangnya peserta didik mencapai sukses. Karena guru merupakan salah satu pilar yang mampu mengantarkan kesuksesan peserta didik dengan 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, sudah pasti guru akan ikut andil dan mampu mewujudkan satu kata ‘Sukses” bagi peserta didik. Meningkatkan kompetensi inipun juga tidak mudah, perlu waktu dan bisa jadi masih banyak guru yang tidak menyadari apa yang harus dilakukan maupun ditingkatkan, yang penting mereka mengajar dianggap sudah menggugurkan kewajibannya. Jangan heran kalau out put peserta didik jauh dari angan-angan, kadang-kadang ada juga yang tidak mengajar, ada tapi tidak ada. Jika memberi motivasi pada diri sendiri tidak mampu bagaimana memberi motivasi pada orang lain atau pada peserta didik. Diklat-diklat diadakan juga bisa dipantau hasilnya ketika mereka mengerjakan tagihan, banyak diantara mereka yang copy paste, bagi mereka yang penting dapat sertifikat.

Oleh karena itu pilarnya harus kokoh untuk mampu mengantarkan kesuksesan peserta didik. Peningkatan 4 kompetensi harus atau wajib hukumnya karena guru yang seperti ini yang akan menjadi inspirator dan motivator bagi peserta didik karena motivasi akan menjadi kekuatan bagi peserta didik untuk menjalani hidup, hidup di dunia pendidikan di sekolah. Anak adalah amanah dari Allah di dunia ini, peserta didik adalah amanah di sekolah, mereka harapan orangtua, msyarakat, bangsa dan negara. Dipundak merekalah perjuangan ini akan dilanjutkan, mereka tombak di masa depan oleh karena itu memenuhi hak-hak mereka adalah kewajiban guru sebagai pemegang amanah di sekolah dan sebagai pelaku dalam proses pembelajaran.

Dalam literatur-literatur ilmu kependidikan (Suara A’isyiah : 2015) dikenal teori-teori terkait dengan kesuksesan pembelajaran yaitu :

Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui.....

1. Ahmaddah ahammi min at thariqah artinya materi lebih penting dari strategi/metode mengajar untuk pembelajaran.

2. At thariqah ahammi min al- maddah artinya strategi/metode mengajar lebih penting dari

materi.

3. Al mumuta’alim ahammi min al- maddah wa at thariqah artinya pembelajaran dan

siswa lebih penting dari materi dan strategi/metode mengajar.

4. Al mu’allim au al mudarris ahammu min kulli syai artinya guru lebih dari segalanya untuk keberhasilan sebuah proses pembelajaran/kegiatan belajar mengajar.

Teori di atas menunjukkan bahwa keberhasilan proses pembelajaran berada di tangan guru yang profesinal bukan ditentukan oleh kebijakan, penentu kebijakan, pergantian kurikulumnya, media pembelajarannya dan bahkan Presiden sekalipun.

Guru profesional adalah guru yang memiliki 4 kompetensi, menurut Permendiknas no 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik

dan Kompetensi guru yaitu guru yang menguasai:

1. Kompetensi Pedagogik meliputi memahami peserta didik, memahami teori—teori/prinsip-prinsip pembelajaran, mampu mengembangkan kurikulum, melakukan kegiatan pembelajaran, mengembangkan potensi peserta didik, berkomunikasi kepada peserta didik dan melakukan penilaian sekaligus mengevaluasi proses pembelajaran.

Memahami potensi peserta didik merupakan langkah awal untuk mengarahkan peserta didik dalam berkarya. Tidak hanya peserta didik yang mampu saja yang memi;lii kesempatan untuk berkarya, kadang- kadang ada beberapa peserta didik yang secara teori tidak mampu ternyata ketika dihadapkan dengan dunia nyata atau melakukan kegiatan yang jelas kelihatan mereka justru lebih baik disbanding dengan peserta didik yang memiliki kelebihan pada teori pembelajaran/ konsep-konsep yang ada. Ini sebuah kesalahan yang muncul karena pada umumnya orang tua/guru di sekolah yang sebelumnya mengandalkan pada teori-teori.

2. Kompetensi kepribadian meliputi adanya interaksi sesuai norma, agama, hukum sosial dan kebudayaan nasional, memiliki pribadi yang dewasa dan menjadi tauladan dan memilki etos kerja, tanggung jawab

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

yang tinggi serta bangga menjadi guru. Dengan berkepribadian yang mantap dan stabil, seorang guru akan bertindak sesuai norma yang berlaku, memilki sikap mandiri, disiplin, arif, bertindak untuk kepentingan peserta didik, sekolah dan masyarakat, berwibawa atau berperilaku positif dan berakhlak mulia/religius sehingga menjadi tauladan bagi peserta didik.

Kepribadian guru berpengaruh besar terhadap perilaku peserta didik. Guru yang memiliki tauladan yang baik akan mendorong peserta didik untuk melakukan kebaikan seperti apa yang sudah dilakukan oleh guru. Tauladan lebih penting dari hanya sekedar menyuruh ini dan itu. Apalagi guru memilki prestasi yang patut dijadikan contoh bagi peserta didik. Tauladan akan terpancarkan pada kegiatan yang dilakukan oleh guru tentunya yang berdampak positif. Peserta didik diajak bersama-sama guru melakukan kegiatan yang bermakna dan berdampak di masa yang akan datang diantaranya dengan berkarya yang dilandasi dengan kebiasaan berliterasi (membaca dan menulis).

3. Kompetensi sosial meliputi bersikap obyektif, tidak diskriminatif, melakukan komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan orang tua dan masyarakat. Keprofesionalan guru dituntut dengan tidak membedakan latarbelakang, kemampuan, warna kulit, siapa orang tuanya (kaya/miskin) agar semua peserta didik mendapatkan perlakuan dan pelayanan yang sama. Peserta didik berhak mendapatkan pengarahan sesuai dengan ide-ide yang didiskusikan dengan guru. Selain itu tidak segan-segan dan perlu melakukan diskusi dengan guru lain tentang kondisi peserta didik. Perbedaan yang ada pada peserta didik merupakan khasanah social bagi guru ketika menerapkan atau mengarahkan kegiatan-kegiatan dalam membangun peserta didik menuju abad 21.

4. Kompetensi profesional artinya menguasai konsep keilmuannya (materi ajar, metode, strategi dan konsep) dan selalu mengembangkan keprofesiaannya. Dalam 3 tahun dibagi dijabarkan menjadi 10 kompetensi yang dijelaskan pada modul-modul pembelajaran. Dengan adanya guru pembelajar sebenarnya pemerintah bermaksud untuk membelajarkan guru-guru namun kembali pada sifat guru itu sendiri mau belajar atau tidak. Namun untuk mampu mengantarkan peserta didik menuju gerbang abad 21 dibutuhkan guru yang ikhlas, ringan hati, ringan kaki untuk mewujudkan sebuah karya hasil dari peserta didik.

299 Budaya literasi harus dimulai dari pelaku pendidikan yang utama

Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui.....

adalah guru, Guru ujung tombak pendidikan di sekolah bagaikan makan buah simalakama, dilakukan tidak mampu tidak dilakukan salah. Berapa ribu guru yang ada di sebuah kabupaten? Berapa persen yang membaca dan menulis, menjadi sebuah tanda tanya besar bagi diri sendiri, sekolah, Dinas penddikan dan pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan, keadaan inipun tidak disadari oleh guru, betapa menyedihkan sekali ketika guru dengan tanpa bersalah naik pangkat tanpa ada karya yang mampu diukir dengan tangan sendiri. Banyak guru yang tidak berani mencoba membuat karya tulis sendiri, walaupun sudah banyak yang mengikuti pelatihan-pelatihan penyusunan Karya Ilmiah namun pada akhirnya mereka mengajukan kenaikkan pangkat dengan mengeluarkan uang tanpa menggoreskan pena untuk menulis. Kalau sudah seperti ini bagaimana mereka (guru) bisa menerapkan literasi dengan benar sesuai dengan anjuran kebijakan yang ada. Mereka tidak akan pernah tahu membaca dan menulis yang diinginkan, yang sesuai dan yang dapat mengarah pada penulisan sebuah karya tulis karena mereka tidak pernah berhadapan dengan pengujian sebuah karya. Bila guru berani membuat karya ilmiah berkaitan dengan kenaikkan pangkat dan diujikan maka betapa banyak ilmu yang akan didapatkan karena kesalah-kesalahan penulisannya. Disinilah sebenarnya guru belajar, belajar dari kesalahan karena salah akhirnya tahu yang benar.

Peserta didik tidak cukup disuruh membaca kemudian merangkum apa yang dibacanya, tetapi bagaimana membaca yang benar dan menuliskan kembali apa yang dibaca tidak hanya merangkum saja. Kalau setiap hari membaca dan merangkum akan dapat menimbulkan kejenuhan dan literasi menjadi tidak bermakna, pada ujung-ujungnya literasi tidak mampu memberi motivasi kepada peserta didik untuk meningkatkan kesukaan membaca dan menulis karena literasi tidak berdampak positif tetapi menjadi beban bagi peserta didik. Belum lagi bila guru menambah beban kepada peserta didik untuk kegiatan literasi peserta didik di beri tugas mencari bacaan di internet dan dikumpulkan, sudah menambah biaya pengeluaran tetapi tidak berujung dan mengarah pada tujuan yang jelas akhirnya tujuan literasi menjadi kabur.

Menjadi lebih kabur lagi tujuan literasi bila pelaksanaan Literasi di sekolah dimasukkan jam belajar, dan selama jam itu peserta didik disuruh membaca dan merangkum sedangkan guru yang diberi tanggung

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

jawab hanya duduk tanpa memberikan masukan kepada peserta didik bagaimana membaca yang benar, yang bermakna sekaligus menulis yang mengikat. Kembali kepada kemampuan guru dalam memahami tujuan literasi di sekolah. Hal ini juga tidak luput dari pengalaman guru dalam membaca dan menulis. Sudah semestinya guru mencari tahu apabila ada perubahan/perbaikan/himbauan yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Informasi pasti lebih gampang dicari dibanding zaman dulu. Banyak guru yang pegang Hp mahal tetapi tidak banyak yang menggunakan sesuai dengan kebutuhan, khususnya yang berkaitan dengan dunianya. Gerakan Literasi banyak di muat di internet asalkan kita mau membaca pasti akan mendapatkan dan akan memahami maksud dan tujuannya.

Oleh karenanya sebagai guru yang memahami maksud dan tujuan gerakan literasi tidak seharusnya kalah start untuk melakukan kegiatan literasi pada mata pelajaran yang diampunya. Mata pelajaran IPA memilki keterkaitan yang kuat dengan tujuan literasi. Walaupun sebenarnya literasi tidak harus berhubungan dengan mata pelajaran, namun untuk kepentingan membangun budaya literasi dan memberi motivasi pada peserta didik, guru memberi kesempatan kepada peserta didik secara bebas dan seluas-luasnya untuk waktu tertentu 5-10 menit untuk melakukan literasi. Kegiatan membuat karya harus dilandasi dengan literasi untuk mendapatkan ide-ide berkaitan dengan karya yang dibuat. Di sinilah ntu guru membantu peserta didik dan mengarahkan peserta didik dalam membangun budaya literasi. Literasi (membaca dan menulis) antara lain diarahkan pada peserta didik untuk pembuatan laporan membuat kerangka karya ilmiah. Namun tidak memasung peserta didik untuk melakukan literasi yang berkaitan dengan IPA saja boleh yang lain, tentunya diperlukan tagihan-tagihan sebagai control kegiatan literasi yang dilakukan.

Menumbuhkan kebiasaan membaca dan menulis (literasi) memerlukan rangsangan yang mendorong peserta didik untuk tertarik dan menyenangi kegiatan literasi tersebut. Sebagai guru IPA peluang untuk merangsang peserta didik yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu adalah melakukan kegiatan ilmah yang didahului dengan kegiatan eksperimen. Walaupun sebenarnya literasi tidak harus terkait dengan bidang studi tertentu namun untuk membangun budaya literasi perlu adanya kebiasaan atau membiasakan peserta didik untuk melakukan kegiatan membaca

301 dan menulis. Karena literasi di sekolah belum diterapkan secara maksimal

Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui.....

dan dilaksanakan terlepas dari aturan yang telah ditetapkan maka guru IPA perlu membantu pemerintah menciptakan budaya literasi. Literasi yang dilaksanakan di sekolah-sekolah rata-rata hanya melakukan kegiatan membaca dan merangkum yang sebanarnya bukan hanya kegiatan seperti itu tetapi ;lebih luas lagi dalam membaca harus mampu mengikat makna/ menemukan bagian yang penting dan mampu mencerikan/ menyampaikan kembali apa yang dibacanya. Kegiatan membaca dalam pembelajaran dilakukan setiap 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan menulis selama 5 menit yang bersifat umum yang penting membaca dan menulis selanjutnya masuk pada kegiatan ilmiah membaca materi yang berkaitan dengan tema kegiatan eksperimen. Kegiatan literasi akan berlanjut setelah kegiatan eksperimen selesai dilaksanakan yaitu dengan membuat laporan. Membuat laporan ilmiahpun jika tidak dilatih/dibiasakan juga tadak mungkin peserta didik mampu membuatnya. Secara tidak disadari peserta didik sudah melakukan banyak kegiatan literasi antara lain membaca, menulis, kemampuan mengidentifikasi, menentukan, menemukan dan sebagainya. Kegiatan literasi tidak harus dilakukan saat pembelajaran tetapi dilakukan di luar jam pelajaran saat melakukan kegiatan eksperimen. Materi eksperimen yang akan dilakukan tidak harus berasal dari guru IPA tetapi guru memberi keluasan dan kebebasan kepada peserta didik untuk mencari ide-ide baru apa yang dapat dikaryakan dengan mencari sumber bacaan sendiri kemudian dikomunikasikan dengan guru dan guru mengarahkan yang disesuaikan dengan materi IPA, namun bila berkaitan dengan mata pelajaran lain guru IPA mengarahkan kepada peserta didik untuk menghubungi guru yang lain yang sesuai dengan yang diampu. Namun ada kalanya guru yang bersangkutan kadang tidak memahami maksud dan tujuan dari literasi dan tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis atau literasi termasuk didalamnya tidak pernah membuat karya ilmiah.

Kegiatan literasi pada saat melakukan membuat sebuah karya dari hari ke hari ditentukan/ditargetkan ada perubahan setiap menitnya. Misalnya hari pertama membaca mendapatkan 100 kata maka hari kedua seharusnya lebih dari 100 kata dan seterusnya. Demikian juga dengan menulis peserta didik dilatih dalam 5 menit hari berikutnya harus ada perubahan lebih banyak. Awalnya peserta didik hanya membaca kemudian dilanjutkan dengan membaca yang mengikat makna/ yang berarti

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

sehingga kata, kalimat yang diikat dapat disampaikan kembali dengan mengembangan kalimat tersebut sesuai dengan cara pandang mereka. Membaca adalah melisankan gambar huruf yang bersusun jadi kata, kata jadi kalimat, tetapi menyinkronkan pikir, hati dan penglihatan yang menuntun pembaca mengungkapkan lisan yang jelas. (Harnowo:133:2016). Pemantauan kegiatan membaca dari hari ke hari harus dilakukan oleh guru dan peserta perlu menyimpan hasil yang dilakukan setiap harinya.

Kegiatan menulis dalam kegiatan ilmiah diarahkan pada pembuatan laporan yang dikembangkan lagi ke penulisan karya ilmiah. Ditargetkan dalam satu tahun peserta sudah bisa dan mampu membuat karya ilmiah dengan ide dari peserta didik, minimal peserta didik mampu membuat makalah atau artikel. Menulis yang benar memerlukan ketrampilan, kebiasaan dan harus dibangun sehingga menjadi budaya menulis di sekolah. Ini merupakan salah satu tujuan literasi yang dilakukan di sekolah dan lebih jauh akan tertanam pada pribadi peserta didik di masa yang akan datang. Latihan menulis tidak jauh berbeda dengan membaca, ditekankan setiap 5 menit di hari berikutnya harus mendapatkan jumlah kata yang lebih banyak, diawali dengan menulis bebas tidak terpasung dunia IPA, puisi, ceritapun boleh. Dengan harapan bagi guru IPA akan mendapatkan tidak hanya satu hasil karya tetapi lebih, tidak hanya membuat karya ilmiah tetapi dimungkinkan ada diantara peserta didik yang mampu membuat cerita pendek/panjang, deskripsi dari suatu daerah wisata, asal usul daerah kelahirannya, menulis resep makanan, menulis hasil laporan dan lain-lainnya. Bila itu terjadi guru IPA mengarahkan kepada guru yang sesuai dan mampu membimbing selanjutnya. Sehingga apa yang ditulis peserta didik menjadi tulisan yang bermakna dan terarah sesuai dengan apa yang dipikirkan dan apa yang menjadi luapan emosinya. Menulis adalah menggambarkan ekspresi hati yang tampak pada gambar dan huruf melalui proses berfikir yang bermakna karena tulisan adalah tuturan lisan yang dicerna oleh indra mata. (Hernowo:133:2016). Untuk sebuah karya Ilmiah peserta didik dilatih memahami dengan benar membuat laporan, dan selanjutnya dimulai menulis kata pengantar, latar belakang, rumusan masalah, hipotesa dan seterusnya. Proses menulis ini membutuhkan waktu yang lama oleh karenanya diperlukan latihan mulai dari dasar sampai benar- benar paham. Selain membaca, menulis merupakan bagian dari literasi yang perlu dibangun sehingga berdampak pada kebiasaan membaca dan

303 menulis. Membangun budaya literasi inilah yang dibutuhkan untuk

Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui.....

kelangsungan penulisan karya ilmiah dari sebuah karya yang dibuat.. Kegiatan ilmiah untuk menghasilkan sebuah karya dimulai dengan

membaca, peserta harus membaca sumber- sumber yang diperlukan untuk melakukan kegiatan. Kesempatan diberikan kepada peserta didik untuk mendapatkan ide-ide baru atau ide ditentukan oleh guru dan peserta didik memperluas pengetahuan dengan mencari di internet atau sumber yang lain. Sebelum kegiatan ilmiah berlangsung peserta didik sebanyak-banyaknya mencari sumber bacaan yang mendukung kegiatan tersebut. Selama kegiatan ilmiah berlangsung peserta didik melakukan literasi dengan menulis yaitu pengambilan data, analisa data, membahas kegiatan (membaca dan menulis) dan yang terakhir membuat laporan (membaca dan menulis). Sehingga dengan melakukan kegiatan ilmiah peserta didik sudah terbangun literasinya. Hal ini senada dengan kurikulum KTSP bahwasanya ketrampilan ilmiah meliputi ketrampilan mengamati, mengukur, mencatat data, menerapkan prosedur, memprediksi, menginferensi, merencanakan, melaksanakan dan yang terakhir melaporkan semua ini membutuhkan ketrampilan dasar membaca dan menulis. Seiring juga dengan Kurikulum 13 yaitu 5 M, mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasikan dan mengkomunikasikan.

Selama proses terbangunnya budaya literasi mulailah ditentukan target-target yang diinginkan atau yang dicapai antara lain berkaitan dengan pembuatan laporan dari kerja ilmiah. Dalam jangka panjang minimal peserta didik mampu membuat makalah, artikel dan sebuah karya yang lebih luas yaitu karya ilmiah. Guru IPA hanya sebagai jembatan mengantarkan peserta didik untuk melatih diri menuangkan apa yang dipikirkan dari sebuah pengamatan kemudian menuangkan dalam bentuk tulisan sesuai dengan hati dan emosinya. Bukan tidak mungkin ada diantara peserta didik yang mampu membuat sebuah cerita baik yang nyata maupun yang khayal. Terciptalah karya-karya yang selanjutnya perlu diarahkan ke mana hasil karya-karya ini dijadikan karya yang bermakna. Diawali diadakan lomba-lomba disekolah agar memberi motivasi kepada peserta didik yang sudah berkarya atau peserta didik yang lain yang belum berkarya. Tanpa ada pengakuan karya lunturlah tujuan membangun budaya literasi di sekolah. Ditingkat pusat sudah ada lomba-lomba yang memberi rangsangan kepada peserta didik untuk dapat mengikutinya namun perlu pedamping dari guru

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

untuk bisa melangkah ke sana. Oleh karenanya menjadi tantangan bagi guru untuk mencari dan mendapatkan info-info yang berkaitam dengan karya peserta didik agar bisa dibanggakan oleh diri sendiri, keluarga dan sekolah. Guru harus terus berkarya juga. Kalau sudah demikian ini membangun budaya literasi melalui kegiatan ilmiah merupakan hubungan yang sangat terkait bagaikan hubungan simbiosis mutualisme dimana keduanya saling membutuhkan dan dibutuhkan. Membaca menulis apa? Bila tidak ada kegiatan ilmiah. Sehingga membaca menulis ada tujuan. Kegiatan ilmiah apa? Bila belum membaca menulis apa yang dikerjakan. Simbiosis antara literasi dan kegiatan ilmiah akan seiring dengan model literasi yang dicanangkan pemerintah yaitu model literasi membaca, mengkontruksi dan menulis. Terbentuknya sebuah karya dari hasil literasi akan sejalan dengan pemikiran seorang tokoh pendidikan yaitu kemampuan mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan.

Untuk mendukung gerakan literasi ini diperlukan kerjasama dengan sarana dan prasarana yang ada di sekolah antara lain peran perpustakaan dan isinya termasuk petugas perpustakaan yang siap melayani kegiatan peserta didik, laboratorium IPA dan isinya termasuk petugas laboran harus mampu mengimbangi kebutuhan peserta didik, Laboratorium TIK dan petugas yang harus share dengan peserta didik dan yang terakhir perancang kurikulum harus terbuka wawasannya menghadapi gerakan literasi. Jika semua unsur melakukan tanggungjawab sesuai dengan bidangnya gerakan literasi akan berdampak positif bagi peserta didik khususnya masyarakat luas pada umumnya. Karena peserta didik akan merasa membutuhkan untuk membaca dan menulis dan akan terangsang pikirannya ke hal-hal yang bermanfaat. Yang paling utama gerakan literasi untuk semua jenis bacaan dan tulisan sedangkan kegiatan ilmiah hanya rangsangan bagi peserta didik agar termotivasi untuk berliterasi dan untuk membangun budaya literasi karena kemampuan, potensi dan daya khayal masing-masing peserta didik berbeda. Perbedaan yang ada justru akan memperkaya terbentuknya karya-karya peserta didik. Dengan literasi diharapkan peserta didik menghasilkan sebuah karya bebas tidak hanya bidangf IPA tetapi bisa bidang studi yang lain. Secara keseluruhan diharapkan peserta didik menjadi insan yang memiliki sifat-sifat yang

305 berkarakter menuju generasi abad 21 antara lain guru dengan

Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui.....

profesionalnya mampu membekali generasi abad 21 dengan : keimanan, kecerdasan, siap berubah, berani menghadapi tantangan, siap bersaing, tegar dan pantang menyerah, kreatif, berkepribadian, berkualitas. Karakter ini akan terbentuk selama proses literasi sampai menghasilkan karya. Peserta didik akan merasakan setelah 10 tahun ke depan itulah abad 21 atau abad emas sehingga Visi, Misi dan fungsi pendidikan nasional akan sekaligus tercapai.

Dari pembahasan diatas tentang profesional guru IPA dalam membangun generasi abad 21 melalui gerakan literasi dan karya dapat disimpulkan dengan profesionalnya dalam 4 kompetensi yang dimiliki guru ternyata mampu membangun proses pembelajaran yang baik mampu menghasilkan pembelajaran yang berkualitas sehingga keberhasilan proses pembelajaran bukan ditentukan oleh kebijakan, penentu kebijakan, pergantian kurikulumnya, media pembelajarannya. Keberhasilan proses pembelajaran menunjukkan terbangunnya generasi abad 21. Hal ini ditandai saat proser literasi berlangsung sebagai hasil akhir terciptanya karya-karya peserta didik. Diharapkan akan tertanam peserta didik yang beriman, cerdas, siap berubah, berani menghadapi tantangan, siap bersaing, tegar dan pantang menyerah, kreatif, berkepribadian, berkualitas.

Rujukan: Asmani, Ma’mur Jamal. 2009. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan

Inovatif. Ciputat: Penerbit DIVA Press. Sofan, Hendro dan Ahmadi, Iif. 2011. Pembelajaran Akselerasi. Jakarta:

Penerbit Pretasi Pustaka. Sudarwati. 2014. Revitalisasi Profesionalme. Jawa Timur: Media. http://badan bahasa.kemendikbud.go.id http://ainamulyana.blogspot.com Hasim Hernowo, Flow Di Era Socmed, Kaifa, Bandung, 2016 Yoto dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, SIC, 2005

Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa

Gerakan Literasi, Bak Menyemai Biji di LAhan Subur

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, AKTIVITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PERUBAHAN LABA DI MASA DATANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

18 254 20

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

2. TPM KOTA IPA PAKET B

21 153 17

MatematikaIPS B

0 28 12

ANALISIS KEMAMPUAN LABA OPERASI DALAM MEMPREDIKSI LABA OPERASI, ARUS KAS OPERASI DAN DIVIDEN KAS MASA DEPAN ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI 2009-2011)

10 68 54

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

TINJAUAN HISTORIS GERAKAN SERIKAT BURUH DI SEMARANG PADA MASA KOLONIAL BELANDA TAHUN 1917-1923

0 26 47