1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cukup baik. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen pada tahun 2008 merupakan angka
yang tertinggi sejak krisis tahun 1998. Hal ini tidak terlepas dari dukungan sektor pertanian yang merupakan salah satu fondasi ekonomi Indonesia. Pada tahun
2008 sektor pertanian merupakan satu dari tiga sektor yang mengalami pertumbuhan yang tinggi, yaitu sebesar 5,1 persen. Pangan, khususnya aneka
kacang dan ubi, merupakan komoditas yang mempunyai peran penting bagi kehidupan rakyat dan perekonomian Indonesia Balitkabi, 2010.
Kedelai merupakan salah satu dari komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman
palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti penting dalam industri pangan dan pakan. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan berkembangnya
industri pangan. Menurut Balitbang Pertanian 2008 kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai
0,71 juta ton dan kekurangannya diimpor sebesar 1,31 juta ton. Hanya sekitar 35 persen dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Kebutuhan kedelai dalam negeri yang besar belum bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Hal ini mendorong pemerintah mengimpor kedelai dari
pasar dunia untuk memenuhi konsumsi domestik. Menurut Supadi 2009, dari sisi impor selama periode 1990-1998 sempat mengalami penurunan rata-rata
hampir 6,70 persen per tahun. Namun periode berikutnya 1998-2006 melonjak rata-rata 29,92 persen per tahun. Ketergantungan terhadap impor kedelai terus
meningkat dari tahun ke tahun pada periode 1989-1993 sebesar 24,2 persen per tahun terus meningkat menjadi 31,14 persen per tahun periode 1994-1997 dan
meningkat lagi menjadi 56,66 persen pada periode 1998-2006. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, mengingat kedelai merupakan salah satu
komoditas penting di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengurangi
ketergantungan terhadap impor kedelai. Hal ini ditunjukkan dengan tersedianya lahan yang cukup luas dan sesuai untuk budidaya kedelai serta terdapatnya
2 teknologi spesifik lokasi dan sumberdaya manusia yang cukup terampil dalam
usahatani kedelai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2010 diacu dalam Sari, 2011. Kondisi tersebut juga diharapkan dapat mewujudkan tercapainya
swasembada kedelai tahun 2014 di Indonesia. Swasembada kedelai merupakan suatu keadaan tercukupinya kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri oleh
produksi kedelai nasional Sari, 2011. Selain itu, Indonesia juga memiliki komoditas substitusi yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai
pengganti kedelai. Diperlukan promosi diversifikasi substitusi kedelai agar secara bertahap komoditas alternatif tersebut dapat menggantikan kedelai dalam
konsumsi rakyat Indonesia Budhi dan Aminah, 2010. Sebagai sumber protein nabati, kedelai umumnya dikonsumsi dalam
bentuk produk olahan, yaitu tempe, kecap, tauco, susu kedelai, tahu, dan berbagai bentuk makanan ringan Sudaryanto dan Swastika, 2007. Selain dikonsumsi
dalam bentuk produk olahan, kedelai juga dapat dikonsumsi secara segar seperti kedelai edamame. Di Jepang, negara asal kedelai ini, edamame dijadikan sebagai
sayuran dan dikenal sebagai makanan kesehatan. Kedelai edamame kaya akan protein, vitamin A dan B, zat kapur, zat besi, dan serat. Selain itu, kedelai
edamame mempunyai biji lebih besar, rasa lebih manis, dan tekstur yang lebih lembut dibandingkan dengan kedelai biasa Konovsky et al, 1994. Kedelai
edamame mengandung berbagai zat yang bermanfaat untuk kesehatan. Kedelai
edamame merupakan satu-satunya kedelai yang mengandung semua dari sembilan jenis asam amino esensial yang dapat menstabilkan kadar gula darah,
meningkatkan metabolisme dan kadar energi dan membantu membangun otot dan
sel-sel sistem imun. Selain itu, kedelai edamame juga mengandung isoflavon, beta
karoten dan serat
1
. Awal pengembangan edamame vegetable soybean yaitu sejenis tanaman
kedelai sayur Glycine max L Merri ll baru dilakukan untuk kepentingan sendiri di awal tahun delapan puluhan, guna konsumsi komunitas orang Jepang di
Jakarta. Kedelai ini disebut juga sebagai kedelai Jepang atau lebih dikenal dengan edamame. Eda berarti cabang, dan mame berarti kacang, atau kacang yang
1
Sutrisno Koswara. 2010. Edamame dan Khasiatnya. http:edamameshop.com?page_id=2 [diakses 8 Maret 2012]
3 tumbuh di sela cabang. Kedelai ini di introduksi dari Jepang sebagai jenis kedelai
sayur yang dipetik muda. Kegiatan untuk tujuan budidaya komersial edamame telah dimulai di wilayah Provinsi Jawa Barat sejak tahun 1988. Salah satu pelopor
pengembangan edamame di Indonesia adalah Mr. Sakuma dari Cipanas dan Saung Mirwan yang dipimpin Bapak Theo Tatang Hadinata, sebuah perusahaan swasta
yang berlokasi di Gadog, Bogor serta diperkenalkan pengembangannya untuk kegiatan agroindustri olah beku di Jember oleh Pamulang Integrated Farming
PIF bekerja sama dengan Saung Mirwan SM. Mengacu pada hasil percobaan pengembangan edamame di Jember sejak tahun 1992 sampai 1994, hal ini
menunjukkan bahwa tanaman edamame mempunyai potensi untuk dikembangkan secara komersial, baik untuk pasar ekspor ke Jepang maupun untuk di dalam
negeri Samsu, 2001. Tidak hanya itu, pengembangan kedelai edamame juga dilakukan oleh
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor BB-Biogen yang telah memulai kegiatan konservasi,
karakteristik, dan plasma nutfah edamame sejak tahun 1998. Pada tahun 2007 telah dimulai kegiatan pemuliaan yang berkeja sama dengan Asian Vegetables
Research and Development Centre AVRDC. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa edamame berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia dengan terdapat 56 koleksi plasma nutfah edamame dalam Bank Gen BB-Biogen
pada tahun 2007 Asadi, 2009. Agar mutu benih yang diperoleh baik, maka perbanyakan benih edamame dilakukan di dataran tinggi.
Di Indonesia, kedelai edamame mulai ditanam pada tahun 1988 yaitu di Megamendung, Bogor Jawa Barat Noertjahyo diacu dalam Meidyawati, 2006.
Secara geografis, Kecamatan Megamendung memiliki topografi yang berbukit- bukit, datar dan miring serta berada pada dataran tinggi dengan ketinggian 670
meter di atas permukaan laut Monografi Kecamatan Megamendung, 2009. Kondisi tersebut tentu menjadi salah satu faktor pendukung dalam mengusahakan
kedelai edamame. Selain itu, di Kecamatan Megamendung juga terdapat salah satu perusahaan yaitu PT Saung Mirwan yang memperkenalkan dan
mengembangkan kedelai edamame melalui kemitraan dengan petani. Salah satu
4 desa yang berpotensi mengembangkan kedelai edamame di Kecamatan
Megamendung adalah Desa Sukamaju
2
. Desa Sukamaju berpotensi mengembangkan kedelai edamame salah
satunya dikarenakan banyaknya petani yang bermitra dengan produsen benih sekaligus pengumpul kedelai edamame. Keberadaan produsen tersebut memiliki
pengaruh bagi petani dalam memperoleh benih yang akan digunakan. Benih kedelai edamame diperoleh petani melalui bermitra, baik secara mitra tani
maupun mitra beli. Dalam mitra tani adanya keterikatan dalam hal penentuan rotasi budidaya yang telah ditentukan oleh produsen. Sementara mitra beli hanya
terikat dalam hal pembelian benih saja, tidak dalam rotasi budidaya. Selain itu, juga memiliki pengaruh dalam memberikan alternatif komoditi yang akan
diusahakan oleh petani. Setelah mengenal kedelai edamame, terjadi adanya penurunan jumlah petani yang sebelumnya telah berusahatani kedelai. Banyak
petani di Desa Sukamaju berpindah dari berusahatani kedelai menjadi kedelai edamame.
Dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan kedelai edamame, petani sebagai konsumen diharapkan memiliki sikap positif dan kepuasan yang
tinggi terhadap atribut benih kedelai edamame. Kondisi ini tentunya akan membentuk sikap petani dalam menggunakan benih kedelai edamame, sehingga
pada akhirnya petani mampu mengevaluasi benih tertentu dalam memenuhi kebutuhan mereka. Introduksi dan pemasaran benih kedelai edamame dari
produsen akan berhasil jika sesuai dengan preferensi petani sebagai konsumen benih. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian perilaku konsumen untuk
mengetahui sikap dan kepuasan petani terhadap atribut benih kedelai edamame di Kabupaten Bogor, khususnya di Desa Sukamaju.
1.2. Perumusan Masalah