Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Antara Petani Organik dan

96  diesel 85 95 6. Gambaran kesehatan keluarga petani  Baik 100 95  Kurang baik 5 7. Tingkat konsumsi RT rata-rata per bulan Rupiah per KK  makan 750.000 500.000  pendidikan 800.000 400.000  Sandang 30.000 25.000  Sosial masyarakat dan keagamaan 150.000 150.000 8. Tabungan  Memiliki 60 5  tidak memiliki 40 95 9. Ternak  Sapi 20 16,7  Kambing 90 83,3  ayam, bebek, angsa 100 100  ikan tawar 10 3,3 Sumber : Hasil survei dan wawancara penelitian 2012 Dari hasil survei, observasi dan wawancara penulis di atas terhadap tingkat sosial ekonomi antara petani organik dan petani konvensional, dari lamanya pengalaman bertani, bisa diambil kesimpulan tingkat sosial ekonomi keluarga petani organik lebih tinggi daripada rumah tangga petani konvensional. Tingkat konsumsi pangan, pendidikan dan sosial masyarakat cukup tinggi. Kepemilikan rumah hampir sudah 80, kesehatan baik dan kepemilikan sarana-prasarana kebutuhan tersier juga lebih tinggi. Selain terpenuhinya kebutuhan primer, sekunder dan tersier, juga mulai 97 kesadaran untuk menyisihkan pendapatan mereka untuk ditabung, baik ditabungan formal maupun tabungan dalam perkumpulan. Dari hasil wawancara dan survei, nampak jelas pengetahuan, pemikiran ke depan, ide-ide baru, gaya hidup, keadaan rumah tangga, cara berpikir, cukup berbeda antara keluarga petani organik dan petani konvensional. Petani konvensional cenderung menikmati kemapanan, hidup nrimo, berpikiran sederhana yang penting ada beras untuk dimakan, memiliki rumah untuk berteduh dan merasa tidak kuat untuk mengikuti pembelajaran sistem pertanian organik yang dianggap rumit. Sedangkan petani organik memiliki wawasan yang luas, bahwa nasib petani harus diperjuangkan, kemandirian dan kesejahteraan harus dimiliki para petani. Maka mereka selalu rutin seminggu sekali mengadakan pertemuan untuk berbagi informasi, mengatur rencana pemasaran, memperluas sosialisasi pertanian organik, merekrut petani-petani untuk menjadi anggota Peta Organik Purworejo, dan memperkuat jaringan kerjasama. Dengan pengalaman langsung dengan para petani, kesejahteraan petani dalam hal pendapatan, pendidikan informal, pemenuhan kebutuhan, tingkat sosial masyarakat dan kesehatan keluarga petani organik nampak lebih baik dan berkembang. 98

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Gerakan penyelamatan bumi dengan program pertanian organik yang dilakukan Kongregasi PMY telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan pada petani di Desa Ringgit dan setelah diuji hipotesis secara statistik dengan analisa komparatif dan deskriptif, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Sistem pertanian organik lebih hemat dan ramah lingkungan. Biaya pertanian organik lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional walaupun belum signifikan secara statistik. Pemakaian bibit yang sedikit, yaitu 1 kg per iring, pemanfaatan pupuk kandang dan pembuatan pestisida alami, bisa menekan biaya produksi. Rendahnya biaya produksi membantu perekonomian rumah tangga petani. Selain itu penggunaan pupuk organik memulihkan kesuburan serta produktivitas lahan pertanian. Biaya produksi petani konvensional terletak pada tingginya pembelian pupuk kimia, pestisida dan bibit pabrikan. Selain itu ada perbedaan jumlah pemakaian bibit, untuk pertanian konvensional membutuhkan 5 kg bibit per iring. 99 Dengan adanya perbedaan matematis yang cukup tinggi, menunjukkan pertanian organik lebih lebih hemat dan meringankan beban petani. 2. Lahan pertanian organik lebih produktif daripada lahan pertanian konvensional. Dalam jangka waktu 3 tahun penerapan sistem baru SRI, hasil panen pertanian organik dengan SRI 1244 kgiring hampir mendekati hasil panen pertanian konvensional 1275 kgiring. Memang secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil panen antara petani pertanian organik dan pertanian konvensional, namun hasil panen yang dihasilkan hampir sama sementara input berbanding 1:5, menunjukkan masa transisi dari pertanian konvensional ke pertanian organik sudah menunjukkan kondisi keberhasilan melewati masa krisis. Dan produktivitas lahan organik lebih tinggi. Hal ini memberikan indikator hasil pertanian organik lebih tinggi daripada pertanian konvensional. 3. Hasil penjualan hasil panen pertanian organik lebih tinggi daripada hasil panen pertanian organik. Dari uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan hasil penjualan antara pertanian organik dan pertanian konvensional, tetapi hasil penjualan pertanian organik per iring secara matematis memberikan hasil lebih besar yaitu Rp3.801.390,00 darihasil penjualan pertanian konvensional Rp3.086.526,00. Hal ini disebabkan karena, adanya 100 perbedaan harga gabahberas. Petani konvensional menjual hasil panen dalam bentuk gabah kering dengan harga berkisar Rp3.500-Rp4.500, dan petani organik menjual dalam bentuk beras. Beras yang dijual merupakan beras dengan kualitas bagus dan utuh sesuai permintaan pasar organik dengan harga Rp8.000 – Rp8.500. Sedangkan beras pecah dijual dengan harga Rp4.000,00. Dengan kualitas yang terjaga dan perluasan beras organik , saat ini perkumpulan telah memiliki pasaran beras organik di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Kalimantan, Sumatera dan Jawa dengan penjualan rata-rata 1000 kg per bulan. Perkumpulan telah mampu menjadi produsen dengan menentukan harga beras organik bagi konsumen. 4. Penghasilan rumah tangga pertani organik lebih tinggi. Dengan penghasilan yang baik, bisa meningkatkan kesejahteraan keluarg petani. Dari uji statistik dapat dilihat ada perbedaan yang signifikan pendapatan bersih antara petani organik dan petani konvensional. Kesejahteraan tidak hanya dengan pendapatan yang lebih tinggi dan baik, tetapi juga mendapatkan pembelajaran diperkumpulan, seperti pengetahuan ekologi tanah, manajemen keuangan serta berorganisasi yang berguna bagi kemandirian dan pemberdayaan petani petani di masa mendatang. 5. Tingkat sosial ekonomi petani organik cukup bagus. Dari hasil survei, observasi dan wawancara, anggota Peta Organik Purworejo, yang kebanyakan keluarga muda, dan pengalaman bertanai masih baru, telah bisa memenuhi kebutuhan keluarga baik primer, sekuder 101 maupun tersier. Dari keadaan rumah, tingkat konsumsi untuk makan, kesehatan, alat komunikasi, kepemilikan sarana-prasarana, kehidupan sosial masyarakat, dan biaya pendidikan bagi anak-anak, menunjukkan keluarga petani organik menuju pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik. 6. Kemandirian dan pemberdayaan pertanian organik mulai menampakkan hasil. Setelah sekian tahun diusahakan, sekarang perkumpulan telah menghasilkan bibit padi sendiri yang diperoleh secara alami, bukan dari penangkaran genetika. Perkumpulan dengan bekerjasama dengan Pemerintah maupun swasta bisa memiliki peternakan sapi yang dikelala bersama untuk menyediakan kebutuhan pupuk kandang bagi anggota perkumpulan. Perkumpulan telah mampu membentuk jaringan pasra beras organik di Jawa maupun Luar Jawa dengan penjualan 1000 kg per bulan. Selain itu, saat ini perkumpulan juga semakin kuat dalam keorganisasian, karena telah beranggotakan 35 desa, dan keberadaannya telah diakui Pemerintah, bahkan menjadi percontohan bagi kabupaten Purworejo.

B. Keterbatasan

Penulis menyadari banyak keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian ini, yang membuat penyusunan dan pengolahan data kurang maksimal. Keterbatasan yan ada seperti :