Perkumpulan Tani Peta Organik Purworejo

Pertanian konvensional memberikan hasil panen padi berkisar Rp1.200 – Rp1.400 kg per iring tergantung varietas dan jumlah asupan pupuknya. Hasil panen mereka jual pada pasar lokal setempat ataupun penebas. Selama menunggu tanam padi berikutnya, lahan sawah yang memungkinkan, ditanami palawija secara konvensional, seperti jagung, cabai atau kacang- kacangan, dengan bibit dan pupuk pabrikan. Lahan tidak ditanami palawija bila kondisi lahan tidak memungkinkan ditanami karena terlalu kering ataupun tergenang air, karena lahan sawah Desa Ringgit merupakan sawah tadah hujan. 61

BAB V ANALISIS KOMPARATIF ANTARA PETANI ORGANIK DAN PETANI

KONVENSIONAL

A. Analisis Deskriptif

Sebelum pembahasan secara analisis statistik, penulis akan menyampaikan analisis perbandingan antara pertanian organik dan pertanian konvensional secara deskriptif. Hal ini untuk memudahkan dalam memahami perbedaan dari kedua metode tersebut.

1. Bibit

Bibit yang digunakan oleh petani organik di Desa Ringgit merupakan bibit yang dihasilkan sendiri oleh perkumpulan, dan anggota membeli dengan harga sesuai varietasnya berkisar Rp8.000,00- Rp10.000,00. Varietas bibit yang biasa ditanam yaitu Sintanur, Pandan Wangi, Jasmin atau Janur. Jumlah bibit yang digunakan dalam pertanian organik untuk luasan lahan satu iring yaitu 1-2 kg. Penggunaan jumlah bibit sebenarnya hanya 7-8 ons, kelebihan bibit digunakan untuk penyulaman tanaman. Untuk pertanian konvensional, varietas bibit yang digunakan yaitu IR 64, Janur, Ciherang, Pandan Wangi, dan Sintanur. Kebutuhan bibit pada pertanian konvensional 5-7 kg per iring. Perbedaan jumlah penggunaan bibit dikarenakan oleh jarak tanam dan jumlah bibit per lubang tanam dalam kegiatan penanaman padi. Bibit pada pertanian 62 konvensional berasal dari produsen bibit pabrikan dengan harga beli Rp8.000,00-Rp9.000,00 per kilogram. Bibit yang dijual berada pada kemasan lima kiloan dengan harga Rp40.000,00-Rp45.000,00 berdasarkan varietas bibit.

2. Pupuk

Penggunaan pupuk pada pertanian organik dengan menggunakan pupuk kandang yang dibuat oleh kelompok maupun dari kandang sendiri. Pupuk kandang yang dibuat berasal dari kotoran sapi. Ada pula petani yang menggunakan kotoran hewan lain seperti ayam, kambing, serta burung sebagai pupuk kandangnya. Pupuk kandang diberikan setelah lahan dibajak pertama kali diluku. Ciri kompos yang siap untuk digunakan adalah berwarna kehitaman dan remah seperti tanah. Banyaknya kompos yang dibutuhkan tanaman tergantung kesuburan tanah, kondisi agroklimat, dan jenis tanaman. Pupuk yang digunakan untuk pertanian konvensional merupakan pupuk kimia berupa urea, Ponskha, SP 36, dan Za. Pengaplikasian pupuk dengan cara mencampur beberapa jenis pupuk yang digunakan kemudian disebar pada saat tanaman sudah mencapai usia 10-14 hari setelah tanaman diwatun. Hal tersebut dilakukan agar pupuk yang disebar di sekitar tanaman mampu diserap dengan sempurna. Meskipun pada kenyataannya pupuk yang disebar akan menguap, mengalir bersama aliran air, dan mengendap yang pada akhirnya akan membuat tanah menjadi keras dan sulit diolah karena tekstur pupuk kimia rapat dan tidak bercelah.