93
Sebaliknya dalam pertanian konvensional, petani menjual hasip panen secara pribadi, dengan harga nego dengan pembeli. Harga gabah
yang mengikuti harga pasar lokal serta tingginya biaya produksi, membuat petani mendapatkan penghasilan bersih yang rendah. Para
petani di seluruh Desa Ringgit telah diundang oleh Kongregasi yang bekerjasama dengan perangkat Desa setempat mengikuti sosialisasi
petanian organik, tetepi mereka tetap memilih pertanian konvensional. Hal tersebut disebabkan karena ada rasa takut akan kegagalan panen
dengan sistem organik, keterbatasan tenaga untuk proses pengolahan lahan sawah organik yang membutuhkan perlakuan berbeda dengan
lahan sawah konvensional, kemapanan, ketidakmampuan menangkap pesan maupun sikap tidak peduli pada alam dan kesehatan yang penting
bisa menghasilkan gabah dan mendapat uang. Sehingga hampir semua rumah tangga petani konvensional, memiliki tingkat kesejahteraan yang
sedang dengan kondisi rumah tangga yang stagnan.
F. Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Antara Petani Organik dan
Petani Konvensional
Kongregasi PMY dengan gerakan penyelamatan bumi, mengadakan gerakan pertanian organik, mengundang dan menghimpun petani di Desa
Ringgit, mendatangkan pembicara ahli pertanian organik, bahayanya asupan kimia dalam pertanian, pendampingan pemberdayaan petani, kemandirian
membentuk pasar dan keorganisasian. Setelah melewati kegagalan dan
94
keberhasilan, kini Kongregasi lebih meluaskan sayap, bekerjasama dengan berbagai pihak untuk bisa mencapai tujuan kesejahteraan petani.
Kesejahteraan keluarga petani dipengaruhi besar kecilnya pendapatan keluarga tani.
Pendapatan, pengetahuan dan pendidikan keluarga mempengaruhi tingkat sosial ekonomi. Dengan pendapatannya rumah tangga
petani bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier.
Gerakan penyelamatan bumi dengan pertanian organik yang dilakukan Kongregasi PMY, tidak sekedar mengajak bertani secara organik tetapi juga
berpikir secara luas untuk mencapai pemberdayaan petani yang bisa menyediakan kebutuhan bibit, pupuk, dan pestisida sendiri, menentukan
harga beras sebagai produsen, berorganisasi untuk membela kaum petani dalam hal harga gabah atau beras, pembatasan pengeringan lahan sawah
untuk perumahan, pembatasan impor beras, penyediaan beras yang memeuhi kebutuhan masyarakat, penyediaan beras yang sehat, dan terlebih untuk
peningkatan kesejahteraan petani sebagai penghasil kebutuhan pokok masyarakat yaitu beras. Dan pembelajaran masih terus berlangsung sampai
saat ini. Di bawah penulis sampaikan hasil survei dan wawancara berkaitan
dengan tingkat sosial ekonomi rumah tangga petani, baik petani organik maupun petani konvensional.
Petani konvensional, rata-rata dari keluarga yang sudah mengalami pengalaman bertani lebih lama, yang sudah mapan dengan sistem pertanian