Status Kepemilikan Lahan Karakteristik Petani Responden

4. mengusahakan peningkatan kesejahteraan lewat usaha penyediaan pangan organik yang berkualitas dan dapat dipercaya untuk masyarakat. Gerakan pertanian organik dirintis di Desa Ringgit sejak tahun 1997 oleh Kongregasi PMY bekerjasama dengan berbagai pihak. Dari tahun 1997 s.d 2003 perkumpulan tani organik ini mengalami proses pembelajaran, masa transisi yang berat, dan kesulitan mencari pasar yang bisa menerima beras organik dengan harga yang ditentukan perkumpulan. Pada masa transisi yang cukup berat ini, mengakibatkan beberapa orang mundur dari perkumpulan. Mulai tahun 2003, anggota yang tetap setia mulai dikenalkan dengan pertanian organik sistem SRI, sekaligus merekrut anggota baru yang mempunyai wawasan ke depan demi keselamatan alam dan kesehatan manusia. Maka mereka mulai mendapatkan pembelajaran tentang ekologi tanah dan sistem SRI di Jawa Barat dan mulai mempraktekkan dilahan percontohan yang terbatas. Setelah melihat hasil percontohan berhasil, tahun 2007 Perkumpulan mulai meningkatkan dan menyiapkan tenaga pembelajar, memperluas gerakan pertanian organik dan berjejaring secara nasional, sehingga mendapat dukungan dana untuk pengadaan ternak untuk kesediaan pupuk kandang dan pendukung kegiatan pembelajaran. Pada tahun 2009 dimulailah gerakan praktik tani SRI organik. Setelah pembelajaran, praktik-praktik serta mendapat dukungan dana dari pemerintah, Peta Organik Purworejo mulai memperkuat organisasi untuk kelangsungan dan eksistensinya dengan mengadakan pertemuan rutin untuk pembelajaran- pembelajaran baik ekologi tanah, manajemen keuangan, menejemen pemasaran dan administrasi, sehingga gerakan pertanian organik sungguh mampu membawa kesejahteraan dan kemandirian petani. Peta Organik Purworejo sekarang telah memiliki pasar tetap di Jakarta, Bekasi, Yogyakarta, Kalimantan, Sumatera dan Wonosobo baik secara pribadi maupun kelompok. Keanggotaan perkumpulan juga berkembang menjadi 35 desa dan sekarang menjadi lahan percontohan pertanian SRI organik.

D. Petani Konvensional di Desa Ringgit

Petani konvensional di Desa Ringgit sebagian besar adalah petani yang sudah memiliki pengalaman bertani cukup lama. Dilihat dari usia, rata-rata di atas 47 tahun. Pengetahuan tentang pertanian konvensional mereka didapat dari petugas penyuluh pertanian konvensional pada jaman orde baru, yaitu sistem pertanian modern dengan memasukan asupan pupuk kimia untuk memaksimalkan hasil pertanian dan memakai bibit varietas yang disediakan pabrikpemerintah. Penggunaan pupuk dirasakan bisa memberikan jaminan panen dan jumlah panen yang senantiasa meningkat walaupun pemakaian pupuk dari waktu ke waktu semakin bertambah. Untuk saat ini pemakaian pupuk hampir 50 kg per iring yang terdiri dari urea, Ponska dan Za. Pada setiap kemasan bibit padi pabrikan tercantum tulisan bahwa bibit mengandung hama, dengan begitu harus membeli pestisida pabrikan untuk membasmi hama. Pertanian konvensional memberikan hasil panen padi berkisar Rp1.200 – Rp1.400 kg per iring tergantung varietas dan jumlah asupan pupuknya. Hasil panen mereka jual pada pasar lokal setempat ataupun penebas. Selama menunggu tanam padi berikutnya, lahan sawah yang memungkinkan, ditanami palawija secara konvensional, seperti jagung, cabai atau kacang- kacangan, dengan bibit dan pupuk pabrikan. Lahan tidak ditanami palawija bila kondisi lahan tidak memungkinkan ditanami karena terlalu kering ataupun tergenang air, karena lahan sawah Desa Ringgit merupakan sawah tadah hujan.