78
PT BANK INA PERDANA Tbk Laporan Tahunan 2016
Peringkat risiko kepatuhan secara komposit dinilai low to moderate. Tidak terdapat pelanggaran signifikan yang
dilakukan oleh Bank selama penilaian satu tahun terakhir. Untuk menumbuhkan kesadaran seluruh karyawan akan
pentingnya kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan, telah disusun compliance charter sebagai guidance bagi semua
pihak dalam organisasi Bank Ina Perdana dan telah diberlakukan secara formal. Untuk memastikan kepatuhan operasional Bank
terhadap seluruh ketentuan dan peraturan yang melingkupinya maka harus dipastikan bahwa seluruh sistem dan prosedur
operasional telah memenuhi ketentuan dan peraturan otoritas yang berlaku. Oleh karena itu telah dilakukan Quality Assurance
Policy and Procedur yaitu proses assesment terhadap kebijakan dan prosedur internal yang dilakukan oleh Unit Kerja Kepatuhan
terhadap setiap sistem, prosedur atau kebijakan intern yang akan dikeluarkan. Dengan demikian setiap potensi ketidakpatuhan
Bank terhadap ketentuan atau peraturan perudang-undangan dapat dideteksi dan diperbaiki.
Peringkat risiko reputasi secara komposit dinilai low to moderate. Parameter penilaian risiko reputasi salah satunya
adalah tingkat keluhan nasabah. Tingkat keluhan nasabah antara lain bersumber dari ketidakpuasan nasabah atas
pelayanan Bank, maupun pengelolaan Bank atas keluhan yang disampaikan oleh nasabah.
Kualitas penerapan manajemen risiko secara keseluruhan
dinilai “Satisfactory”. Proses identifikasi secara proaktif dan
pengukuran sudah dilakukan dan terus diupayakan agar dapat menjangkau seluruh aktifitas. Demikian pula proses monitoring
sudah dilakukan secara berkala meskipun perlu peningkatan konsistensi dan ketepatan waktu. Infrastruktur IT yang
digunakan dalam rangka proses identifikasi, pengukuran dan pemantauan risiko, masih terus dikembangkan untuk mencapai
efektifitas pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran dan monitoring risiko tiap aktifitas perbankan yang lebih baik, antara
lain dengan mengupayakan penggantian core banking system yang sampai dengan saat ini masih dalam proses untuk dapat
mengakomodasi perkembangan dan pertumbuhan layanan bisnis Bank. Untuk menjamin tersedianya kelangsungan system
dalam kondisi disaster, Bank telah melakukan uji coba DRC dan BCP dengan hasil yang baik.
Untuk meningkatkan standar pelayanan konsumen bank telah memiliki kebijakan dan mekanisme pelayanan, perlindungan
dan penyelesaian pengaduan konsumen serta kebijakan transparansi penggunaan data pribadi nasabah. Selain itu telah
ditunjuk pejabat yang berfungsi dalam melayani penyelesaian pengaduan konsumen. Peningkatan layanan konsumen juga
dilakukan melalui upaya penerapan transaksi perbankan melalui EDC yang saat ini masih dalam pengajuan untuk memperoleh
persetujuan dari otoritas perbankan. The rank of compliance risk in composite is low to moderate.
There were no significant violations committed by the Bank over the past year’s assessment. To raise awareness of all employees
of the importance of compliance with rules and regulations, the Bank has prepared compliance charter as guidance for all
parties in Bank Ina Perdana and has been formally enacted. To ensure compliance with the Bank’s operations to all the rules and
regulations encompassing, it must be ensured that the entire system and operational procedures are in compliance with the
applicable regulatory authorities. Therefore, Quality Assurance Policy and Procedure that have been done are the assessment
process of the internal policies and procedures carried out by the Compliance Unit towards each system, procedures or internal
policies to be issued. Thus any potential non-compliance with the Bank of the provisions of law or regulation can be detected
and corrected.
Reputation risk ranking in composite is low to moderate. One of reputation risk assessment parameters is the level of customer
complaints. Customer complaint rate among others derived from customer dissatisfaction with the services of the Bank, as
well as the management of the Bank.
Quality of risk management as a whole was ranked “Satisfactory”. The process of proactively identifying and measuring has been
done and continues to be pursued in order to reach the entire activity. Similarly, the process of monitoring has been carried
out periodically eventhough its consistency and timeliness needs to be increased. IT infrastructure used in the process
of identifying, measuring and monitoring risk is still being developed to achieve effectiveness of better implementation
of the process of identifying, measuring and monitoring risk of every banking activities, among others by seeking the
replacement of core banking system which is up to now is still in process to accommodate the development and growth of
the Bank’s business services. To guarantee the continuity of the system in case of disaster, the Bank has conducted trials DRC
and BCP with good results. To improve the customer service standard, the bank stipulate
Policy and mechanism of customer service, protection and complaint settlement, as well as transparency policy of the
utilization of customer’s private data. Moreover, an official is appointed to serve in customer complain settlement. Customer
service improvement also conducted through the application of banking transaction via EDC which is currently in the submission
process to obtain approval from banking authority.
79
PT BANK INA PERDANA Tbk 2016 Annual Report
Aspek pengendalian intern terutama di cabang masih perlu ditingkatkan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan
kewenangan. Bank tidak memberikan toleransi terhadap petugas yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan.
Penempatan petugas baru segera disiapkan untuk menghindari adanya potensi kelemahan pengendalian intern di cabang.
Kebijakan dan prosedur terus dikembangkan dan dievaluasi sesuai kebutuhan. Penyusunan dan review terhadap Kebijakan
dan Prosedur telah dilakukan antara lain ketentuan mengenai virtual account, ketentuan kerjasama dengan notaris, PPAT
atau KJPP sebagai rekanan Bank, kegiatan pick up service, pelaksanaan BI Checking melalui SID, perlindungan konsumen,
prosedur pengajuan perpanjangan fasilitas kredit, pelaksanaan collection angsuran kredit, mekanisme pencairan fasilitas
kredit KPR dan Kredit Investasi, dan sebagainya. Dalam upaya meningkatkan pemahaman terhadap ketentuan perkreditan
maupun transaksi operasional lainnya, pejabat Kantor Pusat telah melakukan edukasi melalui kunjungan ke masing-masing
kantor cabang. Dalam bidang perkreditan selain review terhadap Kebijakan,
juga terus dilakukan upaya meningkatkan sistem pengendalian intern diantaranya seperti diatur dalam pedoman operasional
pelaksanaan verifikasi dalam proses pencairan kredit. Sementara itu kewajiban pelaksanaan uji kepatuhan terhadap transaksi
pemberian fasilitas kredit di atas Rp5 miliar secara konsisten telah dilaksanakan untuk memastikan bahwa transaksi telah
memenuhi ketentuan yang berlaku. Bank telah melakukan perbaikan Kualitas Penerapan Manajemen
Risiko. Upaya peningkatan risk awareness tiap karyawan, peningkatan kualitas dan kuantitas SDM melalui pelatihan-
The internal controlling aspect especially in the branch still needs improvements to avoid authority abuse. The Bank does
not tolerate any official violating any regulation. Placement of new official is being prepared to avoid any weakness internal
controlling in the branch. Policy and procedure is being improved and evaluated according
to the need. Some of the structure and review of the Policy and Procedure among others provision regarding virtual account,
provision on the cooperation with notary, PPAT or KJPP as Bank partner, pick up service activity, BI Checking through SID
implementation, customer protection, credit facility extension application procedure, mechanism of disbursement of credit
facility of KPR and Investment Credit, etc. In improving the understanding on the credit regulation and other operational
transaction, the Head Office official has learnt by visiting each branch office.
In the field of credit, aside from Policy review, improvement also being conducted in the internal controlling system as is
regulated in the operational guidelines of verification of loan disbursement process. Meanwhile the obligation to implement
compliance test on the credit facility administration transaction above Rp5 billion consistently conducted to ensure that such
transaction is compliant with the prevailing regulation.
The Bank has improved the Quality of Risk Management Implementation. Efforts to increase employee risk awareness,
human resource quality and quantity improvement through
Bank Composite Risk Rating position in December 2016 is assessed at Rank 2 or
“Low to Moderate”. In aggregate level of risk the Bank is relatively stable.
“
“
Peringkat Risiko Komposit Bank posisi desember 2016 dinilai dalam Peringkat
2 atau “Low to Moderate”. Secara agregate tingkat risiko Bank relatif
stabil.
80
PT BANK INA PERDANA Tbk Laporan Tahunan 2016
pelatihan serta peningkatan kualitas infrastruktur untuk Sistem Informasi Manajemen Risiko, telah menunjukkan kemajuan.
Arah strategi bisnis Bank telah ditetapkan yaitu untuk menuju era “digital Banking” sehingga berdampak pada peningkatan
Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Bank.
1. Pengungkapan Eksposure Risiko dan Penerapan Manajemen Risiko
a Risiko Kredit Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan
atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko Kredit, sesuai dengan aktivitas bisnis Bank Ina Perdana,
bersumber dari aktifitas pemberian kredit, kepemilikan instrumen keuangan, transaksi antar Bank, serta kewajiban
komitmen dan kontigensi. Sampai dengan saat ini sumber utama pendapatan Bank Ina Perdana masih bersumber
pada pendapatan dari aktivitas penyaluran kredit.
1 Penerapan Manajemen Risiko Kredit
Penerapan Manajemen Risiko Kredit dilakukan mulai dari proses inisiasi pemberian kredit, analisis, pembuatan
keputusan, pencairan, penatausahaan dan administrasi sampai dengan proses penanganan kredit bermasalah.
Tujuannya adalah agar risiko kredit yang timbul dapat terjaga dalam batas toleransi dan kemampuan modal
Bank dan apabila terjadi kredit bermasalah dapat di- recovery secara optimum sehingga kerugian yang timbul
dapat diminimalkan. Proses analisa permohonon kredit dilakukan oleh Unit
Kerja Credit Reviewer yang independen terhadap Unit Bisnis. Pengambilan keputusan pemberian kredit
dilakukan secara kolektif kolegial sehingga tidak ada anggota Komite Kredit yang dapat memutus sendiri
suatu permohonan kredit. Selain menatausahakan dokumen perkreditan, Unit Kerja Administrasi Kredit
berfungsi melakukan kontrol terhadap pemenuhan covenant yang dipersyaratkan sebelum kredit dicairkan
dan pengawasan terhadap ketepatan pembayaran sesuai dengan kontrak yang diperjanjikan. Proses pencairan
dilakukan Unit Kerja Operasional atas instruksi dari Unit Kerja Administrasi Kredit setelah seluruh persyaratan
terpenuhi. Dalam rangka menekan tingkat kerugian apabila
terdapat kredit macet, penanganan kredit bermasalah dilakukan oleh unit kerja khusus yang bekerja secara
fokus dan independen. Perumusan kebijakan dalam bidang perkreditan dibahas
dalam Komite Kebijakan Perkreditan Bank. trainings and quality improvement on the structure quality for
Risk Management Information System has shown progress. The Bank business strategy is directed to the era of Digital Banking
in order to the enhancement of Bank Risk Management Application Quality.
1. The disclosure of Risk Exposure and Risk Management Implementation
a Credit Risk Credit Risk is Risk due to debtor andor other party failing
to meet the obligations to the Bank. Credit Risk according to the Bank Ina Perdana business activity is sourced from
the credit distribution activity, financial instrument holdings, inter-Bank transaction, as well as the commitment and
contingency obligation. Currently the main source of Bank Ina Perdana revenue is still rooted in the income from
lending activities.
1 Credit Risk Management Implementation
The implementation of Credit Risk Management is performed starting from the initiation process of
credit, analysis, decision making, disbursement and administration till the non-performing loan handling
process. The purpose is for any arising credit risk can be maintained within tolerance limit and Bank’s capital
ability, and in the event of non-performing loans, an optimal recovery is conducted to minimize any loss.
Credit application analysis process is conducted by Credit Reviewer work Unit independent from Business
Unit. Lending decisions are made collectively and collegially so that member of the Credit Committee
can make individual decision on a credit application. In addition to credit documents administration, the Credit
Administration work Unit function to exercise control on the covenant compliance required prior to credit
disbursement and the payment precision is supervised in accordance with the agreed contract. Disbursement
process is conducted by Operational work Unit under the instruction from Credit Administration work Unit
after all requirements has been fulfilled.
To reduce the level of losses in the event of bad loans, non-performing loans handling is conducted by special
work unit that works in focus and independently. Credit policy formulation is discussed in the Bank Credit
Policy Committee.
81
PT BANK INA PERDANA Tbk 2016 Annual Report
2 Pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan nilai CKPn
Risiko kredit terjadi akibat kegagalan debituratau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Bank
mencatat kegagalan debituratau pihak lain dalam tagihan yang telah jatuh tempo yaitu tagihan yang
mengalami penunggakan pembayaran baik pokok maupun bunga selama lebih dari 90 hari. Tagihan
yang telah jatuh tempo dan berdasarkan hasil evaluasi ditemukan bukti adanya penurunan nilai akan dilakukan
proses impairment. Evaluasi penurunan nilai dilakukan secara individual dan kolektif. Untuk kredit yang
bernilai signifikan proses impairment dilakukan secara individual. Namun jika kredit tidak signifikan maka
proses impairment dilakukan secara kolektif. Tingkat signifikansi kredit yang di impair secara individual
ditetapkan dalam kebijakan Bank dengan mengacu kepada ketentuan akuntansi yang berlaku. Peristiwa-
peristiwa yang diobservasi dalam rangka evaluasi penurunan nilai kredit adalah sebagai berikut :
a. Kesulitan keuangan secara signifikan yang dialami penerbit atau peminjam dengan jumlah signifikan
yang diketahui dari hasil kunjungan ke debitur sebagaimana tertuang dalam Laporan Kunjungan
Nasabah yang dilakukan minimal 2 dua kali dalam satu tahun.
b. Pelanggaran kontrak, seperti terjadinya wanprestasi atas pembayaran pokok atau Bunga. Hal ini
dievaluasi dari data pembayaran sesuai jadwal pembayaran masing-masing debitur.
c. Kemungkinan pihak peminjam akan dinyatakan pailit atau melakukan reorganisasi. Hal ini akan dievaluasi
secara triwulanan, dengan mengacu kepada hasil kunjungan debitur sebagaimana dituangkan dalam
Laporan Kunjungan Nasabah, untuk kredit dengan jumlah yang signifikan.
d. Kondisi ekonomi nasionallokal atau kondisi industri yang berkorelasi dengan wanprestasi debitur atau
memburuknya kualitas kredit dalam industri tersebut. Observasi dilakukan secara berkesinambungan
dimulai pada awal tahun berjalan dan hasil observasi diaplikasikan ke seluruh debitur atau kelompok
kredit dalam suatu industri atau kelompok kredit yang memiliki faktor risiko sejenis.
Untuk mengevaluasi penurunan nilai dan mengukur kerugian penurunan nilai secara individual Bank
membentuk CKPN Individual dengan menggunakan pendekatan discounted cash flow dan fair value
of collateral. Penggunaan masing-masing teknik disesuaikan dengan kondisi yang berlaku, sebagai
berikut :
2 allowance for impairment losses
Credit risk occurs due to debtorother parties’ failure to meet their obligations to the Bank. Bank notes
such debtorother party’s failure in a matured invoice; an invoice in arrears for payment both principal and
interest for more than 90 days. The Bank will perform impairment on the matured invoice and based on the
evaluation on evidence of impairment. Value reduction evaluation is conducted both individually and collectively.
For credit with significant value, impairment process is conducted individually. However, if the credit value is
not significant, the impairment process is conducted collectively. The significance level credit impairment
on an individual basis is set out in the Bank’s policy by referring to the prevailing accounting regulations.
Events that were observed in order to evaluate the credit impairment are as follows:
a. Issuer or borrower significant financial inability with significant amount is found out through visit to
debtor as written in the Report of Customer Visit conducted minimum of two times in a year.
b. Contract breach, in the event of default on the principal or interest payment. It is evaluated from the
payment data according to the respective debtors’ payment schedule.
c. The possibility of borrower announced bankrupt or conduct reorganization. This will be evaluated
quarterly by referring to the last debtor visit as reported in the Customer Visit Report for significant
credit amount. d. LocalNational economic condition or industrial
condition correlating with the debtor’s default or deteriorating credit quality in such industry.
Observations are carried out on ongoing basis starting at the beginning of the current year and
observation result is applied to all debtors or credit group in an industry or credit group having similar
credit risk factor. To evaluate and measure the impairment loss individually,
the Bank formed Allowance Impairment Loss using a discounted cash flow approach and the fair value of
collateral. The use of respective technic is adjusted with the condition, as follows:
82
PT BANK INA PERDANA Tbk Laporan Tahunan 2016
a. Jika Bank mempertimbangkan untuk melakukan restrukturisasi kredit, yakni pemberian konsesi
khusus kepada debitur, dimana konsesi ini tidak akan diberikan apabila tidak terdapat kesulitan
keuangan di pihak debitur, maka teknik evaluasi atas estimasi arus kas masa datang terhadap kredit
yang mengalami penurunan nilai menggunakan discounted cash flow.
b. Kredit yang telah mengalami penurunan nilai akan dicatat berdasarkan jumlah yang didiskonto
discounted value dan bukan berdasarkan nilai buku.
c. Jumlah yang didiskonto discounted value diperoleh dengan mengestimasi arus kas masa datang
mencakup pembayaran pokok dan bunga yang didiskonto menggunakan suku bunga efektif awal
dari kredit, dimana: • Untuk kredit bersuku bunga tetap, suku bunga
efektif awal akan digunakan untuk mengevaluasi kerugian penurunan nilai kredit.
• Untuk kredit bersuku bunga mengambang, suku bunga yang akan digunakan untuk mengevaluasi
kerugian penurunan nilai kredit adalah suku bunga efektif terkini pada saat terdapat bukti
obyektif terjadinya penurunan. d. Setelah ditemukan bukti obyektif penurunan nilai,
Bank melakukan kembali estimasi arus kas masa datang yang mungkin akan diperoleh. Estimasi arus
kas masa datang yang dibuat harus sesuai dengan kemampuan keuangan debitur. Setiap pembayaran
debitur yang tidak sesuai dengan estimasi arus kas yang sudah ada, harus dibuatkan estimasi arus
kas yang baru. Perubahan estimasi arus kas tidak melebihi 12 dua belas kali dalam satu tahun.
e. Selisih kurang antara nilai tercatat kredit sebelum terdapat bukti obyekif penurunan nilai dan nilai kini
estimasi arus kas masa datang merupakan CKPN Individual yang harus dibentuk.
f. Bila debitur telah membayar seluruh arus kasnya sesuai dengan estimasi, maka pada akhir penerimaan
arus kas, Bank akan mencatat penghentian pengakuan kredit sebesar CKPN yang telah dibentuk.
g. Bank akan membentuk tambahan CKPN apabila terjadi perubahan estimasi arus kas masa datang
pada saat evaluasi selanjutnya, dimana estimasi arus kas masa datang lebih rendah dibandingkan estimasi
sebelumnya. h. Apabila kredit diperkirakan akan dibayar penuh,
termasuk denda bunga, maka nilai kini arus kas masa datang mungkin tidak akan berada di bawah
a. If Bank considers to restructure the loan, ie granting special concessions to borrowers, which
this concession will not be granted if there is no financial difficulties on the part of the debtor, then
the technical evaluation of the estimated future cash flows on impaired loans value use discounted cash
flow. b. Impaired Loans will be recorded based on discounted
value and not based on the book value. c. Total discounted value is obtained by future cash
flow estimation including primary and interest payment discounted at the original effective credit
interest of the loan, in which: • For fixed rate loan, the original effective interest
rate will be used to evaluate impairment losses on loans.
• For floating rate loans, the interest rate that will be used to evaluate the credit impairment loss is
the current effective interest rate when there is objective evidence of a decline.
d. Once objective evidence of impairment is found, the Bank re-estimates future cash flows that may
be obtained. Estimates of future cash flows must be made in accordance with the financial capacity
of the debtor. Each payment of debt that is not in accordance with the estimated cash flows should be
re-estimated based on the new cash flow. Changes in the estimated cash flow does not exceed twelve
12 times in one year. e. The difference between the recorded before
objective evidence of impairment is found and the present value of future cash flows estimated are the
Individual Allowance for Impairment Loss that must be established.
f. If debtor has paid all of its cash flow according to the estimation, then at the end of end payment terms,
the Bank will record the derecognition of loans in the Allowance for Impairment Loss which has been
formed. g. Bank will establish additional Allowance for
Impairment Loss in the event f a change in estimates future cash flows at the time of next evaluation,
where the estimated future cash flows is lower than the previous.
h. If the loan is expected to be paid in full, including interest penalties, then the present value of future
cash flows will probably not be under the recorded
83
PT BANK INA PERDANA Tbk 2016 Annual Report
nilai tercatat, sehingga Bank tidak perlu membentuk CKPN. Bank akan melakukan evaluasi secara
periodik dan obyektif terhadap kemungkinan perubahan kemampuan debitur dalam memenuhi
persyaratan yang telah disepakati. Sedangkan penghitungan CKPN secara kolektif
collective impairement dilakukan pada : a. Kredit yang tidak signifikan secara individu.
Kredit yang secara individu ditetapkan tidak signifikan dimana proses estimasi penurunan nilai
dilakukan secara kolektif adalah seluruh jenis kredit dengan plafond sampai dengan Rp1 miliar.
b. Kelompok Kredit Kredit-kredit yang tidak signifikan secara individu
dan seluruh kredit yang dalam proses evaluasi penurunan nilai tidak terdapat bukti adanya
penurunan nilai dikelompokan menjadi kelompok- kelompok. Pengelompokan kredit ke dalam satu
kelompok tertentu didasarkan pada kesamaan karateristik risiko kredit yang sejenis, dengan
mempertimbangkan tingkat vulnerability terhadap jenis debitur, jangka waktu, sumber pengembalian,
kondisi pasar, industri dan perekonomian secara umum. Estimasi pembentukan CKPN Kolektif
didasarkan atas estimasi kerugian Expected Loss yang dihitung dengan metode Roll Rate Model
Pengungkapan kuantitatif tagihan Bersih Bank dan CKPN adalah sebagai berikut :
i. Tagihan Bersih Berdasarkan wilayah
selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.1 ii. Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa Jangka waktu
Kontrak selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.2; iii. Tagihan Bersih Berdasarkan Sektor Ekonomi
selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.3; iv. Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan wilayah
selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.4; v. Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan Sektor
Ekonomi selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.5; dan
vi. Rincian Mutasi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.6.
3 Pengungkapan Risiko Kredit dengan Pendekatan Standar
a Kebijakan perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko ATMR
Penghitungan ATMR Kredit – Pendekatan Standar mencakup eksposur aset dalam neraca dan
kewajiban komitmenkontinjensi dalam transaksi amount, so that the Bank does no need to form
Allowance for Impairment Loss. Bank will conduct periodic and objective evaluation on the possibility
of changes over the debtor’s ability to fulfill the agreed requirements.
Meanwhile the collective Allowance for Impairment Loss collective impairment calculation is conducted on:
a. Loans that are not individually significant. Loans that are individually determined to be non-
significant where the estimation process is done collectively for impairment on all types of loan
principal up to Rp1 billion. b. Credit Group
Credits that are not individually significant and all credits where no evidence of impairment was found
in the process of evaluating impairment are grouped together. Credit grouping into one specific group is
based on shared similar credit risk characteristic, by considering the vulnerability level of debtor types,
terms, source of payment as well as the condition of market, industry and economic in general.
Allowance for Impairment Loss Estimates is based on the Expected Loss calculated through Roll Rate
Model.
Quantitative disclosure of Bank’s Net Claims and Allowance for Impairment Loss are as follows:
i. Net Claims by Region are presented in Table 2.1; ii. Net Claims by Remaining Period of Contract are
presented in Table 2.2; iii. Net Claims by Economic Sector are presented in
Table 2.3; iv. Bills and Reserves by Region are presented in
Table 2.4; v. Invoice and Reserve by Economic Sector are
presented Table 2.5; vi. Details of Movements in Allowance for
Impairment Loss are presented in Table 2.6.
3 disclosure of Credit Risk by Standard approach
a Policy on the Risk weighted Asset RwA The calculation of RwA Credit - Standard Approach
includes the exposure of assets and liabilities in the balance sheet and commitmentscontingencies in the
administrative account transaction, but not including
84
PT BANK INA PERDANA Tbk Laporan Tahunan 2016
rekening administratif, namun tidak termasuk eksposur dalam trading book. Penghitungan dengan
pendekatan standar juga mencakup eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak
lawan dan eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan yang mengalami
kegagalan penyerahan kas dan atau instrumen keuangan lebih dari 4 empat hari kerja.
Dalam perhitungan dengan pendekatan standar, Bank menggunakan peringkat terkini dari lembaga
pemeringkat yang diakui Bank Indonesia. Jika terdapat debitur dalam suatu kelompok usaha
maka peringkat satu perusahaan tidak digunakan untuk menetapkan bobot risiko perusahaan lain
dalam kelompok tersebut. Ketentuan penggunaan peringkat terkini dan proses dokumentasinya diatur
dalam pedoman dan prosedur internal Bank. Penggunaan peringkat dalam penetapan bobot
dilakukan pada kategori portofolio tagihan kepada pemerintah, tagihan kepada Bank dan tagihan
kepada korporasi, berdasarkan peringkat yang ditetapkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia. b Pengungkapan kuantitatif risiko kredit dengan
pendekatan standar sebagai berikut: i. Tagihan Bersih Berdasarkan Kategori Portofolio
dan Skala Peringkat selengkapnya disajikan dalam Tabel 3 dan
ii. Risiko Kredit Pihak Lawan Counterparty Credit Risk tidak disajikan dalam tabel karena Bank
tidak memiliki eksposur Counterparty Credit Risk.
4 Pengungkapan Mitigasi Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar
Dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit, Bank mengakui keberadaan agunan, garansi dan penjaminan yang
memenuhi syarat eligible yang disebut dengan Teknik MRK Mitigasi Risiko Kredit. Bank hanya menggunakan
teknik MRK apabila ATMR Risiko Kredit dari eksposur yang menggunakan teknik MRK lebih rendah dari
ATMR Risiko Kredit dari eksposur tersebut yang tidak menggunakan teknik MRK. ATMR Risiko Kredit setelah
memperhitungkan dampak Teknik MRK paling rendah sebesar nol. Agunan, Garansi dan Jaminan yang diakui
sebagai teknik MRK tidak diperhitungkan ganda dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit, dan masa berlakunya
pengikatan agunan, garansi danatau jaminan paling kurang sama dengan sisa jangka waktu eksposur.
exposure from the trading book. Calculation by standard approach also include exposure that
pose Credit Risk due to counterparty’s failure and exposure on the sales and purchase transaction of
financial instrument that have failed and the cash surrender or financial instruments more than 4 four
business days. In the calculation by standard approach, the Bank
uses the latest rating from rating agencies approved by Bank of Indonesia. If there is a debtor in a business
group, the company’s ratings are not used to assign a risk weight of other company in such group. The
conditions on the utilization of latest ratings and documentation process are regulated in the Bank’s
internal guidelines and procedure. The use of rating in determining the weight on
portfolio category to the government invoice, the invoice to Bank and invoice to corporation,
are ranked using the ratings from rating agency approved by the Bank of Indonesia.
b Credit risk quantitative disclosure by standard approach is as follows:
i. Net Claims By Portfolio Category and Rating Scale, further information on Table 3; and
ii. Counterparty Credit Risk is not presented in any table due to Bank has no exposure on
Counterparty Credit Risk.
4 disclosure of Credit Risk Mitigation by Standard approach
In the Calculation of Credit Risk weighted Assets, the Bank acknowledges the existence of collateral,
warranty and eligible guarantee called CRM Credit Risk Mitigation Engineering. Bank will only use CRM
techniques if the RwA credit risk exposure using MRK technic is lower than such exposure of RwA credit
risk not using CRM techniques. Credit Risk weighted Assets after calculating the impact of CRM Engineering
at zero. Collateral, warranty and Eligible Guarantee approved as CRM Technique are not counted double in
the calculation of Credit Risk weighted Assets, and in its validity period of collateral and guarantee binding at
least equal to the remaining exposure period.