1. Kurangnya Sumber Daya Manusia
Kendala  dalam  melaksanakan  pembinaan  keagamaan  di  Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang bermacam-macam, di antaranya kurangnya
sumber  daya  manusia  yang  dimiliki  Lembaga  Pemasyarakatan  Klas  I Cipinang.
“kendala  itu..  ya  memang  ada  kendala  kita  buat  jalanin  pembinaan ini, yang pertama itu kita kurang orang. Staff kita kan sedikit, apalagi
di  pembinaan keagamaan ini kita cuma bertiga.  Kita juga  kan susah buat mengontrol semua wbp warga binaan pemasyarakatan, apalagi
jumlahnya  banyak  banget.  Kita  ga  bisa  pastiin  mereka  buat  ikut pembinaan  semua.  Susah  juga  kan  kalo  kita  nyuruh-nyuruh  mereka
buat ikutin pembinaan, bisa ngamuk nanti..
”
78
Dari  wawancara  di  atas,  Pak  Suwarno  mengatakan  bahwa  kendala
yang pertama adalah kurangnya  sumber daya  manusia  yang dimiliki  lapas. Seperti yang sudah dituliskan di BAB III hal 44-45, jumlah narapidana yang
mencapai 2849 jiwa, Lapas Klas I Cipinang merasa terlalu banyak atau over kapasitas.  Jumlah  narapidana  yang  tersebut  memanglah  berbanding  jauh
dengan  jumlah  karyawan  lapas  yang  hanya  mencapai  306  orang.  Hal  ini menyebabkan  para  petugas  merasa  kesulitan  untuk  mengajak  seluruh
narapidana  mengikuti  semua  rangkaian  pembinaan  yang  ada  di  lapas, termasuk di dalamnya pembinaan keagamaan. Dengan ketimpangan jumlah
para karyawan dan narapidana ini menjadi kendala besar yang ada di lapas. Dari perkataan tersebut juga disampaikan bahwa petugas lapas merasa
kesulitan  dalam  mengontrol  seluruh  narapidana  di  lapas.  Sulit  untuk memastikan  mereka  untuk  mengikuti  seluruh  rangkaian  pembinaan  yang
disediakan  lapas.  Untuk  mencegah  terjadinya  pemberontakan  atau
78
Wawancara pribadi dengan Pak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
perlawanan dari narapidana, maka petugas lapas tidak memaksakan mereka untuk  ikut  mengikuti  pembinaan  yang  seharusnya  mereka  ikuti.  Hal
sependapat juga dikatakan oleh Bapak Syarpani: “iya  emang  kami  ini  kurang  personel.  Pasti  susah  juga  ya  untuk
mengawasi  mereka.  Tapi  bagaimana  pun  juga  harus  tetap  bisa dimaksimalkan.  Jangan  sampai,  karna  kekurangan  orang  ini  jadi
kendala besar. Harus tetap bisa dikendalikan.”
79
Dari  wawancara  di  atas  diketahui  bahwa  sebenarnya  Lapas  Cipinang
memang kekurangan perugas untuk mengontrol seluruh narapidana. Namun dengan  kondisi  seperti  ini  seluruh  petugas  lapas  harus  kerja  maksimal.
Sehingga  permasalahan  kurangnya  petugas  lapas  tidak  menjadi  masalah yang lebih besar dan tidak terkendali.
2. Kurangnya Kesadaran Narapidana
Kendala selanjutnya yaitu kurangnya kesadaran narapidana untuk mau berubah  dan  mengikuti  pembinaan.  Seperti  yang  dikatakan  oleh  Pak
Suwarno:
“.. yang kedua itu ya mereka ini kurang. Kurang apa ya, anu, kadang mereka itu ga sadar kalo mereka masuk sini ya karna emang mereka
salah,  ada  juga  yang  ga  terima  mereka  masuk  sini.  Kalo  ngikut pembinaan gini kan kita ga bisa maksa mereka. Jadi ya memang dari
kesadaran  mereka  aja  yang  ngikutin  pembinaan.  Meskipun  sedikit yang mau ikut tapi yang penting mereka memang mau berubah..
” Dari  perkataan  di  atas  kurangnya  kesadaran  narapidana  untuk
mengikuti  pembinaan  menjadi  kendala  yang  kedua.  Karena  sebagian  dari mereka  ada  yang  tidak  sadar  kalau  mereka  masuk  lapas  karena  kesalahan
mereka,  bahkan  ada  yang  menyadari  kesalahannya  namun  tidak  terima
79
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syarpani, pada tanggal 16 Februari 2015.
apabila harus masuk lapas. Sehingga mereka memilih untuk tidak mengikuti pembinaan  yang  ada  di  lapas.  Hal  sependapat  juga  disampaikan  oleh  Inal
yang mengatakan sebagai berikut: “emang ga dipaksa sih buat ikut ini pembinaan keagamaan, tapi ya
saya kan di sini mau berubah. Buat apa masuk sini ga ngapa-ngapain, ga  dapet  apa-apa  juga.  Mending  ikut  ini  kan?  Banyak  temen  saya
yang  males,  lebih  milih  tidur-tiduran  di  blok.  Cuma  ya  ga  bisa dipaksa, paling saya bilangin aja pelan-pelan..
”
80
Dari  wawancara  di  atas,  Inal  mengakui  bahwa  dia  mengikuti
pembinaan karena dia benar-benar ingin berubah atau bertaubat selain untuk mengisi  waktu  yang  dihabiskan  di  dalam  lapas.  Inal  menyadari  bahwa  dia
telah  melakukan kesalahan sehingga dia  masuk  lapas. Namun tidak  sedikit juga  narapidana  yang  bermalas-malasan  dan  lebih  memilih  untuk  tidur  di
dalam blok mereka. Hal serupa juga dikatakan oleh Bapak Syarpani. “...  yang  penting  itu  kan  kesadaran  mereka.  Mereka  sadar  ga  kalo
mereka salah? Oh jangan-jangan mereka ini ga mau nih masuk lapas, jadi tidak terima. Karna mungkin dia merasa benar, atau memang dia
ini  dendam.  ‘wah  gue  masuk  lapas  nih,  sialan.’  Begitu  kan?  Jadi timbulnya merek
a dendam, ga mau ikut pembinaan.”
81
E. Indikator Keberhasilan
Setelah pembinaan dilakukan di lembaga pemasyarakatan, evaluasi terhadap pelaksanaan program memang dilakukan. Namun hanya pelaksanaannya saja yang
dievaluasi, sedangkan tingkat keberhasilan dari program tersebut tidak dievaluasi. “Kalo  evaluasi  kita  adakan,  itu  setahun  sekali. Kan  setiap  setahun  sekali
kita buat jadwal baru. Tapi kalo buat mastiin tingkat keberhasilan sih susah ya. Paling kita liat aja, ini kegiatannya berjalan lancar apa engga.”
82
80
Wawancara pribadi dengan informan Inal, pada tanggal 28 Oktober 2014.
81
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syarpanni, pada tanggal 30 September 2014.
82
Wawancara Prinadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 5 November 2014.
Evaluasi  program  pembinaan  dilaksanakan  setahun  sekali  saat  membuat jadwal pembinaan yang baru. Namun, untuk tingkat keberhasilan pelaksanaan itu
sendiri,  untuk  mengetahui  narapidana  sudah  benar-benar  berubah  dan  bertaubat ini  tidak  bisa  dievaluasi.  Karena  kesulitan  staff  untuk  mengukur  bagaimana
tingkat  keimanan  seseorang,  dan  juga  tidak  adanya  tenaga  profesional  yang melaksanakan tugas tersebut seperti psikolog.
“Emang  ga  ada  sih  ya  mbak,  kita  emang  ga  punya  psikolog.  Tapi  kalo pertugas yang lagi kuliah lagi jurusan psikologi sih ada.
”
83
Lembaga  Pemasyarakatan  Klas  I  Cipinang  tidak  memiliki  tenaga profesional  yang  menangani  kepribadian  narapidana.  seperti  yang  kita  ketahui
bahwa psikolog dibutuhkan untuk mengamati tingkah laku dan prilaku seseorang, apalagi yang ditangani saat ini adalah narapidana, orang yang bermasalah dengan
hukum.  Hal  ini  juga  yang  menyulitkan  lapas  untuk  menentukan  apakah narapidana tersebut sudah benar-benar berubah atau belum.
“paling  kita  liat  aja  keseharian  mereka.  Kan  biasanya  kalo  mereka  itu beneran  mau  berubah,  mereka  jadi  deket  sama  kita  petugas.  Jadi  lebih
banyak sharing, cerita-cerita tentang masalahnya mereka. Ya kita perhatiin
terus sih.” “kalau  memastikan  orang  untuk  berubah  itu  susah  ya.  Kan  ga  tau  dia
beneran  berubah  apa  engga,  bisa  aja  bilangnya  berubah,  taubat  taubat, tapi dalam hatinya kan ga tau. Yaa paling saya tetap jaga komunikasi sama
anak binaan sini, biar kalau sudah keluar nanti bisa tetap saya pantau, dia
bener berubah apa engga.”
84
Selama  ini,  dalam  membuktikan  seorang  narapidana  sudah  benar-benar
bertaubat  dan  tidak  akan  mengulangi  kesalahannya  lagi  hanya  melalui pengamatan  para  petugas.  Biasanya  narapidana  yang  benar-benar  berubah  akan
berbuat baik dan terlihat berbeda dari waktu pertama dia masuk ke lapas. Namun
83
Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
84
Wawancara pribadi dengan Bapak Muhammad Shidiq,pada tanggal 19 Maret 2015.