Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Menurut Prof. Jamhari dalam pidatonya di sebuah seminar nasional, faktor seseorang melakukan kejahatan dalam konteks Islam ada tiga hal, yaitu faktor
lingkungan, lupa ghofilun dan kesombongan.
4
Dalam perspektif Islam pula, keimanan seseorang menjadi alasan mengapa seseorang melakukan kejahatan.
Seperti hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
ِهِب تْ ِج َ ِل ًعَبَت ه َوَه َ ْو كَي ىتَح ْم ك دَحَأ نِمْؤ ي َل
“Tidak beriman seseorang sehingga hawa nafsunya keinginannya disesuaikan dengan apa yang telah didatangkan bersamaku yaitu hukum-
hukum Islam. ”
Hal ini sependapat dengan Kartini Kartono yang menjelaskan bahwa orang
yang tidak beragama dan tidak percaya kepada nilai-nilai keagamaan, pada umumnya sangat egoistic, sangat sombong dan mempunyai harga diri berlebihan.
Dunia dianggap sebagai miliknya, yang bisa dimanipulasi semau sendiri. Dengan demikian sifatnya menjadi bengis, ganas, sewenang-wenang dan jahat terhadap
sesame makhluk. Egoisme yang ekstrem menimbulkan sifat agresif juga sifat-sifat yang keras dan kasar, serta kurang berkeprimanusiaan.
5
Di Indonesia, segala sesuatu atau perilaku yang melanggar hukum, aturan- aturan atau norma-norma akan dikenakan sanki yang sudah disusun dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana. Kemudian pelaku-pelaku tindak kejahatan ini merupakan orang-orang yang melanggar hukum pidana, dikenakan sanki pidana
dan disebut sebagai narapidana. Negara kita juga memiliki badan hukum yang bertugas untuk mengatur segala permasalahan hukum di antaranya adalah Polisi
Republik Indonesia, Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung, dan Kementerian
4
Pidato Prof. Jamhari pada Seminar Nasional: Restorative Justice dalam Sistem Pemasyarakatan Guna Mengatasi Kriminalitas dan Overkapasitas Lapas dan Rutan di Indonesia,
Jakarta: 25 Maret 2015.
5
Dr. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, Jakarta: Rajawali Press, 2007, h. 157.
Hukum dan HAM. Masing- masing lembaga tersebut mempunyai peranan serta fungsinya dalam penegakan hukum di Indonesia.
Biasanya, para pelaku kejahatan ini awalnya ditangkap oleh polisi, selanjutnya akan ditetapkan hukuman pada persidangan di pengadilan. Kemudian
apabila sudah ditetapkan vonis, maka pelaku kejahatan ini akan menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan, yang biasa kita sebut dengan lapas atau LP.
Namun pada hakikatnya narapidana juga merupakan manusia. Mereka juga dilahirkan dalam keadaan fitrah, namun dikarenakan fitrah mereka tidak
dipelihara maka membuat hati mereka tertutup untuk melihat kebenaran dan kebaikan, dan menjadikan mereka berada pada martabat yang serendah-
rendahnya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat asy-Syams ayat 7-10:
. َه سَد ْنَم َ َخ ْدَقَ . َه كَز ْنَم َحَلْفَأ ْدَق . َه َوْقَتَ َهَرو ج ف َ َ َ ْلَأَف . َه وَس َمَ سْفَنَ
“Demi jiwa yang menyempurnakan ciptaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya,
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
” Dari ayat di atas dijelaskan bahwa sesungguhnya manusia adalah ciptaan
Tuhan yang diilhami kefasikan dan ketakwaan, sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan suci dan tidak tahu apa-apa. Namun masih banyak manusia yang
bertindak sesuka hati dan hanya mengikuti hawa nafsunya sehingga terjadilah masalah-masalah dan tindakan kejahatan yang tidak diinginkan dan meresahkan
orang lain. Meski demikian, manusia merupakan makhluk yang memiliki hati nurani dan akal pikiran. Sehingga masih ada kesempatan bagi mereka untuk
bertaubat merubah dirinya menjadi lebih baik, sehingga mereka tidak menjadi manusia yang merugi.
Untuk itu, agar narapidana bisa menjadi manusia yang lebih baik, maka sangatlah penting diadakan pembinaan sebagai upaya rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi juga harus dilakukan dan sangat penting, agar mereka tidak melakukan kesalahannya lagi dan bisa melangsungkan hidup kelak mereka selesai
menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan. Di dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
menjelaskan bahwa rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Dalam proses rehabilitasi ini, narapidana diberikan pembinaan, bimbingan, pembelajaran, baik secara
kemandirian maupun kepribadian. Hal ini bertujuan untuk menambah wawasan dan membuka hati narapidana, sehingga mereka bisa benar-benar merubah
dirinya, pola pikirnya, dan perilakunya agar menjadi lebih baik, dapat dikatakan agar mereka bisa mengakui kesalahannya, bertaubat dan tidak menguilangi
kesalahannya di kemudian hari. Hal ini sependapat dengan peran dan fungsi lembaga pemasyarakatan yang
dituangkan dalam Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang berbunyi sebagai berikut:
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk wagra binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik d
an bertanggung jawab.” Dalam kutipan di atas disebutkan bahwa tujuan dari sistem pemasyarakatan
adalah untuk membentuk wagra binaan pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya, tidak mengulangi kesalahannya di kemudian hari dan dapat diterima
kembali di masyarakat dan bisa menjalani kehidupan secara wajar. Hal ini sejalan dengan tujuan rehabilitasi sosial yang telah dijelaskan sebelumnya.
Karena narapidana adalah orang yang terpidana, maka semua kegiatan rehabilitasi sosial ini di lakukan di lembaga pemasyarakatan. Lembaga
pemasyarakatan sendiri merupaka unit pelaksanaan teknis Kementerian Hukum dan HAM, berada dalam Divisi Pemasyarakatan. Terdapat sebanyak + 246
Lembaga pemasyarakatan yang berdiri di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang yang berada di DKI Jakarta, tepatnya
di kawasan Jakarta Timur. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang merupakan lapas terbesar yang
berada di Jakarta. Lapas ini juga menyimpan banyak sejarah, mengingat awal berdirinya lapas tersebut pada masa penjajahan Belanda. Di lapas ini terdapat
banyak sekali narapidana dengan bermacam-macam jenis kejahatannya, mulai dari yang terkecil hingga besar. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang juga
merupakan lapas yang banyak ditakuti oleh kebanyakan orang selain Lapas Nusakambangan yang berada di Jawa Tengah. Banyak orang berpendapat bahwa
narapidana yang berada di Lapas Cipinang merupakan penjahat-penjahat kelas kakap dan sangat berbahaya. Hal ini peneliti ketahui keteka peneliti menanyakan
opini kepada 10 orang teman peneliti tentang Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Mereka mengatakan bahwa Lapas Cipinang merupakan tempat yang
menakutkan dan menyeramkan karena di sana terdapat orang-orang jahat dan sebagian besar dari mereka tidak ingin berkunjung ke sana. Hal serupa juga
sempat terlintas dalam pemikiran peneliti, hingga akhirnya peneliti memilih tempat ini untuk dijadikan tempat penelititan.
Dari latar belakang masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka peneliti memutuskan untuk melaksanakan penelititan dengan judul
“PROGRAM REHABILITASI
SOSIAL BAGI
NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG JAKARTA: PERSPEKTIF
PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL”.