mengangkap “Joni” lebih dulu. Hingga akhirnya mereka berdua ditangkap dan ditahan di lapas yang sama.
Gambar 3.4 Ecomap Informan “Inal”
Keterangan : : menandakan hubungan yang sangat kuat namun
memberikan dampak negatif bagi “Inal”. : menandakan hubungan yang kuat dan memberikan
dampak positif bagi keduanya. : menandakan hubungan yang baik dan kuat, serta
memberikan dampak positif bagi orang tersebut. : menandakan hubungan yang kurang baik, namun tidak
membahayakan bagi “Inal”. “INAL”
Ayah
Ibu Kakak
dan Adik
Teman- teman
67
BAB IV PROGRAM REHABILITASI SOSIAL BAGI NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG JAKARTA: PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL
Pada bab empat ini diuraikan mengenai temuan lapangan yang selanjutnya dianalisa sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan mengenai program
rehabilitasi sosial bagi narapidana, sistem pendampingan serta kendala pelaksanaan program rehabilitasi sosial di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang Jakarta. Dari hasil temuan lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis yang juga dijelaskan dalam bab ini.
B. Proses Penerimaan Narapidana
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang merupakan tempat di mana narapidana menjalani hukuman atas tindak pidana yang mereka lakukan. Lapas ini
adalah salah satu unit pelaksanaan teknis Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam pelaksanaannya, lapas bekerjasama dengan instansi negara dan
lembaga hukum lainnya. Seperti Polisi, Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Agung, Rumah Tahanan Rutan dan Peradilan Militer ODMILOditur
Militer. Staff Sesi Registrasi, Bapak Komang, menjelaskan tentang proses penerimaan narapidana yang dilakukan Lapas Cipinang sebagai berikut:
“Begini, eh, iya kalo di sini kan lapas ya, artinya semua narapidana yang ada di sini emang udah dipastiin kalo mereka itu salah. Sebelum masuk sini
itu mereka narapidana ikutin prosesnya dulu, biasanya mulai dari penyidik polisi, trus kejaksaan, jaksa tinggi, setelah itu ke pengadilan
baru ke sini kalo mereka udah di vonis, udah ditentukan hukumannya apa.”
41
Dari wawancara di atas diketahui bahwa untuk bisa sampai ke dalam lapas,
narapidana harus melalui proses yang begitu panjang. Orang yang melakukan tindak pidana ditangkap oleh polisi, kemudian mereka menjalani pemeriksaan
oleh polisi atau tim penyidik. Setelah penyelidikan selesai, maka narapidana dikirim pada tingkat yang lebih tinggi yaitu Kejaksaan. Pada tingkat ini,
narapidana diperiksa kembali apakah perbuatan yang mereka lakukan merupakan tindak pidana atau bukan. Proses ini memerlukan waktu 2 minggu, apabila
prosesnya melebihi batas waktu, maka pemeriksaan dilanjutkan pada tingkat yang lebih tinggi yaitu Kejaksaan Tinggi, namun apabila waktu yang digunakan masih
kurang maka kasus diangkat pada tingkat Mahkamah Agung. Setelah pemeriksaan selesai dan ditetapkan bersalah, maka selanjutnya narapidana menjalani sidang di
pengadilan untuk menentukan hukuman ada yang akan diterimanya. Setelah rangkaian pemeriksaan selesai, narapidana kemudian dikirim ke lapas untuk
dibina dengan rangkaian pembinaan yang ada di lembaga pemasyarakatan. Alur penerimaan ini bisa dilihat pada bagan yang terdapat pada lampiran skripsi.
“Tergantung mereka beraksinya di mana, kalo di Jakarta ya di lapas di Jakarta, tapi kalo di Jawa Barat, atau di Medan misalnya, itu mereka nanti
ditanganinya di sana juga.”
42
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memiliki Kantor Wilayah di
setiap Provinsi di Indonesia. Salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Untuk menentukan penempatan narapidana, ditentukan oleh lokasi di
41
Wawancara Pribadi dengan Staff Sesi Registrasi, Bapak Komang, pada tanggal 15 Desember 2014.
42
Ibid.
mana mereka narapidana melakukan kejahatan dan penyidik yang menangani kasus tersebut.
Sistem penerimaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang berjalan dengan normal, tanpa ada pungutan biaya. Namun, penerimaan
narapidana di kalangan narapidana sendiri mengalami permasalahan. Ini seperti yang disampaikan oleh informan Damar yang mengatakan sebagai berikut:
“Mbak, saya ini masuk lapas udah abis jutaan loh mbak. Bayangin aja, dari awal saya ditangkep polisi itu kan ditahan di sana, sama tahanan sana tuh
saya dimintain uang mbak, ya kalo saya engga ngasih ya saya digebukin mbak. Iya sama tahanan sana juga. Belum lagi di rutan, sama kaya gitu
juga. Pas masuk sini mbak, baru saya masuk blok tuh mbak ya saya udah
dimintain uang. ‘mana sini mana, bayar berapa?’ gitu mbak. Istilahnya kalo di sini itu uang gaul mbak. Apalagi kalo tau kita ni orang ada, abis
udah mbak.”
43
Dari perkataan Damar di atas dapat diketahui bahwa adanya hukum rimba,
yang kuat yang berkuasa. Di kalangan narapidana, bagi mereka yang memiliki uang banyak dialah yang kuat dan berkuasa di antara narapidana lainnya. Adanya
pemerasan di kalangan narapidana ini tidak hanya dialami oleh Damar, informan Sukur mengatakan yang sependapat dengan Damar.
“Iya, udah bukan rahasia umum lagi kali. Ya pada gitu emang, kan di sini juga ada kaya preman-premannya gitu. Kalo misalnya nih, ada anak baru
nih narapidana yang baru masuk, udah siap-siap aja gitu. Kalo ga dimintain duit ya dipukulin, abis udah. Tapi ga tau sih kayanya petugas sini,
tau dah, ada yang tau ada yang engga sih.”
44
Dari pernyataan Damar dan Sukur, peneliti mencari tahu lagi kebenaran
tentang adanya pemerasan di kalangan narapidana. Sukur mengatakan bahwa ada sebagian petugas lapas yang mengetahui permasalahan ini, namun Sukur tidak
memberitahu siapa petugas yang mengetahuinya. Selanjutnya peneliti menanyakan persoalan ini kepada Bapak Suwarno.
43
Wawancara Pribadi dengan Informan Damar, pada tanggal 19 Januari 2014.
44
Wawancara Pribadi dengan Informan Sukur, pada tanggal 5 Januari 2015.
“Hmm. Kalo masalah itu ya mungkin memang ada, memang banyak juga yang ngadu ke petugas gitu, ‘Kok saya dimintain uang?’. Ada yang bonyok-
bonyok luka lebam gitu ada, emang biasanya itu yang pada baru masuk sih ya. Tapi saya pikir wajar mungkin namanya mereka baru masuk kan,
mungkin berantem-berantem gitu biasa. Tapi abis itu udah sih, ga ada masalah-
masalah lagi.”
45
Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa pernyataan dari Damar dan
Sukur mengenai pemukulan kerap terjadi di kalangan narapidana itu sendiri. Kejadian ini juga peneliti lihat pada masa penelitian di Lapas Cipinang. Saat itu
peneliti melihat ada seorang narapidana yang baru masuk lapas dengan wajah yang memar dan berdarah. Dari pengamatan peneliti, narapidana tersebut
merupakan korban pemukulan narapidana yang sudah lama tinggal di dalam lapas.
46
Namun petugas tidak mengetahui persis apa yang menjadi penyebab utamanya. Seperti yang dikatakan Bapak Suwarno, petugas menganggap bahwa
permasalahan itu wajar terjadi karena narapidana baru memasuki lingkungan yang baru, dan harus beradaptasi dengan orang-orang di dalamnya. Maka terjadilah
perkelahian antara narapidana di dalam lapas. “Oh ya boleh. Kita lapas juga berhak menerima atau menolak narapidana
yang ditahan di sini. Misalnya ada pencuri motor, dia udah babak belur digebukin masa, udah kritis lah kondisinya, kita boleh nolak. Dari pada
mati di sini? Kita juga yang repot.
.”
47
Dari wawancara di atas diketahui bahwa tidak semua narapidana bisa
diterima oleh lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan berhak untuk menolak narapidana yang akan ditahan. Lembaga pemasyarakatan juga melihat
kondisi narapidana sebelum menerimanya di dalam lapas, seperti kesehatan narapidana. Narapidana yang kondisinya kritis atau hampir meninggal tidak
45
Wawancara Pribadi dengan Staff Sesi Bimbingan Kemasyarakatan, Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
46
Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 19 Januari 2015.
47
Wawancara Pribadi dengan Staff Sesi Registrasi, Bapak Komang, pada tanggal 15 Desember 2014.