b. Pembinaan  kesadaran  berbangsa  dan  bernegara.  Usaha  ini
dilaksanakan  melalui  pemahaman  wawasan  kebangsaan,  termasuk menyadarkan  narapidana  agar  menjadi  warga  negara  yang  dapat
memberikan sumbangsihnya kepada bangsa dan negara. c.
Pembinaan kemampuan intelektual, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal seperti program kejar paket A atau melanjutkan
pendidikannya di sekolah umum. d.
Pembinaan  kesadaran  hukum  yang  diberikan  melalui  penyuluhan hukum.  Pembinaan  ini  menanamkan  pemahaman  bagi  narapidana
terhadap norma dan kaedah hukum, agar tidak melanggar hukum. e.
Pembinaan  kemandirian.  Tujuan  pembinaan  ini  untuk meningkatkan kemampuan narapidana melalui kegiatan kerja.
f. Pembinaan  dalam  hal  mengintegrasikan  diri  dengan  masyarakat.
Pengintegrasian  diri  ini  bertujuan  untuk  memperbaiki  hubungan narapidana  dengan  masyarakat  di  lingkungannya  kelak  sesudah
selesai  menjalani  hukumannya  di  lembaga  pemasyarakatan. Pembinaan  tersebut  memberi  kesempatan  untuk  mengembangkan
aspek-aspek  pribadi  yang  ada  pada  diri  narapidana  yang  bersifat seluas-luasnya.
Kewajiban  yang  harus  dilaksanakan  oleh  warga  binaan  yaitu  bahwa setiap  narapidana  wajib  mengikuti  program  pendidikan  dan  bimbingan
agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Kewajiban warga binaan ditetapkan pada Undang-undang tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:
a. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan
kegiatan tertentu b.
Ketentuan  mengenai  program  pembinaan  sebagaimana  dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintahan.
5. Metode Pembinaan
Dalam  membina  narapidana,  dapat  digunakan  banyak  metode pembinaan. Metode pembinaan merupakan cara dalam penyampaian materi
pembinaan,  agar  dapat  secara  efektif  dan  efisien  diterima  oleh  narapidana dan  dapat  menghasilkan  perubahan  dalam  diri  narapidana,  baik  perubahan
dalam berpikir, bertindak atau dalam bertingkahlaku. a.
Pendekatan dari atas Top down approach Dalam  pembinaan  ini,  materi  pembinaan  berasal  dari  pembina,
atau  paket  pembinaan  bagi  narapidana  telah  disediakan  dari  atas. Narapidana  tidak  ikut  menentukan  jenis  pembinaan  yang  akan
dijalaninya,  tetapi  langsung  saja  menerima  pembinaan  dari  para pembina.
b. Pendekatan dari bawah Bottom up approach
Pendekatan pembinaan narapidana dari bawah merupakan suatu cara  pembinaan  narapidana  dengan  memperhatikan  kebutuhan
pembinaan  atau  kebutuhan  belajar  narapidana.  Tidak  setiap narapidana  mempunyai  kebutuhan  belajar  yang  sama,  minat  belajar
yang sama. Semua sangat tergantung dari pribadi  narapidana  sendiri, dan fasilitas yang dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan.
23
E. Teori Perubahan Perilaku
Menurut  Prof.  Noch,  kriminalitas  manusia  normal  adalah  akibat,  baik  dari faktor  keturunan  maupun  dari  faktor  lingkungan,  di  mana  kadang-kadang  faktor
keturunan  dan  kadang-kadang  pula  faktor  lingkungan  memegang  perana  utama, dan di mana kedua faktor itu juga dapat saling mempengaruhi.
24
Faktor  keturunan  dan  faktor  lingkungan  masing-masing  bukan  merupakan satu faktor saja, melainkan suatu gabungan faktor. Gabungan faktor itu senantiasa
saling  mempengaruhi  sehingga  pada  akhirnya  peranan  faktor-faktor  dalam lingkungan  itulah  yang  memegang  peranan  yang  lebih  utama  dari  pada  peranan
faktor-faktor  keturunan  di  dalam  perkembangan  tingkah  laku  kriminal  pada manusia normal.
1. Moral Development Theory
Psikolog  Lawrence  Kohlberg,  menemukan  bahwa  pemikiran  moral tumbuh  dalam  tiga  tahan.  Pertama,  preconventional  stage  atau  tahap  pra-
konvensional.  Di  sini  aturan  moral  dan  nilai-nilai  moral  anak  terdiri  atas “lakukan”  dan  “jangan  lakukan”  untuk  menghindari  hukuman.  Menurut
teori  ini,  anak-anak  di  bawah  umur  9  hingga  11  tahun  biasanya  berpikir pada tinggat pra-konvensional.
Remaja  biasanya  berpikir  pada  conventional  level  tingkat konvensional.  Pada  tingkatan  ini,  seorang  individu  meyakini  dan
23
Ibid, h. 344-347.
24
Gerungan, W. A., Psikologi Sosial Bandung: Reflika Aditama, 2004, h. 212.