4
B. PENGENALAN PENYAKIT
1. Definisi dan Klasifikasi
Diagnosa hipertensi didasarkan pada pengukuran yang berulang, reproduksibel dari peningkatan tekanan darah.
Klasifikasi tekanan darah oleh Joint National Committee JNC 7 untuk pasien dewasa umur ≥ 18 tahun berdasarkan rata-rata pengukuran dua
tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis Tabel 1. Klasifikasi tekanan
darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik TDS 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik TDD 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap
sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang.
Pasien dengan prehipertensi, yang juga mengalami diabetes atau gangguan ginjal, harus
dipertimbangkan sebagai kandidat untuk mendapatkan terapi obat yang sesuai apabila modifikasi gaya hidup gagal untuk menurunkan tekanan darah menjadi 13080 mmHg
atau kurang.
Pasien hipertensi stage 2 harus mendapatkan terapi obat baik tunggal maupun dalam kombinasi
Katzung, 2003; NHBPEP, 2004. Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistolik mmHg Tekanan Darah
Diastolik mmHg Normal
120 dan 80
Prehipertensi 120 – 139
atau 80 – 89
Hipertensi Stage 1 140 – 159
atau 90 – 99
Hipertensi Stage 2 ≥ 160
atau ≥ 100 Krisis hipertensi merupakan situasi klinis dimana tekanan darah sangat
meningkat, utamanya lebih besar dari 180120 mmHg, yang kemudian dikategorikan sebagai hipertensi gawat darurat atau hipertensi urgensi. Hipertensi gawat darurat
merupakan peningkatan tekanan darah ekstrim yang diikuti dengan kerusakan organ target akut atau progresif. Hipertensi urgensi merupakan peningkatan tekanan darah
yang tinggi tanpa kerusakan organ target akut atau progresif Saseen Maclaughlin, 2008.
5
2. Etiologi dan Patofisiologi
A. Etiologi Saseen Maclaughlin, 2008 Hipertensi dapat merupakan hasil dari etiologi patofisiologi yang tidak diketahui
hipertensi primer atau essensial. Hipertensi jenis ini tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol. Sejumlah kecil pasien memiliki penyebab spesifik untuk kondisi
hipertensinya hipertensi sekunder. Terdapat banyak penyebab potensial hipertensi sekunder, baik berupa kondisi medis yang bersamaan atau induksi endogen. Apabila
penyebabnya dapat diidentifikasi, jenis hipertensi ini potensial dapat disembuhkan. a. Hipertensi essensial
Lebih dari 90 individu dengan hipertensi memiliki jenis hipertensi essensial. Banyak mekanisme telah diidentifikasikan dapat berkontribusi terhadap
patogenesis hipertensi essensial, Sehingga tidak mungkin dapat mengetahui penyebab abnormalitas yang utama. Faktor genetik memiliki peran penting dalam
perkembangan hipertensi essensial. Terdapat bentuk monogenik dan poligenik dari disregulasi tekanan darah yang bertanggung jawab terhadap hipertensi
essensial. Banyak fitur sifat genetik ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, namun mutasi genetik akan mengubah ekskresi urinari kalikrein,
pelepasan nitrit okside, dan ekskresi aldosteron, steroid adrenal lainnya, dan angiotensin. Di masa depan, identifikasi individu dengan sifat genetiknya dapat
menjadi pendekatan alternatif untuk mencegah atau menterapi hipertensi, namun saat ini belum dapat direkomendasikan.
b. Hipertensi sekunder Kurang dari 10 pasien mengalami hipertensi sekunder yang mana
penyakit komorbid atau obat dapat bertanggung jawab terhadap peningkatan tekanan darah tabel 2. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal yang disebabkan
penyakit ginjal kronik yang parah atau penyakit renovaskular merupakan penyebab sekunder yang paling sering. Beberapa obat, baik langsung maupun
tidak langsung, dapat menyebabkan hipertensi atau memperburuk hipertensi dengan meningkatkan tekanan darah. Tabel 2 berisi daftar agen yang paling sering
menyebabkan hipertensi, dimana beberapa diantaranya adalah produk herbal.
6
Walaupun secara teknis bukanlah obat, namun produk herbal ini juga telah diidentifikasi sebagai penyebab sekunder. Apabila penyebab sekunder telah
teridentifikasi, menghilangkan agen penyebab apabila memungkinkan atau menterapimengkoreksi kondisi komorbid yang mendasari merupakan langkah
awal yang harus dilaksanakan Saseen Maclaughlin, 2008. Tabel 2. Penyebab sekunder hipertensi
Penyakit Obat yang terkait dengan hipertensi pada manusia
Penyakit ginjal kronik Sindrom Cushing’s
Coarctation of the aorta Obstructive sleep apnea
Penyakit Paratiroid Feokromositoma
Aldosteronisme primer Penyakit Renovaskular
Penyakit Tiroid Obat keras dengan resep
a
Steroid adrenal misalnya prednison, fludrokortison, triamsinolon
Amfetaminanoreksian misalnya
fendimetrazine, fentermine, sibutramine
Obat antivaskular
endothelin growth
factor bevacizumab, sorafenib, sunitinib, estrogen biasanya
kontrasepsi oral Inhibitor kalsineurin siklosporin dan trakolimus
Dekongestan fenilpropanolamin dan analognya Erythropoiesis stimulating agents erithropoietin dan
darbepoietin Obat antiinflamasi nonsteroid, inhibitor siklooksigenase-
2 Lain – lain : venlafaksin, bromokriptin, bupraprion,
buspirone,
karbamazepine, klozapine,
desulfrane, ketamin, metoklopramide
Situasi : beta bloker atau alfa agonis aksi sentral apabila secara tiba – tiba dihentikan; beta bloker tanpa alfa
bloker saat pertama kali digunakan untuk terapi feokromositoma
Narkotika dan obat – obat berbahaya
Kokain dan penghentian kokain Alkaloid efedrin misalnya Ma-Huang, “ekstasi herbal”,
analog fenilpropanolamin lainnya Penghentian nikotin, steroid anabolik, penghentian
narkotik, metilphenidate, fensiklidin, ketamin, ergotamin dan produk herbal yang mengandung ergot, St. John’s
wort
Substansi makanan
Natrium Etanol
Licorice Makanan
yang mengandung
tiramin apabila
mendapatkan obat inhibitor monoamine oksidase a. Obat yang paling penting secara klinik
7
B. Patofisiologi Saseen Maclaughlin, 2008; Riaz, 2011 Patogenesis dari hipertensi essensial sangat multifaktorial dan kompleks.
Sejumlah faktor mengatur tekanan darah agar dapat menghasilkan perfusi jaringan yang adekuat, termasuk di dalamnya adalah mediator humoral, reaktivitas vaskular,
sirkulasi volume darah, mutu pembuluh darah, viskositas darah, output jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis dari hipertensi esensial
kemungkinan melibatkan beberapa faktor, termasuk perubahan genetik, intake diet garam yang berlebih dan kesesuaian hormon andrenergik dapat saling berinteraksi
untuk menyebabkan terjadinya hipertensi. Walaupun genetika tampaknya berkontribusi terhadap munculnya hipertensi esensial, mekanisme yang tepat tentang
bagaimana pengaruhnya, sampai saat ini belum dapat dipastikan Riaz, 2011.
a. Tekanan darah arteri
Tekanan darah arteri adalah tekanan pada dinding arteri yang diukur dalam milimiter raksa mmHg. Terdapat 2 tipe tekanan darah arteri yaitu tekanan darah
sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik diperoleh selama kontraksi jantung dan mewakili nilai puncak tekanan darah. Tekanan darah diastolik dicapai
setelah kontraksi pada saat ruang jantung terisi darah, dan mewakili nilai nadir. Perbedaan antara tekanan darah sistolik dan distolik disebut tekanan nadi dan
merupakan ukuran tekanan dinding arteri. Tekanan darah arteri rata – rata merupakan tekanan rata – rata sepanjang siklus kontraksi jantung, kadang – kadang digunakan
secara klinis untuk mewakili keseluruhan tekanan darah arteri, terutama dalam keadaan hipertensi darurat Saseen Maclaughlin, 2008.
Sepanjang siklus jantung, duapertiga waktu dihabiskan untuk diastole dan sepertiga untuk sistole. Konsekuensinya tekanan arteri rata – rata dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :
Tekanan Arteri Rata – rata : SBP . 13 + DBP . 23
Tekanan darah arteri secara hemodinamik dihasilkan oleh interaksi antara aliran darah dan tahanan terhadap aliran darah. Hal ini secara matematika didefinisikan sebagai
hasil dari curah jantung dan tahanan perifer total menggunakan persamaan di bawah ini :
8
Tekanan Darah : Curah Jantung . Tahanan Perifer Total
cardiac ouput . total peripheral resistance Tabel 3. Mekanisme potensial patogenesis hipertensi Saseen Maclaughlin, 2008
Tekanan darah secara matematis merupakan hasil dari curah jantung dan tahanan perifer. Peningkatan tekanan darah dapat disebabkan dari peningkatan curah jantung danatau
peningkatan tahanan perifer total.
Peningkatan curah jantung Peningkatan preload jantung :
peningkatan volume cairan dari intake natrium yang berlebihan atau retensi
natrium ginjal karena penurunan jumlah nefron atau penurunan filtrasi
glomerulus
Kontraksi vena
Stimulasi berlebih dari sistem renin- angiotensin-aldosteron
Overaktivitas sistem syaraf simpatik
Peningkatan tahanan perifer Penyempitan pembuluh darah fungsional
Stimulasi berlebih dari sistem renin- angiotensin-aldosteron
Overaktivitas sistem syaraf simpatik Perubahan genetik membran sel
Endothelial-derived factors
Hipertrofi pembuluh darah struktural
Stimulasi berlebih dari sistem renin- angiotensin-aldosteron
Overaktivitas sistem syaraf simpatik Perubahan genetik membran sel
Endothelial-derived factors Hiperinsulinemia
disebabkan karena
obesitas atau sindrom metabolik
Curah jantung merupakan penentu utama dari tekanan darah sistolik, sedangkan tahanan perifer total sangat menentukan tekanan darah diastolik. Pada
gilirannya, curah jantung merupakan fungsi dari volume stroke, denyut jantung, dan kapasitas vena. Pada kondisi fisiologis normal, tekanan darah arteri berfluktuasi
sepanjang hari. Fluktuasi ini mengikuti ritme sirkadian, yang mana turun ke nilai paling rendah setiap harinya selama tidur. Diikuti dengan kenaikan tajam mulai dari beberapa
jam sebelum terbangun dan nilai tertinggi terjadi menjelang siang hari. Tekanan darah juga meningkat akut selama aktivitas fisik atau stress emosional. Tabel 3 memuat
beberapa faktor yang dapat meningkatkan curah jantung dan tahanan perifer total yang kemudian dapat meningkatkan tekanan darah Saseen Maclaughlin, 2008.
9
Gambar 1. Mekanisme patofisiologi hipertensi
http:www.ucla.edu.vedmedicinmagazinefisiopatologiafisiopatologia-temas-010_archivosframe.htm
b. Mekanisme humoral
Sejumlah abnormalitas humoral ambil bagian dalam munculnya hipertensi essensial. Abnormalitas ini melingkupi sistem renin-angiotensin-aldosteron, hormon
natriuretik dan hiperinsulinemia. i.
Sistem renin-angiotensin-aldosteron Sistem renin-angiotensin-aldosteron RAA merupakan sistem endogen
kompleks yang terlibat dengan sebagian besar komponen pengatur tekanan darah arteri. Aktivasi dan pengaturan sistem ini, utamanya diatur oleh ginjal gambar 2.
Sistem RAA mengatur natrium, kalium dan keseimbangan cairan. Karenanya sistem ini secara signifikan berpengaruh terhadap tonus vaskular dan aktivitas
sistem syaraf simpatik dan merupakan kontributor yang paling berpengaruh terhadap pengaturan homeostatik dari tekanan darah.
Renin merupakan enzim yang tersimpan pada sel jukstaglomerular, yang lokasinya pada arteriola afferent ginjal. Pelepasan renin dimodulasi oleh beberapa
faktor : faktor intrarenal misalnya : tekanan perfusi ginjal, katekolamin, angiotensin II, dan faktor ekstrarenal misalnya : natrium, klorida dan kalium. Sel
jukstaglomerular berfungsi sebagai bagian baroreseptor. Penurunan tekanan
10
arteri ginjal dan aliran darah ginjal akan dirasakan oleh sel ini dan akan menstimulasi sekresi renin. Apparatus jukstaglomerular juga mencakup
sekelompok sel tubulus distal khusus yang secara kolektif disebut sebagai macula densa. Penurunan kadar natrium dan klorida akan dikirim ke tubulus distal dan
menstimulasi pelepasan renin. Katekolamin akan meningkatkan pelepasan renin kemungkinan secara langsung melalui stimulasi syaraf simpatik pada arteriola
afferent yang pada gilirannya akan mengaktivasi sel jukstaglomerular. Penurunan serum kalium danatau kalsium intraseluler akan terdeteksi oleh sel
jukstaglomerular menghasilkan sekresi renin.
Gambar 2. Sistem renin – angiotensin – aldosteron Saseen Maclaughlin, 2008 Renin mangkatalisasi konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I pada
darah. Angiotensin I kemudian akan dikonversi menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzyme ACE. Setelah berikatan pada reseptor yang
spesifik diklasifikasikan sebagai sub tipe AT
1
atau AT
2
, angiotensin II akan menimbulkan efek biologik pada beberapa jaringan. Reseptor AT
1
berlokasi pada
11
otak, ginjal, miokardium, pembuluh darah perifer dan kelenjar adrenal, merupakan reseptor yang memediasi sebagian besar respon akut pada fungsi
ginjal dan kardiovaskular, sehingga berperan dalam pengaturan tekanan darah. Sirkulasi angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah melalui tekanan
dan efek volume. Efek tekanan termasuk vasokontriksi langsung, stimulasi pelepasan katekolamin dari medula adrenal, dan secara sentral akan memediasi
peningkatan aktivitas sistem syaraf simpatik. Angiotensin II juga menstimulasi sintesis aldosteron dari korteks adrenal. Hal ini akan memicu reabsorpsi natrium
dan air yang akan meningkatkan volume plasma, tahanan perifer total, dan kemudian peningkatan tekanan darah. Secara jelas, setiap gangguan pada tubuh
yang memicu aktivasi sistem RAA dapat memicu terjadinya hipertensi kronik. ii.
Hormon natriuretik Hormon natriuretik menghambat natrium dan kalium-adenosin trifosfat sehingga
mengganggu transport natrium melintasi membran sel. Cacat bawaan pada kemampuan ginjal untuk mengeliminasi natrium dapat menyebabkan peningkatan
volume darah. Kompensasinya adalah peningkatan konsentrasi hormon natriuretik tersirkulasi, yang secara teoritis dapat meningkatkan ekskresi urinari
dari natrium dan air. Namun hormon yang sama ini juga dapat memblok transport aktif dari natrium keluar dari sel otot polos arteriolar. Peningkatan konsentrasi
natrium intraseluler dapat meningkatkan tonus vaskular dan tekanan darah. iii.
Resistensi insulin dan hiperinsulinemia Munculnya hipertensi dan hubungannya dengan abnormalitas metabolik disebut
sebagai sindrom metabolik. Secara hipotesis, peningkatan konsentrasi insulin dapat memicu hipertensi karena peningkatan retensi natrium ginjal dan
mengganggu aktivitas sistem syaraf simpatik. Lebih lagi, insulin memiliki aksi seperti hormon pertumbuhan yang mana dapat menginduksi terjadinya hipertrofi
pada sel otot polos pembuluh darah. Insulin juga dapat meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan kalsium intraseluler, yang mana dapat memicu
peningkatan resistensi vaskular. Mekanisme pasti bagaimana resistensi insulin dan hiperinsulinemia dapat menimbulkan hipertensi masih belum diketahui. Namun
12
demikian, hubungannya sangat kuat karena populasi yang mengalami obesitas abdominal, dislipidemia dan peningkatan glukosa puasa sangat sering ditemui
pada pasien hipertensi Saseen Maclaughlin, 2008.
c. Regulasi neuronal
Sistem syaraf pusat dan autonomik secara intrinsik terlibat pada pengaturan tekanan darah arteri. Sejumlah reseptor baik yang meningkatkan atau menghambat
pelepasan norefinefrin terletak pada permukaaan presinaptik dari terminal simpatik. Tujuan dari mekanisme neuronal ini adalah untuk mengatur tekanan darah dan
mempertahankan homeostasis. Gangguan patologik pada salah satu dari 4 komponen utama yang meliputi serabut syaraf autonom, reseptor adrenergik, baroreseptor, atau
sistem syaraf pusat dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah kronik. Sistem ini secara fisiologis saling berhubungan. Cacat pada satu komponen dapat
menyebabkan gangguan pada fungsi normal komponen yang lain, dan hal tersebut akan menyebabkan terjadinya akumulasi abnormalitas yang kemudian dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi esensial.
d. Komponen autoregulasi perifer
Abnormalitas pada ginjal atau sistem jaringan autoregulator dapat menyebabkan hipertensi. Kemungkinan besar yang terjadi pertama kali adalah
gangguan pada ekskresi natrium ginjal, yang dapat menyebabkan perubahan setting pada proses autoregulator jaringan shingga menghasilkan tekanan darah arteri yang
lebih besar. Ginjal biasanya mempertahankan tekanan darah normal melalui mekanisme adaptif volume-tekanan. Bilamana tekanan darah turun, ginjal akan
memberikan respon dengan meningkatkan retensi terhadap natrium dan air. Perubahan ini akan memicu ekspansi volume plasma yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Sebaliknya, apabila tekanan darah meningkat diatas normal, ekskresi natrium dan air akan ditingkatkan untuk menurunkan volume plasma dan curah
jantung. Mekanisme ini akan mempertahankan homeostatik kondisi tekanan darah.
e. Mekanisme endothelial pembuluh darah
Endotel pembuluh darah dan otot polos memegang peran penting dalam pengaturan tonus pembuluh darah dan tekanan darah. Fungsi pengaturan ini dimediasi
13
melalui substansi vasoaktif yang disintesis oleh sel endothelial. Telah dipostulasikan bahwa defisiensi sintesis lokal pada substansi vasodilator protasiklin dan bradikinin
atau berlebihnya substansi vasokontriktor angiotensin II dan endothelin I berkontribusi
terhadap hipertensi
essensial, atherosclerosis
dan penyakit
kardiovaskular lainnya. Nitrit okside diproduksi di endothelium, merelaksasi epithelium pembuluh
darah, dan merupakan vasodilator yang sangat potent. Sistem nitrit okside merupakan pengatur tekanan darah arteri yang sangat penting. Pasien dengan hipertensi dapat
memiliki defisiensi intrinsik nitrit okside, menyebabkan vasodilatasi yang tidak adekuat.
f. Elektrolit dan senyawa kimia lainnya
Data epidemiologi dan klinis menunjukan adanya hubungan antara intake natrium yang berlebih terhadap terjadinya hipertensi. Penelitian pada populasi
mengindikasikan diet tinggi garam berhubungan dengan kemungkinan terjadinya stroke dan hipertensi. Sebaliknya, diet rendah garam dihubungkan dengan prevalensi
hipertensi yang rendah. Perubahan homeostasis kalsium juga memegang peranan penting dlam
patogenesis hipertensi. Kurangnya asupan kalsium dari makanan secara hipotetis dapat mengganggu keseimbangan antara kalsium intraseluler dan ekstraseluler,
menghasilkan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Ketidakseimbangan ini dapat mengganggu fungsi otot polos vascular dengan terjadinya peningkatan tahanan
vascular perifer. Peran fluktuasi kalium sampai saat ini belum dapat dipahami dengan baik Saseen Maclaughlin, 2008.
3. Manifestasi Klinik
Secara umum, pasien yang mengalami hipertensi dapat terlihat sangat sehat. Beberapa pasien dapat memiliki beberapa faktor resiko kardiovaskular tambahan,
misalnya : a. Usia ≥ 55 tahun untuk pria dan 65 tahun untuk wanita
b. Diabetes mellitus
14
c. Dislipidemia peningkatan low-density lipoprotein-cholesterol, kolesterol total, danatau trigliserid; penurunan high-density lipoprotein-cholesterol
d. Mikroalbuminuria e. Riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dini
f. Obesitas indeks massa tubuh ≥ 30 kgm
2
g. Inaktif secara fisik h. Merokok Saseen Maclaughlin, 2008.
Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala asimptomatik, sehingga banyak pasien yang tidak waspada terhadap adanya hipertensi. Beberapa gejala yang dapat
muncul pada pasien hipertensi antara lain : a. Sakit kepala, merupakan gejala yang paling sering terjadi, namun sangat tidak
spesifik. Sakit kepala berdenyut pada daerah suboccipitalis, yang biasanya muncul pada awal pagi hari dan mereda pada siang hari, dikatakan sebagai
karakteristik hipertensi, namun berbagai jenis sakit kepala dapat muncul. b. Somnolence
c. Bingung d. Gangguan visual
e. Mual dan muntah hipertensi ensefalopati McPhee Massie, 2006. Selain melihat gejala hipertensi, pemeriksaan fisik diperlukan untuk
mengetahui penyebab hipertensi, durasi dan keparahannya, serta tingkat pengaruhnya pada organ target. Tanda hipertensi yang dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik
antara lain : a. Tekanan darah : pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua
lengan, dan apabila denyut pada ekstremitas bawah diminished atau delayed, pada kaki untuk mengeksklusi koartasi dari aorta. Penurunan ortostatik
biasanya muncul pada feokromositoma. Pada pasien usia lanjut dapat terjadi kesalahan pembacaan peningkatan tekanan darah pada sphygmomanometri
dikarenakan pembuluh darah yang tidak kompresibel. Kadang kala, mungkin
diperlukan pengukuran langsung pada tekanan intra-arterial, terutama pada pasien hipertensi berat yang tidak toleran terhadap terapi.
15
b. Retina : penyempitan diameter arteri sampai kurang dari 50 dari diameter vena, munculnya serat berwarna tembaga atau perak, eksudat, perdarahan
atau papilledema dihubungkan dengan prognosis yang buruk. c. Jantung dan arteri : pelebaran ventrikel kiri dengan ventrikel kiri yang
menyembul mengindikasikan hipertrofi yang berat dan lama. Pasien yang lebih tua seringkali mengalami murmur ejeksi sistolik yang disebabkan kalsifikasi
aorta sklerosis. d. Denyut nadi : waktu nadi ekstremitas atas dan bawah harus dibandingkan
untuk mengeksklusi koartasi dari aorta. Semua denyut nadi perifer utama harus dievaluasi untuk mengeksklusi diseksi aorta dan atherosklerosis perifer, yang
mungkin berhubungan dengan keterlibatan arteri ginjal McPhee Massie, 2006.
Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan termasuk diantaranya adalah pemeriksaan hemoglobin, urinalisis dan fungsi ginjal untuk mendeteksi
hematuria, proteinuria, dan warna tambahan casts, untuk menandai adanya penyakit ginjal primer atau nefrosklerosis, penentuan konsentrasi serum K
+
, konsentrasi aldosteron plasma, dan aktivitas plasma renin dan perhitungan rasio plasma
aldosteronrenin untuk mendeteksi kelebihan mineralokortikoid. Pemeriksaan level gula darah puasa, karena hiperglikemia berkaitan dengan diabetes dan
feokromositoma, lipid plasma sebagai indikator resiko atherosklerosis dan sebagai tambahan target terapi. Pemeriksaan serum asam urat, yang mana bila meningkat
merupakan kontraindikasi relatif penggunaan terapi diuretik McPhee Massie, 2006.
16
C. TATALAKSANA TERAPI
Tujuan utama terapi antihipertensi adalah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan renal. Biasanya, satu – satunya tanda dari hipertensi
essensial hanyalah peningkatan tekanan darah. Hasil pemeriksaan fisik lainnya dapat saja normal. Evaluasi medis yang lengkap direkomendasikan setelah diagnosa untuk
mengidentifikasi penyebab sekunder, mengidentifikasi faktor resiko kardiovaskular atau kondisi komorbid dan untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan organ target
terkait hipertensi. Data tersebut dapat digunakan untuk menetapkan prognosis danatau panduan terapi Saseen Maclaughlin, 2008.
Kebanyakan orang dengan hipertensi, khususnya mereka dengan usia 50 tahun akan mencapai target tekanan darah diastolik pada saat target tekanan darah
sistolik tercapai, fokus utama adalah untuk mecapai target tekanan darah sistolik. Target tekanan darah sistolik dan diastolik 14090 mmHg dihubungkan dengan
penurunan komplikasi penyakit kardiovaskular. Pada pasien hipertensi dengan diabetes atau penyakit ginjal target tekanan darahnya adalah 13080 mmHg tabel
4. Hasil penelitian klinis menunjukan bahwa pemberian terapi antihipertensi dapat menurunkan insidensi terjadinya stroke sebesar 35 – 40, infark miokard sebesar 20 –
25 dan gagal jantung sebesar 50 NHBPEP, 2004. Tabel 4. Target tekanan darah yang direkomendasikan oleh American Heart
Association tahun 2007
Sebagian besar pasien sebagai pencegahan umum 14090 mmHg
Pasien dengan diabetes dijelaskan sebagai penyakit yang resikonya ekuivalen dengan penyakit arteri koroner, gagal ginjal kronik signifikan,
penyakit arteri koroner infark miokard, angina stabil, angina unstabil, penyakit pembuluh darah atherosklerotik nonkoroner stroke iskemik,
transient iskemik attack, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdomen [dimaksud resiko yang setara dengan penyakit jantung koroner], atau nilai
resiko Framingham 10 atau lebih. 13080 mmHg
Pasien dengan disfungsi ventrikel kiri gagal jantung 12080 mmHg