Mekanisme humoral Etiologi dan Patofisiologi

9 Gambar 1. Mekanisme patofisiologi hipertensi http:www.ucla.edu.vedmedicinmagazinefisiopatologiafisiopatologia-temas-010_archivosframe.htm

b. Mekanisme humoral

Sejumlah abnormalitas humoral ambil bagian dalam munculnya hipertensi essensial. Abnormalitas ini melingkupi sistem renin-angiotensin-aldosteron, hormon natriuretik dan hiperinsulinemia. i. Sistem renin-angiotensin-aldosteron Sistem renin-angiotensin-aldosteron RAA merupakan sistem endogen kompleks yang terlibat dengan sebagian besar komponen pengatur tekanan darah arteri. Aktivasi dan pengaturan sistem ini, utamanya diatur oleh ginjal gambar 2. Sistem RAA mengatur natrium, kalium dan keseimbangan cairan. Karenanya sistem ini secara signifikan berpengaruh terhadap tonus vaskular dan aktivitas sistem syaraf simpatik dan merupakan kontributor yang paling berpengaruh terhadap pengaturan homeostatik dari tekanan darah. Renin merupakan enzim yang tersimpan pada sel jukstaglomerular, yang lokasinya pada arteriola afferent ginjal. Pelepasan renin dimodulasi oleh beberapa faktor : faktor intrarenal misalnya : tekanan perfusi ginjal, katekolamin, angiotensin II, dan faktor ekstrarenal misalnya : natrium, klorida dan kalium. Sel jukstaglomerular berfungsi sebagai bagian baroreseptor. Penurunan tekanan 10 arteri ginjal dan aliran darah ginjal akan dirasakan oleh sel ini dan akan menstimulasi sekresi renin. Apparatus jukstaglomerular juga mencakup sekelompok sel tubulus distal khusus yang secara kolektif disebut sebagai macula densa. Penurunan kadar natrium dan klorida akan dikirim ke tubulus distal dan menstimulasi pelepasan renin. Katekolamin akan meningkatkan pelepasan renin kemungkinan secara langsung melalui stimulasi syaraf simpatik pada arteriola afferent yang pada gilirannya akan mengaktivasi sel jukstaglomerular. Penurunan serum kalium danatau kalsium intraseluler akan terdeteksi oleh sel jukstaglomerular menghasilkan sekresi renin. Gambar 2. Sistem renin – angiotensin – aldosteron Saseen Maclaughlin, 2008 Renin mangkatalisasi konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I pada darah. Angiotensin I kemudian akan dikonversi menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzyme ACE. Setelah berikatan pada reseptor yang spesifik diklasifikasikan sebagai sub tipe AT 1 atau AT 2 , angiotensin II akan menimbulkan efek biologik pada beberapa jaringan. Reseptor AT 1 berlokasi pada 11 otak, ginjal, miokardium, pembuluh darah perifer dan kelenjar adrenal, merupakan reseptor yang memediasi sebagian besar respon akut pada fungsi ginjal dan kardiovaskular, sehingga berperan dalam pengaturan tekanan darah. Sirkulasi angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah melalui tekanan dan efek volume. Efek tekanan termasuk vasokontriksi langsung, stimulasi pelepasan katekolamin dari medula adrenal, dan secara sentral akan memediasi peningkatan aktivitas sistem syaraf simpatik. Angiotensin II juga menstimulasi sintesis aldosteron dari korteks adrenal. Hal ini akan memicu reabsorpsi natrium dan air yang akan meningkatkan volume plasma, tahanan perifer total, dan kemudian peningkatan tekanan darah. Secara jelas, setiap gangguan pada tubuh yang memicu aktivasi sistem RAA dapat memicu terjadinya hipertensi kronik. ii. Hormon natriuretik Hormon natriuretik menghambat natrium dan kalium-adenosin trifosfat sehingga mengganggu transport natrium melintasi membran sel. Cacat bawaan pada kemampuan ginjal untuk mengeliminasi natrium dapat menyebabkan peningkatan volume darah. Kompensasinya adalah peningkatan konsentrasi hormon natriuretik tersirkulasi, yang secara teoritis dapat meningkatkan ekskresi urinari dari natrium dan air. Namun hormon yang sama ini juga dapat memblok transport aktif dari natrium keluar dari sel otot polos arteriolar. Peningkatan konsentrasi natrium intraseluler dapat meningkatkan tonus vaskular dan tekanan darah. iii. Resistensi insulin dan hiperinsulinemia Munculnya hipertensi dan hubungannya dengan abnormalitas metabolik disebut sebagai sindrom metabolik. Secara hipotesis, peningkatan konsentrasi insulin dapat memicu hipertensi karena peningkatan retensi natrium ginjal dan mengganggu aktivitas sistem syaraf simpatik. Lebih lagi, insulin memiliki aksi seperti hormon pertumbuhan yang mana dapat menginduksi terjadinya hipertrofi pada sel otot polos pembuluh darah. Insulin juga dapat meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan kalsium intraseluler, yang mana dapat memicu peningkatan resistensi vaskular. Mekanisme pasti bagaimana resistensi insulin dan hiperinsulinemia dapat menimbulkan hipertensi masih belum diketahui. Namun 12 demikian, hubungannya sangat kuat karena populasi yang mengalami obesitas abdominal, dislipidemia dan peningkatan glukosa puasa sangat sering ditemui pada pasien hipertensi Saseen Maclaughlin, 2008.

c. Regulasi neuronal