31 Pada Gambar 6 tersebut di atas, terlihat bahwa terdapat adanya hubungan
yang terbalik atau negatif antara jumlah dana pinjaman yang diminta dan tingkat bunga, dengan asumsi faktor-faktor lain tetap, ceteris paribus. Pergeseran kurva
ke arah kanan akan meningkatkan jumlah dana pinjaman yang diminta pada setiap tingkat bunga.
3.1.2 Risiko Kredit Credit Risk
Perbankan adalah lembaga yang paling rentan atau berdekatan dengan risiko, khususnya risiko yang berkaitan dengan uang money. Jika bank tidak
berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman maka perbankan sendiri yang akan menerima akibatnya yaitu salah satunya adalah timbulnya kredit macet.
Menurut Fahmi I 2010, risiko perbankan adalah risiko yang dialami oleh sektor bisnis perbankan sebagai bentuk dari berbagai keputusan yang dilakukan
dalam berbagai bidang salah satunya seperti keputusan penyaluran kredit. Selain itu, pengertian lain dari risiko perbankan adalah berfokus pada masalah finansial
karena bisnis perbankan adalah bisnis yang bergerak di bidang jasa keuangan. Bank menyediakan fasilitas yang mampu memberikan kemudahan kepada
publik sebagai nasabahnya untuk memperlancar segala urusan yang menyangkut masalah keuangan, karena produk perbankan bersifat intangible asset. Bank harus
mampu menyediakan atau memberikan kemudahan seperti, keamanan simpanan, kemudahan dalam menarik kembali dana dalam jumlah yang disesuaikan,
kemudahan dalam urusan mencairkan kredit termasuk rendahnya biaya administrasi yang ditanggung, suku bunga kredit yang rendah dan perhitungan
yang dilakukan secara cepat dan akurat. Bank is a risk machine. it takes risks, it transforms them, it embedes
them in banking products and service. in this context, those banks which actively manage their risk have decisive competitive advantage. they take risk more
consciously, they anticipate adverse changes, they protect them selves from unexpected events, they gain the expertise to price risks
Dennis Weatherstone, Retired Chairman
JP Morgan Co, dikutip dalam Retnadi D, 2006.
32 Berdasarkan pengertian di atas, dapat diartikan bahwa bank adalah risiko
mesin. Risiko dibutuhkan untuk mengubah mereka dalam produk perbankan dan pelayanan. Dalam konteks ini, bank-bank yang aktif mengelola risiko mereka
memiliki keunggulan kompetitif yang menentukan. mereka mengambil resiko lebih sadar, mereka mengantisipasi perubahan yang merugikan, mereka
melindungi diri mereka dari kejadian tak terduga, mereka mendapatkan keahlian untuk risiko harga.
Menurut Fahmi I 2010, risiko kredit merupakan risiko yang disebabkan oleh ketidakmampuan para debitur dalam memenuhi kewajibannya sebagai mana
yang dipersyaratkan oleh pihak debitur. Dalam memutuskan pemberian pinjaman, seorang pemberi pinjaman harus memperhitungkan probabilitas peminjam untuk
membayar kembali pinjamannya. Semakin tinggi probabilitas ketidakmampuan membayar kembali pinjaman, maka semakin tinggi tingkat bunganya. Risiko
kredit paling aman adalah pemerintah, sehingga obligasi yang dikeluarkan pemerintah cenderung memberikan tingkat bunga yang rendah.
Bank sebagai lembaga yang dipercaya mengelola simpanan masyarakat hendaknya tetap menegakkan sikap prudent kehati-hatian dalam pemberian
kredit, apapun bentuk kredit yang diberikan Retnadi D, 2006. Hal ini mengingatkan perbankan bahwa dengan dilonggarkannya beberapa ketentuan
standar perkreditan, seperti suku bunga harus rendah, tidak adanya agunan tambahan, dan jangka waktu proses kredit yang cepat, seyogianya tidak harus
mengurangi tingkat kewaspadaan bank terhadap sikap dasar debitur Character. Agency Theory teori keagenan yang menjelaskan mengapa konflik
debitur-kreditur selalu terjadi. Secara singkat teori ini menjelaskan bahwa debitur selaku agen yang diberi kepercayaan oleh bank untuk menggunakan uang
pinjaman, ternyata tidak pernah memedulikan kepentingan pihak kreditur Jensen, Mc and Meckling, W.H, 1990, dikutip dalam Retnadi D, 2006.
Menurut teori keagenan, penyalahgunaan kepercayaan bank oleh debitur dapat diwujudkan dalam beberapa tindakan negatif yaitu dalam hal keputusan
investasi investment, keputusan pembiayaan financing, dan kebijakan pembayaran dividen dividend policy Peirson, Graham, dkk., 1998. Menurut
Retnadi D 2006, walaupun ketiga istilah tersebut diambil dari kebiasaan dalam
33 praktis bisnis besar corporate, namun hakikat tindakan yang dilakukan oleh
debitur pada dasarnya berlaku pula untuk seluruh jenis debitur termasuk debitur perorangan, nasabah kecil, nasabah Kupedes, dan nasabah komersial serta
korporasi. Kolektibilitas pinjaman adalah penggolongan pinjaman berdasarkan
keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dan bunga oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang masih ditanamkan dalam
surat-surat berharga atau lainnya. Menurut Mahmoeddin AS 2010, koletibilitas pinjaman terdiri atas empat kelompok, yaitu:
1. Kolektibilitas Lancar 2. Kolektibilitas Kurang Lancar
3. Kolektibilitas Diragukan 4. Kolektibilitas Macet
Pada PT. Bank Rakyat Indonesia menggolongkan kreditnya dalam dua kelompok besar, yaitu kredit lancar dan kredit tidak lancar menunggak.
1. Kredit Lancar Suatu kredit digolongkan lancar jika tidak terdapat tunggakan angsuran
pokok. Pengembalian kredit dikatakan lancar, apabila pembayaran angsuran dan bunga dilakukan dengan tepat waktu dan pelunasan kredit tidak mengalami
penundaan berdasarkan pinjaman, Walaupun suatu kredit memenuhi kriteria lancar tersebut, namun apabila menurut penilaian baik ditinjau dari keadaan usaha
debitur, maupun agunan kredit yang dikuasai oleh bank diperkirakan bahwa debitur yang bersangkutan tidak mampu untuk mengembalikan sebagian atau
seluruh kewajibannya, maka kredit tersebut tidak dapat digolongkan sebagai lancar.
2. Kredit Tidak Lancar Menunggak Pengembalian kredit dikatakan tidak lancar apabila pembayaran angsuran
dan bunga mengalami penundaan dari waktu yang diperjanjikan. Pengembalian kredit yang tidak lancar ini digolongkan ke dalam lima tingkatan yaitu:
a Dalam Pengawasan Khusus Status ini diberikan kepada debitur yang menunda pembayaran angsuran
selama satu minggu hingga 60 hari dari tanggal yang telah ditentukan.
34 b Kurang Lancar
Status ini diberikan kepada debitur yang menunggak pembayaran angsuran selama lebih dari 60 hari hingga 90 hari. Hal ini terjadi apabila pembayaran
angsuran oleh debitur sedikit terhambat karena nasabah mulai mengalami kesulitan dalam usahanya, namun kesulitan yang dialami masih dapat diatasi
dan tergolong ringan. c Meragukan
Status ini diberikan kepada debitur yang menunggak pembayaran angsuran selama lebih dari 90 hari hingga 120 hari. Hal ini terjadi karena terhambatnya
pengembalian kredit yang diindikasikan dengan kemerosotan yang tajam dalam usahanya dan biasanya permasalahan yang terjadi mencakup berbagai aspek
usaha. d Macet
Status ini diberikan kepada debitur yang menunggak pembayaran angsuran selama lebih dari 120 hari hingga 270 hari. Hal ini dikarenakan debitur tidak
dapat membayar angsuran dan bunga kredit dalam jangka waktu tersebut. e Daftar Hitam DH
Pengembalian kredit yang sudah termasuk dalam daftar hitam yaitu debitur yang benar-benar sudah tidak mampu membayar pelunasan kredit pada waktu
yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena usaha yang bangkrut dan aset yang dimiliki kemungkinan tidak dapat dicairkan atau tidak ada sama sekali.
Ketika seorang debitur dalam pelunasan kreditnya mengalami penundaan lebih dari 270 hari maka debitur tersebut dimasukkan dalam kelompok daftar hitam.
3.1.3 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit