100 00 Perkembangan Volume Impor Komoditas Beras, Jagung, dan Kedele
tahun 1997 dan kedele pada tahun 1998 disebabkan kondisi krisis ekonomi yang menyebabkan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar. Jika pada
komoditas kedele, penurunan volume impor semata-mata disebabkan oleh kondisi krisis ekonomi, dimana volume impor mengalami penurunan karena daya beli
penurunan dan industri dalam negeri mengalami kebangkrutan karena tingkat ketergantungan impor yang tinggi, maka pada komoditas beras, pada saat tersebut
negara-negara produsen beras seperti Thailand, China, Myanmar dan Vietnam termasuk Indonesia di samping menghadapi masalah penurunan nilai tukar, juga
menghadapi dampak perubahan iklim El Nino. Sekalipun produksi beras dunia secara umum meningkat, gejolak iklim dan krisis menyebabkan banyak negara
mengamankan konsumsinya dari pasokan dalam negeri.
Sumber: BPS diolah
Gambar 13. Perkembangan Volume Impor Bulanan Komoditas Beras, Jagung,
dan Kedele Indonesia, Periode September 2004 – Oktober 2009
Pada tahun 2007, volume ekspor dunia meningkat 5.32 persen dibandingkan tahun 1996, namun volume impor dunia mengalami penurunan
13.38 persen, karena Indonesia yang mengalami krisis tidak melakukan impor.
0.00 100 000.00
200 000.00 300 000.00
400 000.00 500 000.00
600 000.00 700 000.00
800 000.00 900 000.00
V o
lu m
e Im
p o
r To
n
Bulan Beras
Jagung Kedele
Konsekuensi Indonesia tidak melakukan impor salah satunya adalah harga dunia mengalami penurunan dari rata-rata US 349.24 per Ton pada tahun 1996
menurun menjadi rata-rata US 306.95 per Ton pada tahun 1997. Berbeda dengan komoditas beras, mulai tahun 2000, volume impor kedele meningkat
secara konsisten karena ketidak berhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi, sementara konsumsi baik untuk rumah tangga maupun industri terus
menunjukkan peningkatan. Produksi kedele bahkan terus menurun seiring dengan peningkatan produksi beras dan jagung.
Dampak El Nino yang terjadi pada tahun 1997 di Indonesia sangat terasa pada tahun 1998 dan 1999. Kondisi ini menyebabkan produksi dalam negeri
mengalami penurunan dan untuk memenuhi konsumsi, Indonesia melakukan impor. Pada kondisi krisis ekonomi, penurunan produksi dan tekanan IMF untuk
menurunkan tarif, impor Indonesia meningkat tajam pada tahun 1998 dan 1999 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 1999, Indonesia mencanakan
program Gerakan Mandiri Padi, Kedele, dan Jagung Gema Palagung. Melalui program percepatan musim tanam dan peningkatan intensitas tanam, volume
impor berhasil diturunkan pada tahun 2000 dan 2001. Selanjutnya Pemerintah Indonesia melakukan penerapan Instruksi Presiden Inpres No. 92001 yang
berlaku sejak 1 Januari 2002. Namun serangan El Nino tahun 2002 menyebabkan Pemerintah Indonesia melakukan antisipasi dampak perubahan iklim tersebut
dengan meningkatkan volume impor. Pada musim tanam tahun 2006 dan 2007, Indonesia kembali mengalami serangan El Nino dan untuk menjaga stabilitas
pemenuhan konsumsi, Pemerintah Indonesia kembali melakukan impor beras. Berbeda dengan komoditas beras, dimana kondisinya terjaga hingga kini, pada
komoditas kedele, Program Gema Palagung telah memacu peningkatan produksi kedele dalam negeri pada tahun 1999 - 2001. Namun demikian pada tahun-tahun
berikutnya produksi kedele terus menurun seiring dengan menurunnya luas panen. Hal ini menyebabkan volume impor kedele senantiasa menunjukkan peningkatan
sejak tahun 2001 - 2009. Volume impor pada komoditas jagung tidak pernah mengalami pasang
surut secara drastis. Pada saat Indonesia mengalami krisis posisi tarif impor komoditas ini sudah relatif rendah, sehingga perubahan tekanan IMF untuk
menurunkan tarif impor yang ternyata disertai dengan penurunan harga dunia dalam tiga tahun berturut-turut menyebabkan volume impor tidak mengalami
gejolak. Sektor agribisnis peternakan tidak mengalami guncangan pada saat krisis dan terus menunjukkan peningkatan industri pakan dan makanan ternak.
Pesatnya pertumbuhan konsumsi industri pengolahan pakan dalam negeri, kecuali terjadinya guncangan akibat serangan avian influenza AI atau flu burung pada
periode pertengahan tahun 2003 hingga awal tahun 2006, menyebabkan volume impor jagung terus konsisten meningkat karena produksi dalam negeri tidak
mampu memenuhi seluruh kebutuhan industri pengolahan makanan dan pakan ternak yang membutuhkan jagung antara 45 persen hingga 60 persen dalam
kandungan konsentratnya. Sekalipun belum pernah mencapai swasembada, sama seperti pada komoditas beras dan berbeda dengan komoditas kedele, Progam
Gema Palagung yang dicanangkan sejak tahun 1999 hingga 2001 telah mendorong peningkatan produksi jagung dan terus terjaga hingga tahun 2009.
Namun demikian, mengingat kebutuhan konsumsi yang terus meningkat, volume impor jagung tetap stabil pada posisi antara 3.85 juta Ton hingga 4.29 juta Ton
dalam periode 1999 - 2008, kecuali pada tahun 2006 dimana industri melakukan impor lebih besar untuk mengantisipasi dampak El Nino yang menyebabkan
penurunan produksi dalam negeri.