500 00 Perkembangan Nilai Marjin Perdagangan Importir dan Konsumen
Berdasarkan Tabel 18, untuk data tahunan, dapat dilihat bahwa rata-rata marjin perdagangan beras dan jagung menunjukkan nilai terendah sebesar Rp. 104
706.07 per Ton pada tahun 1996 untuk beras, dan Rp. 248 375.69 per Ton untuk jagung pada tahun 1994. Sedangkan marjin perdagangan kedele terendah terjadi
pada tahun 1997 yaitu sebesar Rp. 310 443.94 per Ton. Rata-rata nilai tahunan marjin perdagangan tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar Rp. 929 037.78 per
Ton untuk beras, pada tahun 2008 sebesar Rp. 1 240 283.66 per Ton untuk jagung, dan pada tahun 2005 yaitu Rp. 1 101 148.06 per Ton untuk kedele.
Sumber: BPS, Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan dan Bank Indonesia diolah
Gambar 14. Perkembangan Rata-rata Nilai Marjin Perdagangan Harga Impor
dan Harga Konsumen Bulanan Komoditas Beras, Jagung dan Kedele Indonesia, Periode September 1994
– Oktober 2009 Ditinjau dari segi bulanan pada periode September 1994-Oktober 2009
seperti terlihat pada Gambar 14, dapat diketahui bahwa marjin perdagangan terendah untuk beras terjadi pada bulan Oktober 1995 sebesar Rp. 75 623.02 per
Ton dan tertinggi terjadi pada bulan November 2006 sebesar Rp. 1 245 346.75 per Ton. Pada komoditas jagung marjin perdagangan terendah terjadi pada bulan
Februari 1996 sebesar Rp. 71 981.01 per Ton dan tertinggi terjadi pada bulan
0.00 500 000.00
1 000 000.00 1 500 000.00
2 000 000.00 2 500 000.00
M a
rjin Per
d a
g a
n g
a n
Im p
o rtir
De n
g a
n
K o
n su
m en
Rp p
er To
n
Bulan Beras
Jagung Kedele
Desember 2005 sebesar Rp. 1 330 901.71 per Ton. Pada komoditas kedele marjin perdagangan terendah terjadi pada bulan April 2004 sebesar Rp. 124 334.25 per
Ton dan tertinggi pada bulan Februari 2007 sebesar 1 597 576.81 per Ton. Tinggi rendahnya marjin perdagangan antara importir dengan konsumen
dipengaruhi oleh Pertama perkembangan pergerakan dari perubahan-perubahan
yang terjadi antara harga impor dan harga konsumen, dan perilaku pedagang importir,
pedagang pengecer,
distributor dan
kebijakan pemerintah.
Perkembangan nilai marjin perdagangan antara importir bulanan menunjukkan bahwa baik bagi komoditas beras, jagung maupun kedele pada saat terjadinya
nilai marjin perdagangan tinggi umumnya bersamaan dengan pasokan dari produksi dalam negeri yang rendah, namun tidak berarti pasokan dari impor
meningkat. Sebaliknya pada saat marjin perdagangan rendah juga bukan berarti pasokan dari petani tinggi atau pasokan impor rendah. Tinggi dan rendahnya nilai
marjin perdagangan lebih banyak ditentukan oleh kelancaran distribusi dan pasokan komoditas baik dari produksi dalam negeri maupun dari impor, dan
apakah pemerintah melakukan kebijakan intervensi seperti operasi pasar, kebijakan mengurangi subsidi seperti BBM dan mengumumkan akan melakukan
impor, meningkatkan harga pokok pembelian pemerintah dan menaikkan HET pupuk. Baik importir, pedagang pengecer dan distributor mengambil reaksi
meningkatkan marjin perdagangan ketika kebijakan diberlakukan. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, kebijakan-kebijakan pemerintah selalu diikuti
oleh peningkatan nilai marjin perdagangan.
Kedua, marjin perdagangan antara importir dan konsumen selalu
meningkat pada saat hari-hari besar nasional seperti Hari Raya Idul Fitri, Hari
Natal, dan Tahun Baru. Peningkatan harga konsumen yang terjadi pada saat perayaan ini dimanfaatkan oleh para pedagang untuk mendapatkan nilai marjin
yang lebih tinggi, sekalipun pasokan baik dari produksi dalam negeri maupun impor meningkat. Marjin perdagangan yang tinggi umumnya terjadi satu bulan
sebelum perayaan hari besar hingga sebulan setelah perayaan hari raya. Ketiga,
marjin perdagangan antara importir dan konsumen selalu tinggi pada saat panen raya terjadi dan pasokan impor menurun. Ketika pasokan dalam negeri melimpah,
pasokan impor menurun dan harga importir juga menurun, namun harga konsumen memiliki penurunan lebih rendah dari penurunan harga impor, maka
pada saat itu marjin antara importir dan konsumen menjadi tinggi. Keempat,
marjin perdagangan antara importir dan konsumen yang tinggi juga terjadi pada saat kondisi nilai tukar Rupiah terhadap US menurun, seperti pada saat krisis
ekonomi yang terjadi tahun 1997 hingga 1999 dan krisis keuangan dan meningkatnya harga impor pada tahun 2008. Berdasarkan data dan informasi
perkembangan nilai marjin perdagangan antara importir dan konsumen, keempat hal di atas`mempengaruhi nilai marjin yang terjadi.