2 000 00 Perkembangan Harga Konsumen Komoditas Beras, Jagung, dan
Rp. 929 531.52 per Ton, bulan September 1995 untuk jagung yaitu mencapai sebesar Rp. 578 615.56 per Ton dan Oktober 1994 untuk kedele yaitu mencapai
sebesar Rp. 1 123 425.30 per Ton. Sedangkan rata-rata harga konsumen bulanan tertinggi untuk beras terjadi pada bulan April 2008 yaitu Rp. 7 411 965.23 per
Ton, untuk jagung pada bulan Juni 2008 yaitur Rp. 5 744 679.54 per Ton dan untuk kedele terjadi pada bulan Mei 2008 yaitu Rp. 9 872 616.87 per Ton.
Sumber :
BPS, Departemen Perdagangan dan BULOG diolah
Gambar 15. Perkembangan Rata-rata Harga Konsumen Bulanan Komoditas
Beras, Jagung, dan Kedele Indonesia, Periode September 1994 –
Oktober 2009 Berdasarkan perkembangan data rata-rata harga bulanan konsumen
perubahan-perubahan harga baik beras, jagung maupun kedele di tingkat
konsumen dipengaruhi oleh Pertama, tinggi rendahnya pasokan impor. Pada saat
pasokan impor tinggi harga konsumen mengalami penurunan hal ini seperti yang terjadi pada tahun September dan Oktober 1994 untuk beras dan kedele dan tahun
September 1995 untuk jagung. Sekalipun pada saat itu paceklik, karena pasokan
impor tinggi maka harga konsumen rendah. Kedua, volume pasokan dari
produksi domestik. Dalam kondisi normal tidak terjadi bencana dan distribusi
0.00 2 000 000.00
4 000 000.00 6 000 000.00
8 000 000.00 10 000 000.00
12 000 000.00
H a
rg a
K o
n su
m en
Rp Per
To n
Bulan Beras
Jagung Kedele
lancar, seiring dengan musim panen raya pada umumnya harga konsumen beras, jagung dan kedele mengalami penurunan dibanding bulan-bulan tidak panen raya.
Kecuali pada masa krisis moneter, ekonomi maupun finansial 1997 - 1999 dan 2007 - 2008, dan pada saat periode panen selama periode Januari-Juni untuk
beras, serta periode Desember-Februari dan April-Juli untuk kedele dan jagung, harga rata-rata konsumen lebih rendah dibanding bulan-bulan sebelumnya atau
sesudahnya.
Ketiga, perubahan harga internasional dan kondisi krisis, serta nilai tukar
Rupiah terhadap US . Disamping tinggi rendahnya pasokan impor, perubahan harga konsumen nampaknya seiring dengan perubahan harga dunia dan harga
impor, terutama jika dinilai dengan dalam bentuk mata uang Rupiah. Hal ini terjadi terutama sejak tahun 1997 ketika diberlakukan kebijakan nilai tukar
mengambang yang diikuti oleh perubahan kebijakan peranan BULOG dalam distribusi pangan utama menjadi Perusahaan Umum, perubahan harga konsumen
semakin sejalan dengan pergerakan harga dunia pergerakannya. Gejolak harga dunia, baik beras, jagung maupun kedele terlihat semakin mempengaruhi
perubahan harga konsumen. Keempat, kebijakan pemerintah dalam melakukan
kebijakan intervensi seperti operasi pasar, kebijakan mengurangi subsidi seperti BBM, meningkatkan harga pokok pembelian pemerintah HPP dan menaikkan
Harga Eceran Tertinggi HET pupuk, juga terlihat seiring dan mendorong
peningkatan harga konsumen. Kelima, adanya kebijakan penurunan tarif impor,
bea masuk dan bea masuk tambahan barang impor dan pajak pertambahan nilai. Ketika Departemen Keuangan mengambil keputusan untuk menurunkan tarif dan
bea masuk serta pembebasan pajak pertambahan nilai atas barang impor pada
tahun 1999 dan Menteri Koordinator Perekonomian Februari 2008 mengeluarkan kebijakan stabilisasi harga dan Kebijakan Menteri Keuangan Mei 2008, maka
harga-harga konsumen mengalami penurunan pada bulan-bulan berikutnya. Penurunan terlihat semakin cepat apabila operasi pasar BULOG dan Sembako
diberlakukan.
Keenam, harga konsumen selalu meningkat pada saat hari-hari besar
nasional seperti Hari Raya Idul Fitri, Hari Natal dan Tahun Baru. Peningkatan harga konsumen selalu terjadi pada saat perayaan hari besar tersebut, terutama
Ramadhan dan Idul Fitri. Peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan
permintaan komoditas untuk perayaan hari hari besar tersebut. Ketujuh, harga
konsumen juga meningkat pada saat terjadi kekurangan pasokan dalam negeri. Penurunan pasokan dalam negeri terjadi akibat distribusi yang tidak lancar,
kemunduran pola tanam dan panen, bencana alam banjir dan kekeringan dan hal lainnya seperti kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi beras
memberikan konsekuensi penurunan produksi kedele karena padi dan kedele ditanam pada areal yang sama.