diakibatkan oleh jatuhnya harga dunia diperlukan tambahan tarif 11.16 persen untuk beras, 2.93 persen untuk jagung, dan 2.81 persen untuk
kedele. Kedua, untuk penurunan satu persen harga produsen yang
diakibatkan oleh penurunan atau jatuhnya harga impor diperlukan tambahan tarif 10.68 persen untuk beras, 11.60 persen untuk jagung, dan
2.91 persen untuk kedele. Ketiga, untuk penurunan harga produsen
sebesar satu persen yang diakibatkan oleh peningkatan atau lojakan volume impor diperlukan tambahan tarif 14.48 persen untuk beras, 6.01
persen untuk jagung, dan 2.70 persen untuk kedele. Temuan dari penelitian ini mengarahkan bahwa pemberlakuan tarif untuk melindungi
harga petani atau produsen harus lebih tinggi dari besaran jatuhnya harga produsen itu sendiri.
7. Rumusan SSM dapat yang dapat diusulkan adalah Pertama dari segi
country eligibility Indonesia merupakan salah satu negara yang layak
untuk memperoleh fasilitas SSM dan sesuai dengan usulan kelompok G- 33 yang menyepakati bahwa semua negara berkembang layak untuk
mendapat SSM country eligibility dan semua produk layak untuk
mendapat SSM product eligibility. Kedua, dari segi product eligibility
seluruh produk turunan dari komoditas beras, jagung dan kedele layak untuk memperoleh fasiltas SSM, dengan tidak memperdulikan apakah
memiliki tingkat bound tariff tinggi atau rendah. Ketiga, besaran volume
trigger apabila didasarkan atas pengaruh perubahan harga dunia adalah
untuk komoditas beras 5 persen , untuk komoditas jagung 10 persen , dan
untuk komoditas kedele 9 persen di atas rata-rata trendnya. Keempat,
besaran price trigger atas dasar harga impor nominal adalah 12 persen untuk beras, 14 persen untuk jagung dan 14 persen untuk kedele di bawah
rata-rata trendnya. Sedangkan dari segi harga impor riil 2007 = 100, besaran price trigger adalah 10 persen untuk beras, 11 persen untuk
jagung, dan 10 persen untuk kedele di bawah rata-rata trendnya. Kelima,
berdasarkan volume trigger, SSM diperlakukan apabila terjadi peningkatan impor akibat penurunan dunia dan harga impor maksimum 5 persen untuk
komoditas beras, 10 persen untuk jagung, dan 9 persen untuk kedele di
atas rata-rata trendnya. Keenam, dalam penerapan SSM Indonesia
seharusnya berhak menggunakan salah satu dari dasar penentuan baik harga dunia ataupun harga impor dan juga menggunakan satu pilihan
trigger baik volume ataupun price. Dalam hal ini indikator volume
trigger lebih efektif, namun demikian indikator price trigger dinilai relatif
lebih tepat, karena lebih cepat diketahui dan direspon. Ketujuh,
tindakan yang perlu dilakukan apabila terjadi banjir impor dengan memberlakukan tambahan tarif atau remedial tariff adalah : 1 apabila
terjadi penurunan harga produsen sebesar satu persen yang diakibatkan oleh penurunan harga dunia, maka tambahan tarif yang diperlukan
adalah 11.16 untuk beras, 2.93 persen untuk jagung, dan 2.81 persen untuk kedele, 2 apabila penurunan terjadi harga produsen sebesar satu persen
yang diakibatkan oleh penurunan harga impor, besaran tambahan tarif yang diperlukan adalah 10.68 persen untuk beras, 11.60 persen untuk
jagung, dan 2.81 persen untuk kedele, dan 3 apabila harga produsen mengalami penurunan satu persen yang diakibatkan lonjakan volume
impor, maka besaran tambahan tarif yang diperlukan untuk beras adalah 14.48 persen, untuk jagung 6.01 persen, dan 2.70 persen untuk kedele.
Kedelapan, durasi pemberlakuan SSM dengan menggunakan tambahan
tarif adalah hingga terjadi titik keseimbangan dimana guncangan harga dunia maupun harga impor tidak lagi berpengaruh adalah empat tahun dan
dapat diperlakukan secara umum. Jangka waktu pemberlakuan selama empat tahun akan terdapat tambahan antisipasi waktu akibat perbedaan
panjang siklus jatuhnya harga dunia terhadap kondisi spesifik lokasi Indonesia selama satu tahun atau dua belas bulan.
8.2. Implikasi Kebijakan