Konflik Gajah dan Manusia
diperhatikan bahwa taman nasional adalah salah satu elemen dalam sistem kawasan lindung dan lahan publik. Akses rekreasi untuk taman nasional
dipandang dalam perspektif regional, dengan mempertimbangkan peluang akses komplementer yang tersedia di lahan publik sebaik lahan pribadi. Perencanaan
akses masyarakat terhadap taman nasional secara regional memiliki potensi untuk meningkatkan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan, dan untuk menjaga
keseimbangan dalam spektrum keseluruhan peluang rekreasi. Manajemen adaptif telah dikoreksi oleh Buck, et al. 2001:1 dengan
menggunakan konsep Adaptif Collaboratif Management ACM. Konsep ACM ini dibangun atas dasar ide dari Lee dan kawan-kawan pada tahun 1993. Tujuan
konsep ini adalah strategi untuk konservasi keanekaragaman jenis yang menggabungkan pengetahuan di dalam kerangka kerja di dalam manajemen
adaptif dan partisipasi pengambilan keputusan melalui rangkaian proses kolaborasi.
Manajemen Taman Nasional
Taman nasional sebagai habitat satwa perlu didukung dengan manajemen habitat yang baik. Konsep manajemen taman nasional di dunia mengacu pada
definisi IUCN 1994. Organisasi internasional untuk konservasi alam IUCN telah berusaha memperjelas konsep taman nasional dengan mengusulkan definisi
standar. Untuk tujuan perencanaan manajemen, taman nasional didefinisikan sebagai area alami di darat dan di laut, ditunjuk untuk : a melindungi integritas
ekologi satu atau lebih ekosistem bagi generasi sekarang dan masa depan, b melarang eksploitasi atau pemukiman yang bertentangan dengan tujuan desain
area, c serta mendukung kegiatan rohani, penelitian, pendidikan, wisata, yang semuanya harus selaras dengan lingkungan dan budaya.
Manajemen habitat di dalam taman nasional di Indonesia berdasarkan sistem zonasi seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Definisi taman nasional adalah kawasan pelestarian alam
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan. Peraturan di
dalam zona inti disebutkan pada Pasal 33 ayat : 1 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional. 2 Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan
dan satwa lain yang tidak asli. 3 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.
Zona yang diarahkan untuk kegiatan wisata pada pasal 34 ayat : 2 Di dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan
taman wisata alam dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan.
3 Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional,
taman hutan raya, dan taman wisata alam dengan mengikutsertakan rakyat.
Aturan pada pasal 34 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 ini pemerintah Indonesia tidak memberikan ruang terhadap wisata di dalam zona inti. Padahal
untuk obyek wisata satwa liar tertentu berada di zona inti. Kondisi ini tidak mendukung kegiatan ekowisata di Indonesia. Aturan tersebut ditetapkan sebagai
usaha untuk menjaga kelestarian satwa liar yang dilindungi. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan telah memiliki zonasi. Zona-zona
yang disusun terdiri dari 7 zona yaitu : a. Zona Inti : 159 464 Ha 45
b. Zona Rimba : 104 887 Ha 30 c. Zona Rehabilitasi : 75 732 Ha 21
d. Zona Tradisional : 7 243 Ha 2 e. Zona Pemanfaatan : 8 039 Ha 2
f. Zona Religi : 4 Ha 0.01 g. Zona Khusus : 142 Ha 0.04
Daya Dukung Wisata
Konsep daya dukung berkembang tidak saja digunakan dalam kaitannya dengan satwa, tetapi digunakan pula dalam wisata. Daya dukung wisata menurut
beberapa pakar sebagai berikut: 1. Neil dan Wearing 2000:138. daya dukung wisata adalah tingkat
pemanfaatan arealokasi wisata yang memberikan kepuasan dengan dampak yang rendah pada sumberdaya wisata. Batas daya dukung ini
seringkali sulit untuk dikuantifikasi, tetapi sangat penting untuk perencanaan lingkungan wisata dan rekreasi.
2. Douglas 1982:78, mengartikan daya dukung sebagai istilah yang
digunakan untuk mengkuantifikasi hubungan diantara kualitas atraksi dan jumlah pengguna yang menikmati kualitas atraksi.
3. Inskeep 1991:144 mendefinisikan daya dukung sebagai jumlah maksimum pengunjung yang menikmati tapak wisata tanpa merubah
lingkungan fisik dan tanpa menurunkan kualitas pengalaman serta tidak berdampak merugikan pada sosial ekonomi budaya masyarakat sekitar.
4. World Trade Organization 1992 daya dukung kawasan wisata adalah jumlah pengunjung suatu kawasan wisata yang dapat diakomodasi dengan
tingkat kepuasan pengunjung yang tinggi dan berdampak minimal pada sumberdaya.
5. Cooper et al. 1996:186 mendefinisikan daya dukung ekowisata adalah tingkat kedatangan wisatawan yang mengakibatkan dampak terhadap
masyarakat setempat, lingkungan dan ekonomi dalam kurun waktu mendatang. Tingkat kebutuhan mutlak wisatawan yang berkaitan dengan
daya dukung adalah lama tinggal, karakteristik wisatawan dan masyarakat sekitar, kondisi geografi serta musim.
6. Menurut Ceballos-Lascurain 1996 daya dukung tergantung pada tempat, musim dan waktu, perilaku pengguna pengunjung, desain fasilitas,
tingkat pengelolaan, dan dinamika karakter lingkungan. Sehingga dalam prakteknya tidak mungkin dipisahkan antara aktivitas wisatawan dengan
aktivitas manusia lainnya. Jika kepuasan pengunjung berada pada level yang konstan maka kualitas lingkungan juga harus dipelihara. Secara
umum jika kualitas produk wisata menurun, maka aktivitas wisata juga akan menurun.
7. Jenkins dan Pigram 2003:42 menyatakan bahwa daya dukung adalah teori tentang manajemen perlindungan area, manajemen rekreasi dan
perencanaan wisata yang berhubungan dengan jumlah kunjungan yang dapat ditolerir dampaknya terhadap kondisi biologi dan sosial.
Libosada 1998:25, daya dukung sering dibedakan menjadi dua katagori, yaitu daya dukung lingkungan dan daya dukung sosial. Daya dukung lingkungan
mencakup dampak yang disebabkan oleh wisatawan di dalam lokasi seperti sampah, konsumsi air, dampak fisik seperti erosi karena pendakian. Daya dukung
sosial selalu diukur oleh jumlah orang yang sepenuhnya menikmati sebuah daerah tujuan wisata atau aktivitas wisata. Faktor lain dari daya dukung sosial adalah
sensitivitas pada dampak budaya yang mungkin dibawa oleh sejumlah wisatawan di daerah tujuan wisata.
Berdasarkan definisi daya dukung wisata tersebut maka disimpulkan bahwa terdapat beberapa elemen yang menjadi kunci daya dukung wisata yaitu :
1 pengguna bisa satwa atau manusia, 2 sumberdaya habitat, flora, fauna, bentang alam, sosial budaya. 3 waktu dan 4 kemampuan sumberdaya daya
pengembalianmemulihkan diri oleh sumberdaya tersebut. Pemulihan ini dapat bersifat mandiri atau dibantu oleh manusia, sebagai pengelola sumberdaya pada
batas-batas tertentu. Maksud batas tertentu adalah batas dimana manusia dapat memulihkan sumberdaya alam yang rusak sementara.
Potensi Ekowisata di TNBBS
Potensi ekowisata di TNBBS sangat bervariasi, mulai dari berkemah, mendaki gunung, berburu, bersampan, menikmati pemandangan alam termasuk
hutan, pegunungan, air terjun danau dan lautan Tabel 2.4. Potensi obyek wisata
yang dapat diamati seperti flora dan fauna, serta budaya masyarakat. Menurut Ditjen PHKA 2012 melaporkan hingga saat ini telah terindentifikasi 514 jenis
pohon dan herba, 126 jenis anggrek, 17 jenis rotan dan 15 jenis bambu. Sedangkan kekayaan fauna kawasan ini menyimpan 83 jenis mamalia, 300 jenis
burung, 59 jenis herpetofauna dan 51 jenis ikan. Flora indah yang menarik dan menjadi ciri khas taman nasional ini adalah bunga bangkai jangkung
Amorphophallus decus-silvae, bunga bangkai raksasa A. titanum dan anggrek raksasatebu Grammatophylum speciosum.
Menurut Ditjen PHKA 2012 di TNBBS terdapat 5 tipe ekosistem. Masing-masing ekosistem mempunyai daya tarik tersendiri untuk di kembangkan
sebagai daerah tujuan wisata. Tipe ekosistem tersebut adalah :
1.
Hutan pantai meliputi kira-kira 1 dari luas kawasan 3 568 Ha,
2.
Hutan hujan dataran rendah 0-500 m dpl meliputi 45 160 .560 Ha,
3.
Hutan hujan bukit 500-1000 m dpl ± 34 121 312 Ha,
4.
Hutan hujan pegunungan bawah 60 656 Ha.
5.
Hutan hujanpegunungan tinggi ± 3 10 704 ha Hutan hujan tropis dataran rendah yang tersebar paling luas memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi.Ekosistem hutan hujan bukit didomminasi oleh famili dari Dipterocarpaceae, Lauraceae, Myrtaceae, dan Annonaceae
dengan tumbuhan
bawah diantaranya
Neolitsea cassianeforia,
Psychotriarhinocerotis, Areaca sp, Globba pendella.
Potensi Aktivitas Ekowisata Gajah
Potensi aktivitas ekowisata gajah meliputi pengamatan gajah jinak dan gajah liar di hutan. Selama ini gajah jinak di TNBBS digunakan untuk patroli.
Namun kadang-kadang dimanfaatkan juga untuk keliling masuk hutan membawa
wisatawan dari mancanegara. Menurut masyarakat setempat, wisatawan yang pernah datang ke Desa Pemerihan berasal dari Negara Jepang, Rusia, Perancis.
Wisatawan menelusuri hutan dan pantai selama 3 jam perjalanan.
Tabel 2.4. Potensial Rekreasi di TNBBS Ditjen PHKA, 2012
Kegiatan rekreasi Obyek wisata
Lokasi
P engamatan
satwa liar Mamalia : Gajah Sumatera Elephas maximus
sumatranus, Badak Sumatera Dicerorhinus sumatrensis, Harimau Sumatera Panthera tigris
sumatrensis, Rusa Sambar Cervus unicolor, Kancil Tragulus javanicus, Kerbau Bubalus bubalis,
Tapir Tapirus indicus, Beruang madu Helarctos malayanus, Ungko Hylobates agilis, Siamang H.
syndactylus, Simpai Presbytis melalophos fuscamurina, Cecah Presbytis melalophos, Tarsius
Tarsius bancanus, dan Kalong Pteropus vampyrus.
Burung: Antara lain kuau kerdil Polyplectron chalcurum, pitta raksasa Pitta caeurella, dan juga
terdapat jenis burung yang dilaporkan tidak pernah ditemukan lagi sejak tahun 1916 dan saat ini
dijumpai di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, yaitu jenis Tokthor Sunda Carpococyx viridis.
Reptil; antara lain penyu sisik Eretmochelys imbricata, penyu hijau Chelonia mydas, dan penyu
belimbing Dermochelys coriacea. Hutan pantai; Pidada Sonneratia sp., nipah Nypa
fruticans, cemara laut Casuarina equisetifolia, pandan Pandanus sp.
Sukaraja, Kubu Perahu,
Pahmungan. Hutan primer dan
sekunder TNBBS.
Pengamatan flora Hutan alam; Cempaka Michelia champaka, meranti
Shorea sp., mersawa Anisoptera curtisii, ramin Gonystylus bancanus, keruing Dipterocarpus sp.,
damar Shorea javanica., rotan Calamus sp., dan bunga raflesia Rafflesia arnoldi.
Hutan primer dan sekunder.
Mendaki gunung
Pemandangan di sepanjang pendakian Gunung Pesagi.
Gunung Pesagi Liwa
Budaya masyarakat
Repong damar, makam keramat Syech Aminullah.
Sepanjang pesisir barat
TNBBS di zona penyangga dan
Gunung Pesagi.
Berburu Babi
Tampang Belimbing
Menikmati keindahan alam.
Danau, Hamparan hutan primer,
Air terjun Suoh
Liwa Kubu perah
Gajah di penangkaran kadang-kadang menjadi atraksi menarik bagi anak- anak sekolah yang tinggal berdekatan dengan TNBBS. Mereka menunggang
gajah atau foto bersama gajah di lokasi penangkaran. Gajah di lokasi ini dapat menjadi arena bermain dan pendidikan cinta satwa untuk pelajar.
Potensi wisata gajah yang dapat dikembangkan diantaranya perjalanan menunggang gajah, pengamatan gajah liar di berbagai tipe ekosistem, wisata
angon gajah dan kerja sama dengan masyarakat. Keindahan hutan alam berbukit- bukit dan sungai yang jernih berpadu dengan pantai pasir putih yang bersih
menjadi daya tarik khas yang dapat dinikmati wisatawan sambil menunggang gajah di TNBBS. Beberapa aktivitas wisata gajah yang dapat dinikmati di
TNBBS ini seperti di sajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Rekreasi potensial ekowisata gajah Ditjen PHKA, 2012
Potensi rekreasi Obyek wisata gajah
Lokasi Treking menunggang
gajah ke dalam hutan, sungai dan pantai.
Pengamatan perilaku gajah liar di berbagai
tipe habitat. Wisata angon gajah
jinak di penangkaran. Wisata kampung
gajah dan kuliner Patroli gajah
Wisata batu gajah Wisata kopi gajah
Pemandangan di dalam hutan dan pantai.
Hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan bukit dan
pegunungan.serta lahan pertanian.
Atraksi memandikan gajah, mencari pakan gajah.
Budaya
masyarakat yang
membuat kerajinan
ukiran patung
dan cincin
gajah, makanan
khas masyarakat
sekitar Mengusir gajah liar di daerah
konflik. Mencari sperma gajah yang
telah membatu. Mencari feses gajah yang telah
bercampur biji kopi Pemerihan, Sukaraja.
Pemerihan, sekincau. Pemerihan, sekincau.
Pemerihan, Sekincau, Sukaraja.
Pemerihan dan Sekincau.
Hutan primer Hutan sekunder
Perilaku gajah liar di sekitar Desa Pemerihan dan Sekincau yang berbatasan TNBBS merupakan daya tarik sendiri bagi wisatawan. Gajah ini
mencari pakan di lahan yang digarap masyarakat untuk ditanami berbagai tanaman pertanian dan perkebunan. Lokasi tampat mencari gajah liar ini juga
relatif sangat dekat dengan jalan raya dan perkampungan.
Persepsi, Motivasi dan Preferensi
Medlik 2003:116 menyatakan bahwa secara umum motivasi adalah rangsangan psikologi yang menggerakan seseorang kepada suatu tindakan pada
tujuan tertentu. Dengan demikian faktor-faktor yang menstimulir pertumbuhan wisata seperti mengapa masyarakat berkeinginan menjadi wisatawan merupakan
subyek dari motivasi. Jenkins dan Pigram 2003:359 menjelaskan bahwa proses pemilihan rekreasi dipengaruhi oleh persepsi seseorang terhadap peluang-peluang
rekreasi yang tersedia di lingkungannya Seseorang secara selektif akan memilih destinasi berdasarkan nilai, pengalaman masa lalu, harapan, motivasi dan
kebutuhan-kebutuhannya. Pandangan terhadap lingkungan ini lebih bersifat subyektif dari pada
obyektif, yang dapat menjelaskan perilaku manusia di dalam lingkungannya. Persepsi terhadap lingkungan ini menjadi dasar untuk memahami perilaku leisure
dan rekreasi serta mengapa seseorang memilih aktivitas dan destinasi tertentu. Perilaku leisure adalah bebas dan wisatawan bebas memilih pengalaman yang
berkaitan dengan bagaimana mereka memandang peluang, menyaring rangsangan lingkungan, menafsirkan informasi dan membangun preferensi.
Iskandar 2013:132-138 menjelaskan tentang pemilihan lingkungan wisata, menurut ahli psikologi Kaplan dan Kaplan dipengaruhi oleh 4 hal yaitu :
1. Coherence : apabila lingkungan di destinasi tertata dengan baik atau terorganisasi sehingga wisatawan merasa senang.
2. Legibility : ketika wisatawan berkunjung, mereka akan melakukan suatu katagorisasi ketika mengamati obyek wisata. Semakin mudah
dipahami suatu obyek wisata semakin tinggi untuk dipilih.
Kemudahan untuk memahami obyek wisata merupakan hal penting dalam pertimbangan wisatawan untuk memilih suatu destinasi.
3. Complexity : keragaman suatu obyek akan mengajak wisatawan untuk melakukan eksplorasi lebih lama. Hal ini berkaitan dengan lama
tinggal di destinasi tersebut. Destinasi hendaknya harus mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi.
4. Mistery : adanya informasi yang tersembunyi pada suatu obyek wisata, maka akan menjadi misteri bagi wisatawan. Dengan adanya
informasi lain yang diperlukan oleh wisatawan untuk lebih melengkapi pengetahuan yang sudah ada, maka wisatawan terus ingin
mencarinya.
Berdasarkan uraian diatas maka teori Kaplan mengenai preferensi suatu
lingkungan dapat dibuat model Gambar 2.4. Model tersebut akan lebih
menjelaskan mengapa keempat komponen tersebut menjadi penting bagi wisatawan untuk memilih lingkungan yang diinginkannya.
Preferensi destinasi dapat pula didasarkan pada emosi yang berkembang dalam dirinya. Apabila seseorang sudah merasa jenuh dengan pekerjaan sehari-
harinya, ia membutuhkan tempat istirahat yang tenang tetapi menyenangkan bagi dirinya. Destinasi tersebut sangat dibutuhkan oleh pekerja-pekerja yang setiap
harinya memiliki kesibukan tinggi. Dengan melakukan perjalanan wisata tersebut, ia akan merasa memperoleh tempat yang dapat melepaskan
kejenuhannya. Namun demikian apabila suasana hatinya masih mampu mengolah stimulasi lingkungan yang menggugah dirinya, maka ia akan memilih destinasi
dengan atraksi yang banyak dan menarik. Jenkins dan Pigram 2003:359 Prediksi tentang perilaku leisure akan memiliki validitas yang lebih besar jika kita lebih
mengetahui tentang persepsi, sikap dan motivasi yang mempengaruhi pengambilan keputusan rekreasi. Hal ini akan membantu menjelaskan mengapa
kegiatan dan destinasi tertentu lebih disukai dan lainnya diabaikan. Dengan demikian, sumber-sumber informasi dan kredibilitas dari informasi
sendiri merupakan isu kunci dalam pilihan pengaturan rekreasi, aktivitas dan durasinya, komposisi kelompok dan mungkin modus serta rute perjalanan ke
suatu destinasi.
Gambar 2.4. Pengorganisasian Model dari Kaplan dan Kaplan tentang Pemilihan Lingkungan
Ross 1998:27 memaparkan tentang teori motivasi Maslow bahwa kebutuhan manusia sebagai pendorong membentuk suatu hirarki. Pada awalnya
Maslow menyebut 5 tingkat berjenjang dimulai dari kebutuhan 1 fisiologi, 2 rasa aman, 3 cinta, 4 penghargaan dan 5 mewujudkan jati diri. Kemudian
Maslow menambahkan lagi 2 kebutuhan yaitu 6 kebutuhan mengetahui dan memahami serta 7 estetika. Namun 2 kebutuhan tersebut tidak jelas bagaimana
kedudukannya dalam ke 5 hirarki tersebut. Teori Maslow dikembangkan dalam psikologi klinik, bukan sebagai teori
pariwisata. Menurut Mayo dan Jarvis 1981; di dalam Ross, 1988:33 menyatakan bahwa motivasi untuk berwisata dapat dibagi ke dalam 4 kategori
Tabel 2.6
: 1 motifasi fisik, 2 motivasi budaya, 3 motivasi antar pribadi dan 4 motivasi status dan martabat.
Jenkins dan Pigram 2003:313 menerangkan bahwa motivasi bersifat personal dan subyektif sehingga bisa saja logis dan beralasan pada seseorang
Dipahami Eksplorasi
Langsung diprediksi
namun bisa juga tidak bagi yang lainnya. Hal ini menjadi tantangan penelitian terhadap motivasi yang masuk ke dalam perilaku manusia seperti motivasi dalam
kegiatan leisure, rekreasi dan wisata.
Tabel 2.6. Motivasi berwisata menurut Mayo dan Jarvis 1981
No. Jenis motivasi
Contoh
1 2
3 4
Motivasi fisik Motivasi budaya
Motivasi antar pribadi Motivasi status dan
martabat Istirahat fisik, olah raga, rekreasi pantai,
hiburan. Keinginan mengetahui daerah atau negeri lain
dalam ini seni, adat istiadat, tari lukisan dan agama.
Keinginan bertemu muka baru, mengunjungi teman sanak saudara, tetangga atau sahabat
baru. Kebutuhan
akan pengakuan,
perhatian, penghargaan dan reputasi.
Program Ekowisata
Kraus dan Curtis 1990; di dalam Fennell, 2002:71 menuliskan bahwa filosofi pengembangan organisasi pelayanan leisure adalah refleksi langsung
terhadap leisure sebagai bagian penting dari hidup dan mempertemukan kebutuhan manusia. Kebutuhan ini berhubungan dengan aksesibilitas,
mendapatkan kebahagiaan, hubungan antar manusia, hak asasi, kebebasan dan keadilan. Sebagai suatu agen maka filosofinya adalah refleksi langsung
mewujudkan nilai-nilai entitas. Nilai-nilai ini meliputi apa yang dibenci manusia, cinta dan pengorbanan yang mereka kerjakan untuk mencapai tujuan. Saat ini
nilai-nilai tradisional berubah jauh menjadi nilai-nilai baru yang dipengaruhi oleh teknologi, pluralisme dan lain-lain dalam dunia modern. Namun demikian secara
individual leisure dalam bentuk apapun adalah bagian dari pergerakan menuju aktualisasi diri.
Menurut Gunn 1994:365 menuliskan bahwa pernyataan program adalah sebuah inventarisasi dan deskripsi apa yang akan didisain. Berdasarkan
pengalaman dijumpai beberapa kelemahan proyek adalah karena tidak lengkap atau pernyataan masalah yang tidak benar.