Motivasi Wisatawan. Pengembangan Ekowisata Gajah di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Provinsi Lampung

melakukan aktivitas. Motivasi Intrinsik ini berbasis pada tugas yang diemban atau kesenangan melakukan aktivitasnya, serta menjadi bernilai untuk dirinya sendiri. Gambar 5.18. Skor kumulatif motivasi pengelola untuk terlibat dalam kegiatan ekowisata gajah. Preferensi Stakeholder Terhadap Ekowisata Gajah

1. Pengelolaan Gajah Liar

Preferensi 5 kelompok stakeholder atas pengelolaan gajah menunjukkan kondisi yang pada umumnya berbeda nyata atau tidak selaras atas pengelolaan gajah liar Gambar 5.19. Masyarakat Pemerihan memberikan skor tinggi pada aspek pengusiran gajah dari lahan mereka, dilaporkan kepada petugas, dipindahkan dan dijadikan sebagai obyek wisata. Masyarakat Sumberejo memberikan skor tinggi agar gajah liar dijadikan obyek wisata atau dilaporkan petugas bila masuk lahan mereka, sedangkan Masyarakat Way Haru memberikan skor tinggi agar gajah dijadikan obyek wisata atau dilaporkan ke petugas bila masuk lahan mereka. Ketiga kelompok masyarakat tersebut selalu memilih ekowisata gajah sebagai salah satu alternatif pengelolaan gajah. Namun preferensi utama pengelola dan wisatawan terhadap gajah liar yang sering masuk lahan masyarakat adalah agar segera dilaporkan pihak kehutanan untuk diusir kembali masuk hutan. Gambar 5.19. Hasil uji keselarasan preferensi stakeholder secara berpasangan . . Kekacauan pola tindakan akan terjadi bila preferensi pengelolaan gajah tidak selaras. Pengelola menyatakan sangat tidak setuju apabila dibuat perangkap untuk gajah liar yang masuk ke lahan garapan masyarakat. Namun mayarakat Way Haru dan Sumberejo menyatakan biasa saja skor 4. Preferensi 5 kelompok stakeholder terhadap pengelolaan gajah liar berbeda nyata atau tidak selaras, kecuali antara pengelola dan wisatawan yang tidak berbeda nyata atau selaras. Berbedanya preferensi antara wisatawan, pengelola dan masyarakat terhadap pengelolaan gajah liar diduga karena dilatarbelakangi oleh tujuan yang berbeda dalam pemanfaatan gajah liar. Bagi masyarakat, pengelolaan gajah liar akan mengurangi resiko gangguan gajah atas tanaman mereka. Pemanfaatan gajah liar untuk ekowisata akan membuka kesempatan kerja dan menambah penghasilan mereka. Sedangkan bagi pengelola dan wisatawan, tujuan pengelolaan gajah liar adalah untuk melindungi dan melestarikan gajah melalui mekanisme pengusiran kembali gajah liar dari lahan masyarakat menuju kawasan hutan. a b

2. Preferensi Pengelolaan Lahan di Dalam Kawasan Hutan.

Kelestarian habitat menjadi terancam bila prefensi pengelolaan habitat saling bertentangan. Pengelola, wisatawan dan Masyarakat Pemerihan memberikan skor tinggi 6 terhadap bekas lahan garapan di kawasan hutan untuk ditanami kembali dengan pohon hutan atau dibiarkan tumbuh sendiri. Masyarakat Pemerihan, Sumberejo dan Way Haru berharap lahan ditanami tanaman kebun sehingga nantinya dapat memberikan penghasilan tambahan. Kondisi ini bertentangan dengan preferensi pengelola dan wisatawan yang menyatakan tidak setuju ditanami tanaman perkebunan. Preferensi 5 kelompok stakeholder terhadap pengelolaan lahan garapan di dalam kawasan hutan berbeda nyata atau tidak selaras. Kondisi ini tentunya menjadi rintangan dalam keberhasilan penanaman kembali lahan-lahan bekas garapan di dalam kawasan hutan. Alternatif yang dapat memberikan jawaban ini adalah pemilihan tanaman kehutanan yang bernilai ekonomi tinggi diantaranya adalah pohon pala hutan Myristica inners dan pohon jaha Terminalia belirica. Menurut informasi dari masyarakat setempat harga biji pala kering Rp. 40 000kg, sedangkan selaput kering biji pala harganya bisa mencapai Rp. 140 000kg. Adapun biji jaha biasanya dimakan oleh masyarakat dan masih merupakan potensi ekonomi untuk dijual di pasaran.

3. Preferensi Pengelolaan Lahan di Luar Kawasan Hutan.

Dibutuhkan solusi yang tepat dalam pemilihan tanaman apabila ditanam di lahan milik masyarakat yang masuk ke dalam homerange gajah. Preferensi Masyarakat Pemerihan, Sumberejo dan Way Haru terhadap lahan garapan di luar kawasan adalah digarap lebih intensif. Sedangkan pengelola dan wisatawan memberikan skor 5 agak setuju agar ditanami pohon hutan di lahan yang berada di luar kawasan. Alasan pengelola adalah untuk menekan adanya illegal loging baik untuk dijual atau untuk pembangunan rumah mereka, tetapi cukup berasal dari kebun saja.