4. Persepsi Stakeholder atas Dampak Ekowisata Gajah pada Perekonomian.
Persepsi stakeholder atas dampak ekowisata gajah pada perekonomian sangat penting diketahui sebagai indikator keyakinan mereka terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat akibat adanya ekowisata gajah. Skor kumulatif persepsi Masyarakat Way Haru lebih kecil dibandingkan dengan Masyarakat Pemerihan,
Sumberejo, wisatawan dan pengelola. Masyarakat Pemerihan memiliki skor kumulatif 734, Sumberejo 799, pengelola 684 dan wisatawan 626, namun masyarakat
Way Haru kembali menunjukkan skor kumulatif negatif yaitu -107. Masyarakat Way Haru menyatakan agak tidak setuju atas dampak ekowisata
yang dapat menimbulkan meningkatnya lapangan pekerjaan dan nilai sumberdaya alam serta berkembangnya usaha, sedangkan 4 stakeholder lainnya menyatakan
setuju. Kondisi ini diduga karena kondisi geografis Way Haru yang jauh terpisah terpencil 15 km dari pasar desa. Secara geografis lokasi Way Haru merupakan
daerah enclave yang dikelilingi kawasan hutan dan laut. Sirkulasi lalu lintas dibatasi oleh pasang surut air laut dan hanya dapat dijangkau oleh motor, sehingga arus
perdagangan atau usaha juga sangat minimal. Kondisi ini dapat mempengaruhi persepsi positif mereka atas dampak ekowisata pada perekonomian masyarakat.
Masyarakat Pemerihan, Pengelola dan Wisatawan tidak khawatir atas dampak negatif ekowisata gajah pada perekonomian. Namun masyarakat Sumberejo merasa
kuatir akan terjadinya penjualan aset keluarga. Masyarakat Way Haru menanggapinya dengan banyak kekhawatiran pada merosotnya nilai lingkungan,
diikuti dengan menurunnya produksi pertanian serta penguasaan aset pekon oleh segelitir orang.
Uji Chi square terhadap persepsi positif atas dampak ekowisata gajah pada perekonomian menunjukkan bahwa 6 dari 10 pasangan kombinasi stakeholder selaras
60 dan tidak selaras 40; yaitu terkait pasangan stakeholder vs Way Haru.
Gambar 5.14a dan 5.14b. Pengelola dan wisatawan tidak khawatir atas dampak
negatif ekowisata pada perekonomian masyarakat.
Uji Chi square terhadap persepsi negatif atas dampak ekowisata gajah pada perekonomian menunjukkan bahwa 7 dari 10 pasangan kombinasi stakeholder 70
selaras dan tidak selaras 30. Hal ini diduga karena Pengelola dan Wisatawan lebih baik tingkat pendidikannya dibandingkan masyarakat setempat dan mereka
menganggap dampak negatif terhadap ekonomi tidak akan terlampau tinggi dalam pengembangan ekowisata gajah.
Menurut Tatoglu 2000:746, dampak ekonomi wisata selalu mendapat respon positif dari masyarkat setempat. Adanya wisata akan mengurangi tingkat
pengangguran dengan terbukanya kesempatan lapangan kerja yang baru, meningkatkan kegiatan transportasi dan komunikasi, serta menambah pendapatan
masyarakat melalui kegiatan-kegiatan wisata. Menurut Chase et al. 1998:466 ekowisata dapat diandalkan menjadi instrument pembangunan ekonomi melalui
inovasi kebijakan pemerintah dan mekanisme lainnya seperti halnya di Costa Rica.
5. Persepsi Stakeholder atas Dampak Ekowisata Gajah pada Sosial Budaya.
Persepsi stakeholder atas dampak ekowisata gajah pada sosial budaya penting diketahui sebagai apresiasi terhadap nilai sosial budaya masyarakat setempat.
Menurut Ap dan Crompton 1998:120: dampak wisata terhadap sosial budaya adalah dapat merubah sistem nilai, perilaku individu, hubungan keluarga, gaya hidup,
moral dan organisasi masyarakat. Dampak tersebut dapat bersifat positif dan juga negatif.
Skor kumulatif persepsi Masyarakat Way Haru berbeda dengan Masyarakat Pemerihan, Sumberejo, wisatawan dan pengelola. Masyarakat Pemerihan
mempunyai skor kumulatif 762, Sumberejo 901, Pengelola 676 dan wisatawan 770; namun masyarakat Way Haru menunjukkan skor kumulatif negatif yaitu -146. Skor
kumulatif positif menunjukkan persepsi atas dampak ekowisata akan meningkatkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat. Skor negatif menunjukkan adanya perubahan
terhadap sosial budaya pada masyarakat. Persepsi positif semua stakeholder atas dampak ekowisata pada sosial budaya
cenderung tinggi. Skor tinggi diberikan pada meningkatnya pengetahuan
masyarakat, meningkatnya tanggung jawab sosial dan penghargaan pada budaya masyarakat setempat. Persepsi positif rata-rata ke 4 stakeholder Masyarakat
Pemerihan, Sumberejo, Pengelola dan Wisatawan menyatakan setuju kecuali masyarakat Way Haru menyatakan agak tidak setuju sampai biasa saja.
Kelompok Wisatawan dan Pengelola cenderung memberikan skor yang sama pada semua persepsi negatif ekowisata gajah pada sosial budaya; begitupula dengan
kelompok Masyarakat Pemerihan dan Sumberejo. Namun persepsi negatif Masyarakat Way Haru menyatakan agak setuju bahwa kegiatan ekowisata dapat
menyebabkan konsumerisme masyarakat menjadi tinggi, berkembangnya penyakit kelamin dan adat istiadat ditinggalkan. Kekhawatiran Masyarakat Way Haru tersebut
diduga kuat kaitannya dengan atitude keagamaan yang sangat kental pada mereka. Berdasarkan uji Chi square terhadap persepsi positif atas dampak ekowisata
gajah pada sosial budaya menunjukkan bahwa 6 dari 10 pasangan stakeholder 60
selaras dan 40 tidak selaras Gambar 5.14a dan 5.14b. Sedangkan persepsi negatif dari 10 pasangan kombinasi stakeholder ternyata semua selaras Gambar
5.14c dan 5.14d . Adanya perbedaan persepsi positif tersebut disebabkan oleh
masyarakat Way Haru yang memberikan nilai rendah dibandingkan dengan 4 stakeholder lainnya; terutama pada indikator meningkatnya pengetahuan dan
berkembangnya lembaga sosial agak tidak setuju. Rendahnya persepsi positif Masyarakat Way Haru tersebut diduga kuat
karena kurangnya interaksi sosial dengan masyarakat luar, terbatasnya arus informasi, serta kehidupan mereka yang monoton. Dalam keseharian, waktu mereka banyak
terkuras untuk mengurus kebun, sedangkan interaksi internal kelompok juga hanya
terbatas pada acara kematian dan gotong royong.
Motivasi Stakeholder Terhadap Ekowisata Gajah
1. Motivasi Masyarakat.
Motivasi kelompok masyarakat dalam menunjang ekowisata secara tidak langsung pasif, pada umumnya cenderung didorong oleh kebutuhan menggarap
lahan sebagai sumber penghasilan. Masyarakat Pemerihan dan Sumberejo termotivasi untuk mempertahankan sumber penghasilan, kemudian untuk mengenal
petugas kehutanan dan pengunjung, mengetahui keberadaan flora dan fauna serta mengetahui rencana pembangunan taman nasional dalam konteks pembangunan
wisata. Mereka menyatakan setuju atas 5 indikator motivasi tersebut. Sedangkan Masyarakat Way Haru termotivasi untuk mengetahui keberadaan flora fauna dan
serta rencana pembangunan taman nasional dalam konteks pembangunan wisata. Mereka ingin mengetahui keberadaan populasi gajah yang sering mengganggu
tanaman, sehingga informasi tersebut dapat digunakan sebagai antisipasi terhadap rombongan gajah liar yang akan masuk ke Pekon Way Haru.Masyarakat Way Haru
memiliki motivasi untuk mengetahui hubungan rencana pembangunan Taman Nasional dengan eksistensi mereka di dalam kawasan hutan. Semua responden dari
Way Haru mempertanyakan jika dilakukan pengembangan ekowisata apakah mereka akan dipindahkan atau tetap seperti biasanya serta bagaimana keterlibatan mereka
pada setiap kegiatan ekowisata. Uji keselarasan atas motivasi 3 kelompok stakeholder Masyarakat Pemerihan,
Sumberejo dan Way Haru dalam menunjang ekowisata secara tidak langsung pasif, ternyata signifikan berbeda nyata atau tidak selaras; Pemerihan vs Sumberejo
dan Pemerihan Way Haru. Sedangkan pada pasangan Way Haru-Sumberejo
menunjukkan keselarasan Gambar 5.15. Perbedaan persepsi Masyarakat
Pemerihan terhadap yang lainnya diduga karena Masyarakat Pemerihan lebih sering mendapat penyuluhan dan program kegiatan dari pihak kehutanan dan mitra kerjanya.
Sehingga motivasi mereka untuk mengenal pihak kehutanan dan pengunjung menjadi lebih tinggi dari pada motivasi Masyarakat Sumberejo dan Way Haru.
Motivasi masyarakat dalam menunjang ekowisata secara langsung memperlihatkan kondisi yang sama kuat. Skor masyarakat Pemerihan dan Sumberejo
ternyata hampir sama, dan mereka menyatakan setuju atas semua kriteria motivasi; yaitu meningkatkan penghasilan, meningkatkan status sosial, menerapkan
ketrampilan, mengembangkan usaha, meningkatkan pengetahuan, serta melindungi gajah dan habitatnya.