terbitnya matahari pukul 05.40 WIB hingga pukul 08.39 WIB. Pergerakan gajah pagi hari cenderung tinggi hingga siang pukul 11.40 WIB. Pergerakan gajah terus menurun
mulai tengah hari hingga sore hari seiring dengan terbenamnya matahari. Jarak tempuh gajah tiap jam berdasarkan siang dan malam ternyata berbeda
signifikan χ
2
hitung =204 χ
2
tabel
α=0,05, df=11
=19. Rata-rata jarak tempuh per jam pada siang hari 153 m, sedangkan pada malam hari 118 m. Jika melalui Metode Kernel
dapat diketahui pemusatan keberadaan gajah dan pola pergerakannya maka secara makro di lapangan pola pergerakan gajah dapat dikenali dengan adanya jejak gajah
berupa feses. Menurut Wijeyamohan 2003:62, gajah di Srilanka selama melakukan perjalanan, mengeluarkan feses sehari paling sedikit 100 kg, atau rata-rata perjam
mengeluarkan feses 4 kg. Dalam konteks ekowisata gajah, maka informasi ini dapat menjadi petunjuk penting bagi wisatawan; apabila wisatawan menemukan feses baru,
maka dapat diduga bahwa jarak keberadaan gajah dengan wisatawan sejauh 153 m pada siang hari dan 118 m pada malam hari. Adapun total jarak tempuh dalam sehari rata-rata
sejauh 3.251 m atau 3.2 km. Sitompul et al. 2013:69 melaporkan bahwa gajah di Bengkulu melakukan perjalanan hariannya sejauh rata-rata 1.5 km.
2. Intensitas Kunjungan Gajah padaTipe Ekosistem
Pergerakan gajah berdasarkan tipe ekosistem dan waktu, memperlihatkan pola yang khas. Intensitas kunjungan gajah di hutan primer pada siang hari 27.9, di hutan
sekunder 46,2, di semak 8,7, di kebun 17.3. Sedangkan pada malam hari, gajah lebih sering di kebun persentase 50.5 dan disemak 23.4, di hutan sekunder
16,5 dan hutan primer 8,6. Hasil uji uji Chi square menunjukan bahwa ternyata intensitas kunjungan gajah berbeda nyata terhadap tipe ekosistem dan waktu; siang dan
malam χ
2
hitung =25.29 χ
2
tabel
α=0,05, df=2
=5.99. Menurut Joshi dan Singh 2008:36, di India, ketika matahari akan tenggelam
gajah akan keluar dari dalam hutan menuju area yang terbuka. Sedangkan Chowdhury et al. 1997; di dalam Marcot, 2011:15 dalam penelitian di Bengal India melaporkan
bahwa dalam mencari makan gajah intensitas keberadaa gajah di hutan campuran 47, di lahan pertanian 25, di semak 15, dan padang rumput 10. Lebih lanjut,
Sitompul 2008:13 melaporkan bahwa,di Bengkulu, sepanjang perjalanan hariannya gajah melakukan aktivitas makan 82.2 ± 5.0. Aktivitas makan gajah dilakukan di
berbagai tipe ekosistem, baik di hutan primer, hutan sekunder, semak maupun di kebun. Joshi dan Singh 2008:38 melaporkan bahwa di India, gajah melakukan aktivitas
makan 10,5 jam 87,5.dalam 12 jam pengamatan.
3. Hubungan Intensitas Kunjungan Gajah dengan Kerapatan Pohon
Intensitas kunjungan gajah jika dihubungkan dengan vegetasi di hutan primer dan sekunder maka pada hutan sekunder lebih tinggi dikunjungi gajah dibandingkan
dengan hutan primer Tabel 5.6. Kondisi ini diduga karena tersedianya jenis pakan
yang lebih banyak di hutan sekunder dari pada hutan primer. Proporsi kerapatan spesies pakan gajah lebih tinggi di hutan sekunder dari pada hutan primer pada semua fase
pertumbuhan. Menurut Fisher et al. 2013:146 konsekuensi perilaku gajah atas struktur vegetasi pada periode pendek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
keanekaragaman pohon.
Tabel 5.6. Hubungan penutupan vegetasi, jarak tempuh, frekuensi kunjungan,, keanekaragaman dan kerapatan pohon di home range gajah, Resort Pemerihan-Way Haru, TNBBS
.
Variabel H. Primer
H. sekunder Semak
Kebun Jarak tempuh siang m
542.8 828.1
75.4 281.5
Jarak tempuh malam m 76.2
182.0 371.0
491.0 Frekuensi kunjungan siang
27.9 46.2
8.7 17.3
Frekuensi kunjungan malam 8.6
16.5 24.4
50.5 Keanekaragaman pohon H’
4.3 3.5
2.8 2
Kerapatan pohonha 288
218 61
156 Kerapatan pakan pohonha
67 85
14 85
Selanjutnya kunjungan gajah di kebun lebih intensif dibandingkan dengan semak. Pada kondisi ini tingginya kerapatan pohon di kebun bukan menjadi penghalang
gajah dalam melakukan perjalanan namun karena proporsi kerapatan pakan di kebun pada fase pohon dan tiang lebih tinggi dari pada di semak. Gajah menyukai tanaman
coklat, dadap, randu, durian dan karet. Tanaman lain yang sering dimakan gajah adalah kelapa, pisang dan kelapa sawit.
Apabila jarak tempuh gajah dihubungkan dengan tipe ekosistem maka akan tampak perbedaan jarak tempuh pada siang dan malam hari. Jarak tempuh gajah siang
hari di hutan sekunder lebih tinggi dibanding dengan tipe ekosistem lainnya. Sedangkan jarak tempuh gajah pada malam hari di kebun lebih tinggi dibandingkan
dengan tipe ekosistem lainnya Gambar 5.13. Uji Chi square menunjukkan adanya
perbedaan signifikan antara jarak tempuh malam dan siang hari di 4 tipe ekosistem; χ
2
hitung =54,3 χ
2
tabel
α=0,05, df=3
=9,5. .
Gambar 5.13. Jarak tempuh gajah di hutan primer, hutan sekunder, semak dan kebun di dalam home range gajah, berdasarkan siang dan malam di TNBBS.
Perbedaan jarak tempuh ini diduga disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal termasuk kondisi fisik gajah yang lelah setelah perjalanan panjang pada
siang hari dan menurut Stevenson dan Walter 2006:13 penglihatan gajah pada malam hari terbatas 20 m. Faktor eksternal meliputi tingkat kerapatan pohon yang berbeda
dan juga kondisi saat malam yang gelap.
Selanjutnya jika frekuensi kunjungan dihubungkan dengan tipe ekosistem maka terlihat hutan primer dan sekunder lebih sering digunakan pada siang hari, sedangkan
di semak dan kebun lebih sering pada malam hari. Hasil uji Chi square menunjukkan adanya perbedaan signifikan frekuensi kunjungan pada berbagai tipe ekosistem
χ
2
hitung =46,9χ
2
tabel
α=0,05, df=3
=9,5. Perbedaan ini diduga karena pada siang hari gajah cenderung menghindari manusia dan sengatan sinar matahari. Stevenson dan Walter
2006:14 menyatakan bahwa gajah mempunyai masalah fisiologi jika terlalu lama kontak langsung dengan sinar matahari. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai penjelasan
mengapa konflik antara gajah dan manusia umumnya terjadi pada malam hari. Berdasarkan pengamatan di lapangan, masyarakat selalu berjaga-jaga ronda di menara
pengintainya masing-masing pada malam hari; mulai dari matahari tenggelam hingga matahari terbit.
4. Hubungan Intensitas Kunjungan Gajah dengan Keanekaragaman Tumbuhan
Hasil studi menunjukan bahwa keanekaragaman tumbuhan yang tinggi tidak diikuti dengan tingginya kunjungan gajah. Hutan primer memiliki nilai
keanekaragaman yang tinggi H’= 4.3 dibandingkan dengan hutan sekunder H’=3.5
tetapi kunjungan gajah pada siang hari di hutan sekunder lebih tinggi 46,2 dari pada hutan primer 27.9. Kemudian keanekaragaman di semak
H’= 2.8 lebih tinggi dari pada di kebun
H’=2,0, tetapi kunjungan gajah lebih sering di kebun 50.5 sedangkan di semak hanya 24.4. Fenomena tersebut dapat menjelaskan tentang
peranan gajah dalam proses pemulihan hutan setelah terjadinya gangguan oleh kegiatan manusia. Selama perjalanan, gajah menyebarkan benih yang dimakan dari hutan, dan
kemudian disebar melalui fesesnya di area terbuka. Menurut Wijeyamohan 2003:62, setiap jam gajah mengeluarkan feses dung basah sebanyak 4 kg yang mengandung
benih tumbuhan. Jarak antar feses diperkirakan 118 meter pada malam hari dan 153 meter pada siang hari. Campos-Arceiz dan Blake 2011:542 melaporkan bahwa gajah
hutan di Afrika juga berperanan dalam memelihara keanekaragaman beberapa jenis pohon di dalam jangkauan area yang luas; yaitu melalui penyebaran feses sepanjang
perjalanannya. Dijelaskan bahwa Gajah Afrika menyebarkan benih sebanyak 355