Wisatawan Pengembangan Ekowisata Gajah di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Provinsi Lampung

Masyarakat Way Haru menunjukkan angka -127, Pemerihan 715, Sumberejo 728, Pengelola 669 dan Wisatawan 861. Persepsi Wisatawan, Pengelola, Masyarakat Pemerihan dan Sumberjo menyatakan setuju terhadap ekowisata gajah. Menurut mereka, ekowisata gajah dapat menujang konservasi gajah, meningkatkan perekonomian masyarakat, peduli lingkungan dan pendidikan lingkungan. Sedangkan bagi Masyarakat Way Haru, pengembangan ekowisata dinilai tidak melibatkan peran masyarakat; dimana hal ini diduga kuat adalah karena selama ini Masyarakat Way Haru memang sangat jarang mendapat perhatian dari pihak TNBBS dibanding Pemerihan dan Sumberejo. Vishwanatha dan Chandrashekara 2014:261 melaporkan bahwa dampak positif ekowisata adalah meningkatkan penghargaan konservasi diantara masyarakat lokal, pemerintah dan stakeholder lainnya, meningkatkan keanekaragaman dan kelimpahan flora fauna. Sedangkan dampak negatifnya adalah menimbulkan kemacetan lalu lintas, menurunnya kualitas air rumah tangga dan menurunnya nutrien tanah. Rendahnya perhatian terhadap Masyarakat Way Haru diduga kuat karena akses menuju Way Haru sangat sulit. Dari Pantai Sumbersari, perkampungan Way Haru hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki selama 5 jam atau kendaran roda dua selama hampir 1 jam dan harus melalui pantai yang rawan gelombang pasang lau; sedangkan dari CEP memerlukan waktu 8-9 jam berjalan kaki. Hal ini menyebabkan Way Haru menjadi sangat jarang sekali dikunjungi petugas dan tidak pernah mendapat pelatihan ekowisata. Uji chis quare terhadap persepsi positif atas ekowisata gajah menunjukkan bahwa 8 dari 10 pasangan kombinasi stakeholder mengindikasikan hasil yang selaras 80; dimana antara pasangan Masyarakat Way Haru dengan Pengelola serta antara Way Haru dengan Pemerihan adalah tidak selaras Gambar 5.14a dan 5.14b. Penyebab ketidakselarasan persepsi tersebut bersumber dari Masyarakat Way Haru yang memberi nilai persepsi lebih rendah dibandingkan stakeholder lainnya. Sedangkan persepsi negatif semua stakeholder terhadap ekowisata gajah menunjukkan angka 6 dari 10 pasangan stakeholder bersifat signifikan berbeda nyata atau tidak selaras Gambar 5.14c dan 5.14d. Uji pasangan stakeholder bersama Way Haru selalu menunjukkan ketidakselarasan. Perbedaan persepsi ini berhubungan dengan kurangnya kepedulian pihak luar untuk membantu dan membina mereka dalam mengatasi gangguan gajah sehingga persepsi terhadap ekowisata gajah pun menjadi rendah.

3. Persepsi S takeholder atas Dampak Ekowisata Gajah pada Habitat.

Persepsi stakeholder atas dampak ekowisata gajah pada habitat sangat penting dipahami untuk mengetahui seberapa jauh tingkat kekhawatiran mereka pada kelestarian fungsi habitat. Persepsi stakeholder atas dampak ekowisata gajah pada habitat menunjukkan bahwa 4 kelompok stakeholder mempunyai nilai positif; Masyarakat Pekon Pemerihan memiliki skor persepsi 472, Sumberejo 474, Pengelola 550 dan Wisatawan 715, sedangkan persepsi masyarakat Way Haru mempunyai nilai negatif -101. Persepsi Masyarakat Pemerihan, Sumberejo, Pengelola dan Wisatawan cenderung positif atas dampak ekowisata gajah pada habitat. Mereka yakin bahwa kegiatan ekowisata gajah akan mampu menyebabkan semakin berhutannya habitat, fungsinya semakin baik serta aman dari gangguan penebangan hutan. Bahkan, Masyarakat Sumberejo berharap kegiatan ekowisata akan mampu mencegah terjadinya kembali perambahan hutan seperti pada saat periode reformasi 1996-1997; dimana saat itu kerusakan hutan pernah terjadi akibat penebangan liar yang dilakukan oleh oknum masyarakat luar desa. Mereka menyatakan jika pengembangan ekowisata gajah dapat melibatkan masyarakat setempat, maka mereka akan menjaga hutan dari penebangan liar. Berkaitan dengan dampak ekowisata terhadap habitat, Kuvan 2005:263 menyatakan secara umum aktivitas wisata bersifat konsumtif terhadap sumberdaya alam dan menghasilkan limbah yang dapat merusak lingkungan. Menurut Cole 2004 di dalam Buckley, 2004:41, dampak wisata pada habitat dapat terjadi melalui berbagai cara, diantaranya pembangunan infrastruktur dan akomodasi untuk mendukung wisatawan. Pembangunan jalan setapak dan area camping di destinasi atau di habitat