Tabel 5.9. Keselarasan persepsi, motivasi, dan persepsi setiap stakeholder atas ekowisata
Stakeholder Persepsi
Motivasi Preferensi
Masyarakat Desa
Pemerihan Persepsi positif :Gajah satwa langka dan
obyek wisata dengan skor 6, dilindungi 6, wisata menunjang sosial budaya
masyarakat lokal 6, meningkatkan nilai ekonomi sumberdaya alam dan manusia
6, meningkatkan penghasilan masyarakat, stabilitas keamanan 6,
terjaganya tempat minum dan berkubang gajah 6.
Persepsi negatif : satwa penghalang di hutan 4, ekowisata menyebabkan ramai
pengunjung 5, menyusutnya tempat istirahat 4.
Motivasi :
Untuk mempertahankan
sumber penghasilan yang saat ini
dikerjakanskor 6, mengenal petugas
kehutanan atau
pengunjung6, Melindungi
gajah 6 Preferensi :
Gajah dipindahkan skor 7, dijadikan obyek wisata 6,
Lahan yang berada di luar TN diberi pagar 6
Lahan di dalam TN ditanami pohon hutan dengan skor 6.
Masyarakat Desa
Sumberejo Persepsi positif : Dilindungi 6, langka
dan obyek wisata6, wisata menunjang pendidikan konservasi 6, meningkatnya
investasi di daerah 6, meningkatnya penghargaan terhadap budaya masyarakat
7, terpeliharanya tempat menggaram 6 Persepsi negatif : Satwa penghalang di
hutan4, ekowisata menyebabkan ramai pengunjung
5, penjualan
aset keluarga4, berkurangnya area jelajah
gajah 4 Motivasi
Untuk mendapat informasi rencana pembangunan taman
nasional 6, mempertahankan sumber penghasilan yang saat
ini dikerjakan 6, menambah pengetahuan dan kawan 6.
Preferensi : Gajah dijadikan obyek wisata 6, gajah liar
dilaporakan pihak kehutanan 6.
Lahan yang berada di luar TN diberi pagar 6
Lahandi dalam TN ditanami kebun 4.
Masyarakat Desa Way
Haru Persepsi positif : Gajah sebagai pemberi
sinyal bencana alam 5, satwa karismatik, indah, daya ingat kuat dan
sensitive 4, wisata bersama masyarakat lokal5, meningkatnya investasi di
daerah 4, meningkatnya tanggungjawab social 5. keamanan habitat terhadap
potensi konflik dengan manusia meningkat 5
Persepsi negatif : Gajah sebagai satwa perusak tanaman 5, Satwa yang sering
menyerang dan mengganggu manusia 5, Wisata yang tidak melibatkan masyakarat
lokal 5, merosotnya nilai lingkungan 5,
konsumerisme tinggi
5, meningkatkan stres masyarakat 5,
berkurangnya area jelajah gajah 5. Motivasi
Untukmendapat informasi
keberadaan flora fauna 5, melindungi habitat gajah 5
Preferensi : Gajah
dijadikan obyek
wisata5, dipindahkan 5. Lahan diluar TN digarap
intensif 5. Lahan di dalam TN ditanami
tanaman campuran 4.
Pengelola Persepsi positif
Gajah adalah satwa liar yang dilindungi Negara 7, langka dan obyek wisata6,
ekowisata menunjang pendidikan lingkungan 6, meningkatkan lapangan
pekerjaan6, meningkatkan pengetahuan 6, habitat terjaga 6
Persepsi negatif Satwa pemakan tanaman 5, ekowisata
menyebabkan ramai pengunjung 4. Motivasi
Untuk menambah wawasan pengetahuan 6, dan
melestarikan habitat6 Preferensi
: Gajah
liar dilaporakan pihak kehutanan
6, Diusir 5, Obyek wisata 3, menjadi pemandu dan
sukarelawan 5. Lahan di luar TN ditanami
pohon hutan 6, lahan di dalam TN ditanami pohon
hutan 7.
Wisatawan Persepsi positif
Gajah dilindungi negara 7, karismatik, indah, ingatan kuat, sensitive 6,
ekowisata menunjang
pendidikan konservasi 7, pengalaman memuaskan
6, meningkatkan
nilai ekonomi
sumberdaya alam dan manusia 6, meningkatnya pengetahuan masyarakat
6, Meningkatnya populasi satwa dan tumbuhan lainnya 6.
Motivasi Melihat gajah liar di habitatnya
6, mempelajari perilaku gajah liar 6, menunggang gajah dgn
pawang 6, Ikut patroli dan foto bersama 6, menikmati
pemandangan alam 6, menikmati suasana segar 6.
Preferensi : Gajah liar dilaporakan pihak
kehutanan 6, Diusir 5, Obyek wisata 4
Lahan di luar TN ditanami pohon hutan 5, lahan di
dalam TNditanami pohon hutan 6.
Pemisahan implementasi trilogi konservasi tersebut bukan hanya diwujudkan dalam regulasi nomenklatur kawasan konservasi seperti Hutan Lindung, Taman
Nasional, Suaka margasata, Cagar Alam maupun dalam bentuk zoning system yang diberlakukan pada setiap nomenklatur tersebut, melainkan juga dalam pembatasan
bentuk aktifitas manajemen yang boleh diterapkan. Meskipun saat ini sedang terjadi perubahan paradigma trilogi konservasi di Indonesia, namun baru pada tahap
diskursus dan mencari bentuk. Selanjutnya, analisis keselarasan persepsi, motivasi dan preferensi masyarakat
di 3 desa terhadap pengelolaan gajah menujukkan hasil yang selaras. Preferensi mereka menunjukkan sikap yang tegas yaitu dimanfaatkan atau dipindahkan. Jika
gajah dimanfaatkan untuk ekowisata, maka membantu meningkatkan kehidupan mereka, namun jika tidak dimanfaat
kan maka gajah akan dianggap ―musuh‖ karena merusak dan memakan tanaman serta mengancam kehidupan masyarakat.
Sebaran Obyek Wisata yang Terkait di Home range Gajah
Obyek wisata terkait dengan aktivitas ekowisata gajah yang ditemukan di wilayah home range gajah di TN BBS sedikitnya meliputi 5 jenis yaitu goa, air
terjun, pantai gading, penanaman bibit atau new trees plantation, dan satwa liar lainnya tersebar di dalam home range gajah. Paling tidak terdapat 5 buah goa dengan
karakteristik ruangan yang berbeda-beda dan lorong yang bercabang. Selanjutnya terdapat air terjun dengan kolamnya yang luas dan dalam, serta juga didapati Pantai
Gading dengan pasirnya yang bersih berwarna gading. Satwa liar lainnya yang dapat ditemukan di dalam home range gajah
diantaranya harimau, siamang dan burung kuaw. Harimau biasanya dapat terdeteksi melalui bekas jejak kakinya di jalan setapak atau di pinggir sungai. Adapun siamang
biasanya akan diketahui dari suaranya yang bersaut-sautan pada pagi hari ataupun saat hujan di hutan primer. Begitupula dengan Kuau yang suaranya khas seperti
layaknya orang tertawa. Sebaran potensi obyek ekowisata yang terkait di dalam
home range disajikan pada Gambar 5.20. Adapun deskripsi dan posisi geografisnya disajikan pada Tabel 5.10.
2
Gambar 5.20. Peta distribusi potensi obyek ekowisata gajah di home range gajah, TNBBS.
PETA DISTRIBUSI OBYEK
WISATA GAJAH
Tabel 5.10. Deskripsi potensi obyek ekowisata terkait di dalam home range gajah, TNBBS.
Nama Obyek Ekowisata
Posisi Geografis Nomor
petak Potensi
Rerata motivasi
wisatawan Kedung Gupit
S 0435766 dan E 9380616
73 Kedung gupid yaitu suatu kolam air diapit bukit batu
dan rimbunan pepohonan serta banyak bebatuan besar. Lingkungan kedung ini berudara sejuk dan segar.
Kedung berada di Sungai Pemerihan. Perjalanan menuju kedung ini 2 jam dengan
menunggang gajah dari Camp Elephant Patrol CEP. Jika berjalan kaki ditempuh selama 2 jam dari CEP.
184
Air terjun si Gupid atau
sumur Bidadari
S 438570 dan E 9381892
134 Air terjun ini mempunyai kolam, luasnya kurang lebih
600 m2 dan kedalaman 25 m. Tinggi air terjun diperkirakan 15 m. Kolam dikelilingi tebing batu
sangat tinggi 50 m. Lingkungan di sekitar air terjun ditumbuhi pepohonan yang lebat. Bagian atas tebing
ditumbuhi bambu yang pernah dimakan gajah walaupun kondisinya terjal. Diduga kolam yang luas ini berisi
banyak ikan. Hal ini karena di dekat air terjun banyak didapat ikan. Perjalanan menuju air terjun ini 2 jam
berjalan kaki dari kedung gupit. 189
2. Goa Si Gupid 2. Goa Balak
3. Goa Masjid 4. Goa Babuta
5. Goa
Jemblong S 438780 dan
E 9373316 S 439121 dan
E 9373532 S 438807 dan
E 9373364 S 438986 dan
E 9373554 S 436866 dan
E 9373707 126
148 126
148 85
Goa-goa ini letaknya berdekatan dan berada di petak 85, 126 dan 148. Goa berukuran besar dan di huni oleh
ribuan kelelawar serta mempunyai lorong-lorong yang bercabang. Arsitekur di dalam goa ini bervariasi
misalnya ada yang seperti kubah masjid dan ada yang berstalagtit dan stalagmit, ada yang dialiri air dan ada
yang kering. Perjalanan ke Komplek Goa ini 3 jam berjalan kaki melalui jalur Camp Canguk. Jalur Camp
Canguk adalah jalur yang membelah hutan primer menghubungkan antara Desa Sumberejodengan Pusat
Penelitian Canguk. 182
Pantai Gading S 430597 dan
E 9372424 sampai dengan
S 435958 dan E 9368435
3, 9, 18, 19, 31, 45, 46,
52, 60, 61, 78, 79, 80,
97, 98, 116, 117, 118,
138 Pantai ini disebut pantai gading karena pasirnya sangat
bersih berwarna kuning gading. Kadang-kadang pantai ini di datangi gajah liar. Pantai membentang indah
sejauh 6 km dari Sumber Sari hingga Sepandan. Variasi lanskap pantai terdiri dari laut dengan
gelombang yang tinggi, pantai yang lebar dan landai, dengan latar belakang hutan yang alami, sungai, tebing
batu dan muara sungai. Perjalanan menuju pantai ini sejauh 6 km yang dapat ditempuh dengan mobil selama
20 menit dari Camp Elephant Patrol CEP. 189
Camp EP S 434089 dan
E 9379958 55
Angon gajah adalah kegiatan rutin membawa gajah masuk ke hutan untuk mencari pakan yang dilakukan
setiap pagi 8.00 WIB sampai sore 16.00 WIB. Gajah diikat dengan rantai sepanjang 50 m di pohon
agar tidak lepas. Kemudian gajah ditinggal hingga sore hari dan dibawa kembali ke sekitar Camp EP pada sore
harinya. Gajah dimandikan di sungai yang letaknya dekat dengan camp.
179
New Trees S 434507 dan
E 9379220 72
New Trees Plantation NTP adalah tanaman restorasi hutan di dalam kawasan taman nasional. Lokasi
tanaman berupa hamparan ilalang yang luas bekas perambahan hutan. Jenis yang telah ditaman meliputi
bayur, ketapang, medang, beringin, cempaka dan damar. Perjalanan menuju lokasi NTP dengan
menggunakan gajah tunggangan hanya 15 menit. Akomodasi yang disediakan berupa rumah pohon.
175
Kawan gajah Satwa Liar
lain 14,24, 35,
36, 50 Kawan gajah dapat di lihat jika beruntung di sepanjang
jalur Camp Canguk. Jalur ini membelah hutan primer menghubungkan antara Desa Sumberejo dengan Pusat
Penelitian Canguk. Kawan gajah yang dimaksud adalah harimau, beruang, tapir, kijang, babi, siamang,
beruk, burung kuaw dan lainnya. Perjalanan menuju camp canguk dengan berjalan kaki ditempuh selama 2
jam. 163
Spektrum Potensi Aktivitas Ekowisata Gajah
Pola pergerakan gajah di home rangenya dapat dimanfaatkan sebagai rute aktivitas ekowisata gajah. Rute pergerakan gajah yang berbeda-beda setiap minggu
di dalam home rangenya dapat pula dijadikan sebagai dasar membuat variasi aktivitas ekowisata gajah sepanjang tahun. Melalui pendekatan tersebut maka perancangan
program ekowisata gajah di TN BBS dapat pula meningkatkan tingkat kepastian bagi wisatawan untuk mengalami proses perjumpaan dengan gajah liar dalam kegiatan
ekowisata gajah yang diikutinya, untuk kemudian dapat diharapkan pula akan mampu memberikan kepuasan yang lebih optimal dalam beraktivitas ekowisata gajah liar.
Spektrum potensi aktivitas dan rute ekowisata di dalam home range dapat pula dikembangkan menurut dimensi ruang dan waktu aktivitas. Ruang aktivitas
ekowisata gajah digambarkan dalam bentuk grid dan diperoleh 189 grid di dalam home range. Setiap grid berukuran 1 km
2
. Berdasarkan penyebaran grid, tampak bahwa ada sebagian grid yang sering dikunjungi gajah dan ada grid yang tidak
mengindikasikan titik-titik aktivitas gajah. Pada home range ini ternyata hanya 81 grid 42.8 yang terisi titik-titik aktivitas gajah.
Berdasarkan overlay peta home range dan zona inti ternyata hanya satu grid aktivitas gajah grid 91 yang masuk pada zona inti. Berdasarkan peruntukan zonasi
TNBBS pada zona inti tidak diperbolehkan adanya aktivitas wisata. Meskipun demikian pada grid ini, titik aktivitas gajah tidak berada pada pada zona inti.
Seiring dengan ritme pergerakan gajah dari grid ke grid yang berbeda-beda, maka dapat digambarkan rute aktivitas ekowisatanya seperti yang disajikan pada
Gambar 5.21 . Perencanaan rute wisata ini disajikan setiap minggu mengikuti ritme
perjalanan gajah. Perpindahan dari satu grid ke grid berikutnya merupakan ―napak tilas‖ sekaligus penelusuran jejak pergerakan gajah di home rangenya. Hal ini dapat
ditawarkan sebagai program kegiatan ekowisata gajah di TN BBS bukan saja untuk memberikan kemudahan menjumpai gajah, namun yang tidak kalah penting adalah
juga untuk memberikan nilai-nilai konservasi gajah yang lebih mendalam bagi wisatawan.
Gambar 5.21. Peta rute aktivitas ekowisata gajah di Resort Pemerihan, TNBBS Propinsi Lampung.
Jika hakekat perancangan program ekowisata yang dikemukakan oleh Avenzora dan Pratiekto 2013:396 diterapkan untuk merancang spektrum program tahunan aktivitas
ekowisata gajah di TNBBS maka setidaknya kegiatan ekowisata gajah di TNBBS ini dapat
dipetakan ke dalam 5 konsep yang berbeda Gambar 5.22. Nilai tersebut meliputi nilai
sosial budaya konservasi gajah, nilai ekologi konservasi gajah, nilai ekonomi koservasi gajah, nilai etika konservasi gajah dan nilai estetika koservasi gajah. Nilai-nilai tersebut
didasarkan pada obyek wisata yang akan menjadi tujuan utama dalam perjalanan wisata.
Nilai Ekonomi Ekowisata gajah
Selama ini pengeluaran wisatawan hanya untuk ongkos perjalanan dan masuk taman nasional. Tarif masuk taman nasional untuk wisatawan domestik Rp 5 000.00 dan
wisatawan mancanegara sebesar Rp 150 000.00. Penjualan sovenir dan lainnya di dalam taman nasional maupun di Camp Elephant Patrol CEP belum ada. Wisatawan
menghabiskan waktu di CEP hanya 2 jam untuk menunggang gajah di sekitar lokasi. Pengeluaran wisatawan di CEP hanya Rp. 200 000.00 per orang jika menunggang gajah.
diluar karcis masuk taman nasional. Pada pengembangan ekowisata ke depan komponen biaya yang dikeluarkan
wisatawan menjadi meningkat seperti terlihat pada Tabel 5.11. Biaya ini masih bersifat
tentatif, bergantung pada kondisi situasi di lapangan dan permintaan pengunjung untuk bermalam lebih dari 2 malam. Kadang-kadang pengunjung ingin menambah waktu
kunjungannya ketika di dalam hutan, sehingga perlu adanya negosiasi dengan pemimpin perjalanannya. Pada beberapa kasus lain seperti perjalanan menuju air terjun, tentu
wisatawan tidak selamanya berada diatas punggung gajah, namun mereka harus melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki saat tiba di Gedung Gupit. Selama mereka
menuju air terjun dan bermalam di lokasi, gajah tunggangan ini akan pulang ke kandang. Apabila wisatawan menggunakan gajah tunggangan lebih dari 4 jam, maka biaya
menunggang gajah dihitung 1 hari.
Gambar 5.22. Spektrum peluang aktivitas ekowisata gajah di dalam home range gajah selama 12 bulan
Tabel 5.11. Rincian biaya wisatawan yang menunggang gajah jinak di dalam home range gajah di Pemerihan-Way Haru
No. Uraian Biaya per orang Rp
Keterangan A
Menunggang gajah 2 jam termasuk karcis
1 000 000 Per gajah keliling hutan
B 1
2 3
4 5
6 7
8 Menunggang gajah sehari
Akomodasi homestaymenara Makan 3 kali sehari+ kuliner
Biaya mahoutpawang Biaya pakan gajah
Bayar porter Interpreter
Sovenir Transportasi lokal
200 000 100 000
200 000 200 000
150 000 200 000
50 000 50 000
Per kamar Per orang
Per gajah Per oranghari
Per gajahhari Masyarakat lokal
Patung gajah
Jumlah 2 150 000 Sehari
Biaya tersebut dapat saja menjadi bertambah jika pengunjung akan bermalam lebih dari 1 hari. Program ekowisata gajah dirancang minimal untuk 2 hari. Jika wisatawan bermalam
maka diharapkan mereka akan belanja untuk kebutuhan lainnya seperti ; kembang api, alat camping, alat mancing, peralatan pribadi sepatu, topi, sarung tangan, kelengkapan untuk
mandi, yang dapat disediakan oleh masyarakat sekitar. Jika pengunjung ingin membeli kembang api dengan harga Rp40 000,00 per buah maka dapat disediakan baik oleh koperasi
maupun pedangan setempat. Transportasi lokal sangat dibutuhkan jika focal point baru dibuka di Sumberejo
maupun di Way Haru. Ongkos sekali perjalanan dengan roda dua sebesar Rp25 000.00 ke Pekon Sumberejo dan Rp250 000.00 ke Pekon Way Haru. Transport lokal dapat juga
menggunakan mobil jika hanya di Pekon Sumberejo karena sudah tersedia jalan yang dapat di lalui mobil walaupun sebagian jalannya masih belum di aspal. Tarif menggunakan mobil
jeep sebesar Rp200 000.00 pulang-pergi. Jika pengunjung akan menuju Pekon Way Haru, maka hanya bisa dengan roda dua selama 2 jam perjalanan.
Untuk akomodasi saat ini hanya tersedia 1 home stay 2 kamar di Pemerihan dengan tarif Rp200 000.00kamar semalam. Namun jika ekowisata ini berkembang maka
homa stay yang disediakan masyarakat akan lebih banyak lagi. Akomodasi dapat juga
menggunakan menara pengamat gajah yang tersedia di pinggir hutan. Jumlah menara pengamat gajah sebanyak 16 unit. Sebagian unit pembangunannya oleh WWF Lampung
dan sebagian dibangun secara swadaya oleh masyarakat.
Perencanaan Desain Tapak Destinasi, Produk dan Aktivitas Ekowisata Gajah
Perecncanaan desain destinasi ekowisata gajah di dalam home range gajah sangat penting sebagai pedoman dalam implementasi kegiatan ekowisata berdasarkan kajian
ilmiah dan aturan pembangunan di dalam taman nasional. Perencanaan desain tapak didasarkan pada kondisi karakteristik destinasi dan peraturan perundang-undangan dalam
pengusahaan ekowisata di dalam taman nasional. Pertimbangan karakteristik destinasi meliputi kelerengan, tutupan lahan, posisi terhadap jalan, posisi terhadap desa, intensitas
kunjungan gajah dan home range gajah. Adapun peraturan perundang-undangan yang menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan desain tapak destinasi meliputi zonasi serta
aturan teknis dalam pembagian ruang dan teknis pembangunan infrastruktur, akomodasi dan fasilitas serta pelayanan di dalam taman nasional. Beberapa peraturan perundang-
tersebut disajikan pada Tabel 5.12.
Berdasarkan hasil analisis peta overlay home range gajah, titik pergerakan gajah, grid aktivitas gajah dan zonasi maka tampak bahwa untuk home range sebagian masuk ke
dalam zona inti, namun untuk titik pergerakan gajah ternyata berada di luar zona inti. Kondisi ini menunjukan bahwa pengembangan ekowisata gajah tidak terbentur pada
peraturan perundang-undangan. Grid yang terletak di perbatasan zona inti sebanyak 10 buah dari 187 grid 5,3, sedangkan grid yang berada di dalam zona inti sebanyak 41 grid
21,9. Grid yang berada di luar zona inti sebanyak 146 grid 78,1 merupakan grid yang dapat dikembangkan sebagai tapak ekowisata gajah.
Pada zona inti tidak diperkenankan untuk wisata namun, batas-batas zona inti di lapangan tidak tersedia, sehingga dalam pengembangan ekowisata dibutuhkan papan
petunjuk yang membatasi zona inti dan zona rimba. Pada batas ini interpreter dapat menjelaskan fungsi zona inti dan kondisi alamnya.
Tabel 5.12. Peraturan yang terkait dalam pengembangan desain tapak di dalam home range gajah di TNBBS.
No. Peraturan
Tentang Keterkaitan dalam perencanaan desain tapak destinasi
1 Undang-undang No. 5
Tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 31 1: pemantaatan TN untuk wisata alam.
Pasal 34 2: alokasi sarana kepariwisataan di zona pemanfaatan Pasal 36 1: pemanfaatan satwa liar untuk peragaan
2 Undang-undang
No. 41 Tahun 1999
Kehutanan Pasal 68: peran serta masyarakat dalam pemanfaatan hutan.
Pasal 29: ijin usaha pemanfaatan jasa lingkungan dalam bentuk perorangan, koperasi, swasta, BUMN dan BUMD.
Pasal 50 3: setiap orang dilarang menebang pohon di kawasan hutan radius 100 m dari tepi sungai induk dan 50 m dari anak sungai.
3 UU No. 10 Tahun
2009 Pariwisata
Pasal 141: usaha pariwisata meliputi daya tarik pariwisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan
minuman, akomodasi, hiburan rekreasi, penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran, jasa informasi, konsultasi, jasa
pramuwisata, wisata tirta dan spa.
4 PP No. 68 Tahun 1998
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
Pasal 48 1: Zona inti dapat dimanfaatkan untuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya.
Pasal 50 1: Zona pemanfaatan dapat digunakan untuk pariwisata alam dan rekreasi penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan penunjang
budidaya. Pasal 51 1: Zona rimba dapat digunakan untuk penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya dan wisata alam terbatas
3 Peraturan Pemerintah
No.36 Tahun 2010 Pengusahan Pariwisata Alam di
Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya
dan Taman Wisata Alam Pasal 7 1: bentuk jasa wisata alam.
Pasal 7 1: bentuk sarana wisata Pasal 9 1: izin pengusahaan pariwisata alam pada semua zona kecuali zona
inti. Pasal 9 3: izin sararna wisata alam dialokasikan pada zona pemanfaatan
Pasal 16 1: izin penyediaan sararna wisata alam selama 55 tahun Pasal 18 d: izin penyediaan sararna wisata alam seluas 10.
Pasal 18 e: izin penyediaan sararna wisata alam berupa akomodasi harus semi permanen dan bentuk arsitektur budaya setempat
5 Peraturan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia No.
P.48Menhut-II2010 Pengusahan pariwisata alam di
Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya
dan Taman Wisata Alam Pasal 4: areal usaha pariwisata pada semua zona kecuali zona inti.
Pasal 6: usaha jasa wisata alam meliputi : informasi pariwisata bahan cetak dan elektronik, pramuwisata, transportasi di zona pemanfaatan kuda, poter,
perahu bermesin, kendaraan darat, perjalanan wisata, cinderamata, makanan dan minuman.
No. Peraturan
Tentang Keterkaitan dalam perencanaan desain tapak destinasi
Permenhut p.48 tahun 2010
Pengusahan pariwisata alam di Suaka
Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
Pasal 8: usaha sarana wisata alam di zona pemanfaatan: wisata tirta, akomodasi, transpotasi, wisata petualangan.
Pasal 26: izin penyediaan sararna wisata alam seluas 10. Akomodasi harus semi permanen dan bentuk arsitektur budaya setempat
Pasa 272: jenis akomodasi berupa pondok wisata, pondok apung, rumah pohon, bumi perkemahan, karavan.
Pasal 27 4: fasilitas pelayanan umum meliputi pelayanan informasi, telekomunikasi, administrasi, angkutan, penukaran uang, loundry, ibadah,
kesehatan, keamanan, kebersihan, dan mess karyawan Pasal 275: sarana wisata petualangan seperti outbond, jembatan kanopi,
kabel luncur, balon udara, paralayang, jalan hutan. Pasal 28: sarana wisata alam meliputi: jalan wisata, papan petunjuk,
jembatan, area parkir, jaringan listrik, jaringan air bersih, telepon, internet, drainase, toilet, pembuangan limbah, dermaga dan helipad.
Pasal 29 4: ketentuan area parkir tidak menebang pohon, diarea terluar, penyerapan air tanah tidak terganggu.
Pasal 29 5: jaringan listrik, air dan telepon diupayakan di bawah tanah.
6 Peraturan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia No.
P.4Menhut-II2012 Perubahan
atas Peraturan
Menteri Kehutanan
No.48Menhut Pengusahan
Pariwisata Alam
di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman
Wisata Alam Pasal 8: usaha sarana wisata alam di zona pemanfaatan: wisata tirta,
akomodasi, transpotasi, wisata petualangan, olah raga minat khusus. Pasal 8: sarana wisata transportasi meliputi kereta gantung, kereta listrik,
dermaga jety, terminal kereta api dan bus wisata Pasal 27 8: lapangan hijau untuk rekreasi dan olah raga serta fasilitas olah
raga meliputi: jalur berkuda, lapangan bermain, kubah pasir, lapangan panahan, lintasan sepeda, ruang pertemuan, bak penampung air, pengolah
limbah.
7 Peraturan Direktur
Jenderal PHKA No. 3IV-SET2011
Pedoman penyusunan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata
Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan
Raya dan Taman Wisata Alam Pasal 12 1: rancangan desain tapak ruang publik untuk fasilitas wisata
dapat berupa pusat pengunjung, dermagajetty, area parkir, tambat kapal, pintu gerbang, pondok teduh, jalan wisata, jalan setapak, jembatan, menara,
area pengamatan dan interpretasi, papan petunjuk arah, papan peringatan, papan interpretasi, helipad, perkemahan, karavan, pondok wisata, hotel,
penyewaan alat, makanan dan minuman, sovenir, dan kebutuhan lainnya. Ayat 3:Pusat informasi berjarak maksmimal 500 dari pintu gerbang.
Pasal 212: akomodasi bersifat semi permanen dan dengan pola arsitektur budaya setempat.
Tabel 5.12. Lanjutan
1. Pengembangan Destinasi
Menurut Sunaryo 2013:101 destinasi pariwisata dalam pengertian sistem kepariwisataan adalah kawasan geografis yang berada dalam 1 satu atau lebih wilayah
administrasi yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan. Adapun daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Menurut Confederation of Tourism and Hospitality 2011:13 terdapat 2 tipe
destinasi yang didasari oleh keistimewaanya yaitu destinasi primer dan sekunder. Keistimewaan destinasi primer seperti arsitektur, iklim, tradisi budaya, ekologi dan
topografi. Keistimewaan destinasi sekunder termasuk aktivitas, hiburan, akomodasi, transportasi dan pelayanan pesanan makanan. Apabila dikaitkan dengan pengembangan
destinasi maka yang perlu dipertimbangkan adalah penempatan dan pembangunan berbagai sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan wisatawan yang meliputi 6 aspek yaitu
atraksi, akomodasi, aktivitas, amenitas, akses dan pelayanan penunjang. Yon 2002:28 mengemukakan bahwa perencanaan dan promosi destinasi harus
dipandu melalui analisis destinasi seperti faktor-faktor kompetitif dan strategi pengembangan. Dijelaskan pula bahwa sejumlah studi pendahuluan dan aplikasi konsep
kompetitif telah dilakukan di dalam beberapa area destinasi wisata seperti yang dilakukan oleh Pearce 1997, Mihalic 2000:65 dan Kozak 2002:221. Pada umumnya para peneliti
mengisvestigasi bagaimana suatu destinasi yang kompetitif dapat berkelanjutan dan dapat bersaing dengan kompetitor destinasi lainnya. Destinasi yang kompetitif berhubungan
dengan kombinasi semua aspek yang terkait dengan aset sumberdaya wisata dan infrastruktur serta proses transformasi aset tersebut menjadi bernilai ekonomi.
Kuvan 2005:263 menyatakan bahwa pengembangan wisata pada suatu destinasi khususnya di negara-negara berkembang sering menimbulkan masalah lingkungan.
Semakin banyaknya kunjungan wisatawan dan intensifnya pembangunan fasilitas untuk pengunjung bila tidak direncanakan dengan baik maka dapat menyebabkan kerusakan
sumberdaya wisata di destinasi. Beberapa kasus kerusakan lingkungan yang pernah terjadi seperti di Caribbean rusaknya area mangrove, Zanzibar menurunnya air tanah, Kenya
dan Madagascar hancurnya terumbuk karang, dan Himalaya penebangan hutan dak kebakaran hutan. Lebih lanjut dikatakan bahwa, salah satu instrumen untuk
mengendalikan kerusakan tersebut melalui peraturan perundang-undangan. Perundangan-undangan yang menyangkut pemanfaatan taman nasional untuk
kepentingan wisata di Indonesia adalah UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2010
tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam No. P3IV-Set2011 tentang Pedoman Penyusunan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya
dan Taman Wisata Alam. Pasal 34 di dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tersebut dinyatakan bahwa Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata pada zona
pemanfaatan. Pada zona pemanfaatan dan zone penyangga dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan dengan mengikutsertakan rakyat.
Berkaitan dengan upaya meminimalisir dampak negatif pada destinasi dalam pengembangan ekowisata dilakukan dengan pendekatan pengenalan karakteristik potensi
wisata di dalam area studi. Pengenalan karakteristik struktur ruang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan infrastruktur, akomodasi dan fasilitas serta pelayanan.
Struktur ruang di dalam home range gajah terdiri dari a area tertutup kanopi seperti; lahan hutan primer dan sekunder serta kebun pohon, b area terbuka seperti lahan
pertanian, pemukiman dan semak serta pantai. Struktur ruang tertutup kanopi dipertahankan dari semua pembangunan infrastruktur, akomodasi dan fasilitas ekowisata
dengan tujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan. Pembangunan infrastruktur yang meliputi jalan kendaraan, jembatan, jaringan air,
jaringan listrik, telekomunikasi dan parkir berada di zona penyangga, zona pemanfaatan pada area terbuka serta di luar home range gajah. Begitupula dengan pembangunan
akomodasi dan fasilitas serta pelayanan. Pembangunan jaringan listrik, air dan
telekomunikasi berada di bawah tanah sehingga estetika lingkungan dapat dipertahankan dan aman terhadap gangguan gajah.
Berdasarkan PP No. 36 tahun 2010 dan Peraturan Direktur Jenderal PHKA No. 3 tahun 2011 mengatur adanya pembagian ruang publik dan ruang usaha di dalam suatu
destinasi. Ruang publik adalah bagian dari tapak yang dapat diakses secara gratis oleh para pengunjung dalam melakukan kegiatan rekreasinya di suatu destinasi. Adapun ruang usaha
merupakan bagian dari tapak yang hak pengusahaannya dikerjakan oleh pihak swasta; sehingga akses pengunjung untuk menikmati berbagai potensi ekowisata dan jasa
lingkungan yang ada tidak gratis. Desain tapak berdasarkan pembagian ruang publik dan ruang usaha dapat dipahami,
namun demikian implementasi gagasan pendekatan ruang publik dan ruang usaha tersebut kurang sesuai jika diterapkan di dalam home range gajah. Beberapa alasan obyektif untuk
menyimpulkan ketidaksesuaian tersebut adalah : a. Aktivitas gajah yang rutin di dalam home rangenya dapat mengancam eksistensi
dari bangunan yang akan diinvestasikan, karena sewaktu-waktu dapat dihancurkan oleh gajah dan ini sangat berbahaya bagi keselamatan wisatawan dan merugikan
pihak pengembang. b. Berbagai kasus yang pernah terjadi menunjukan bahwa pendekatan pola
penataan dalam bentuk ruang usaha dan ruang publik dapat mengakibatkan terfragmentasinya kawasan hutan dan menimbulkan degradasi fungsi kawasan
hutan. Dalam konteks yang lebih luas, semua hal tersebut telah mendorong berkembangnya destinasi wisata yang bersifat masal serta kumuh dan sesak.
Berdasarkan alasan objektif di atas, maka dalam perencanaan desain tapak diputuskan untuk tidak melakukan tata kelola dengan pendekatan pembagian ruang usaha dan ruang
publik, namun direncanakan untuk dengan pendekatan Manajemen Kolaboratif Terpadu MKT yaitu sebagai berikuit :
a. Semua proses pengelolaan dan pengusahaan jasa rekreasi dan wisata berada di dalam suatu Organisasi MKT yang bertanggungjawab atas berbagai proses pembangunan
serta pengembangan, pemanfaatan serta pengusahaan jasa rekreasi dan ekowisata
b. Organisasi MKT adalah disyahkan oleh pemerintah sebagai kumpulan SDM yang diberi wewenang dan tanggungjawab untuk melaksanakan berbagai rencana strategis
pembangunan dan pengembangan serta pengelolaan jasa rekreasi dan ekowisata serta jasa lingkungan di destinasi
c. Organisasi MKT adalah terdiri dari pihak Kementrian Kehutanan diwakili oleh Kepala TNBBS, Masyarakat Lokal Camat, Pemerintah Daerah KaDisPar dan
pihak-pihak swasta yang berkeinginan untuk ikut berkolaborasi dalam pengelolaan dan pengusahaan jasa rekreasi dan ekowisata.
d. Untuk mengakomodir paradigma pembangunan berbasiskan masyarakat, maka perlu kiranya menyertakan Kepala Desa sebagai komponen SDM.
e. Jika selama ini pola kontribusi usaha dari pihak swasta melalui pengalokasian ―ruang
usaha‖ bagi pihak swasta, maka dalam OMKT ini kontribusi investasi dari pihak
swasta adalah dilakukan melalui pengalokasian investasi fasilitas rekreasi dan produk wisata.
Alokasi pengembangan tapak ekowisata gajah dapat dilakukan pada zona pemanfaatan, zona penyangga dan zona tradisional. .Adapun tipe akomodasi dapat
disesuaikan dengan zonasinya. Pada zona pemanfaatan dapat dibangun akomodasi semi permanen. Sedangkan pada zona penyangga dapat dibangun akomodasi bersifat permanen.
Pada zona tradisional dapat dibangun penginapan dalam bentuk non permanen seperti rumah tradisional ataupun rumah pohon.
Pengembangan infrastruktur dapat dilakukan pada zona rimba, zona pemanfaatan, zona penyangga dan zona tradisional. Tipe jalan di zona rimba dan zona tradisional berupa
jalan setapak tanpa pengerasan, sedangkan pada zona pemanfaatan, tipe jalan dapat dilakukan pengerasan namun tidak mengganggu penyerapan air tanah. Tipe jalan pada
zona penyangga dapat berupa jalan pengerasan dengan aspal. Pengembangan fasilitas dan pelayanan dapat dilakukan di zona pemanfaatan dan zona
penyangga. Kios makanan dan minuman ditempatkan pada zona penyangga dengan tujuan