57
1. Permodalan Capital
a. Faktor permodalan ditentukan oleh komponen-komponen berikut: kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM terhadap ketentuan yang berlaku Capital Adequacy Ratio CAR,
komposisi permodalan, proyeksi KPMM. Aset Produktif Yang Diklasifikasi APYD dibandingkan dengan modal, kemampuan memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan laba
ditahan, rencana permodalan yang mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan. Semakin kuat modal yang
dimiliki oleh bank maka akan membuat bank semakin mampu untuk mengembangkan usaha dan menampung risiko kerugian.
b. Dari komponen-komponen yang menentukan tingkat kekuatan dari faktor permodalan, maka yang memiliki bobot terbesar adalah komponen kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum KPMM terhadap ketentuan yang berlaku Capital Adequacy RatioCAR. Saat ini Bank Indonesia mewajibkan bank-bank untuk memiliki struktur perbandingan antara jumlah modal dengan aset
tertimbang perhitungan modal minimum sesuai Profil Risiko Bank seperti yang tercantum pada POJK No. 34POJK.032016.
c. Rasio KPMM Perseroan pada tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2016 dan 2015 berturut-turut adalah 24,58 dan 19,30 yang berarti jauh melampaui batas minimum yang ditentukan
oleh Bank Indonesia Dasar kebijakan untuk mempertahankan rasio yang cukup tinggi:
- Berdasarkan Surat Keputusan Dewan Komisaris No.001SK-KOM092016 tentang Prosedur Persetujuan dan Wewenang Komite Kredit Pusat. Perseroan menerapkan kebijakan untuk memelihara
Rasio Kecukupan Modal CAR dipelihara sekurang-kurangnya 1,50 satu koma lima puluh kali dari ketentuan Otoritas Jasa Keuangan Bank Indonesia yang berlaku.
- Manfaat yang diperoleh dengan mempertahankan rasio tersebut dibandingkan dengan pengelolaan penempatan aset Perseroan agar pendapatan yang diterima lebih meningkat.
Dengan Rasio CAR yang tinggi Perseroan memperoleh manfaat berupa: - Kemampuan menyerap risiko yang lebih besar sehingga tidak rentan terhadap perubahan kondisi
perekonomian, gejolak pasar dan risiko usaha lainnya. - Memiliki kesempatan yang lebih besar untuk merebut peluang usaha yang ada tanpa adanya hambatan
dari aspek permodalan. - Kepercayaan yang lebih besar dari nasabah, kreditur dan pasar uang sehingga dapat memperoleh dana
dengan suku bunga yang lebih baik.
2. Kualitas Aset Asset Quality
Faktor kualitas aset ditentukan oleh komponen-komponen berikut: Aset Produktif Yang Diklasifikasi APYD dibandingkan dengan total aset produktif, debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total
kredit, perkembangan aset produktif bermasalah non performing asset dibandingkan dengan aset produktif, tingkat kecukupan pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai CKPN, kecukupan kebijakan dan
prosedur aset produktif, sistem kaji ulang review internal terhadap aset produktif, dokumentasi aset produktif dan kinerja penanganan aset produktif bermasalah. Semakin baik kualitas aset yang dimiliki bank
akan meminimalisasi risiko yang harus dihadapi.
58
Perkembangan nilai rasio NPL Berikut tabel perkembangan NPL Perseroan sejak tahun 2015 hingga 31 Desember 2016 adalah sebagai berikut:
dalam Persentase
Keterangan 2016
2015
NPL Gross 3,89
4,48 NPL Net
2,37 3,93
Dari tahun ke tahun Perseroan berusaha menurunkan rasio NPL dan memperbaiki kualitas aktiva. Walau NPL gross masih cukup tinggi, namun Perseroan berhasil menyisihkan cadangan dalam jumlah yang mencukupi,
sehingga NPL nett senantiasa berada dibawah 5 sesuai ketentuan Bank Indonesia. Pada tahun 2016 NPL menurun menjadi 2,37 dan pada tahun 2015 NPL adalah sebesar 3,93. Kualitas kredit
debitur sedikit meningkat walaupun terdapat krisis makro ekonomi global yang memberikan dampak pada perekonomian Indonesia.
Upaya untuk menjaga agar NPL tetap sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia antara lain melalui: a.
Melakukan usaha untuk menerapkan sistem pengawasan dan deteksi dini dalam memonitor kredit, penagihan secara intensif terhadap kredit-kredit yang memiliki tunggakan, serta restrukturisasi dalam rangka
penyelamatan kredit. b.
Langkah lain yang bisa ditempuh oleh Perseroan adalah berupaya mencari penyelesaian kredit bermasalah melalui pengambilan agunan sehingga total kredit bermasalah dapat menurun.
c. Sebagai langkah terakhir apabila debitur benar-benar sudah tidak mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan kreditnya dan apabila diperlukan untuk menjaga nilai NPL, maka Perseroan dapat melakukan hapus buku terhadap kredit bermasalah.
Hal-hal yang menjadi fokus untuk memperbaiki NPL yaitu : Memperbaiki kualitas kredit yang diberikan sehingga NPL dijaga serendah mungkin. Rasio NPL net tahun 2016
sebesar 2,37 telah turun dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 3,93 dan Bank Victoria memiliki komitmen untuk menjaga rasio NPL net dibawah angka 1,3 ditahun 2017 dan terus menurun setiap tahunnya sesuai
dengan Rencana Bisnis Bank yang telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan OJK. Selain menurunkan rasio NPL, komponen aset yang menghasilkan profit juga ditingkatkan seperti pertumbuhan
kredit yang sehat sehingga profitabilitas Bank Victoria akan meningkat. 3.
Manajemen Risiko
Perseroan telah menerapkan Manajemen Risiko secara terpadu enterprise risk management untuk mengendalikan 8 jenis risiko yang menyertai kegiatan bisnis, melalui penerapan kerangka pengelolaan risiko yang
meliputi penempatan empat pilar pengelolaan risiko sesuai PBI No. 1125PBI2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum yang terdiri dari:
a.
Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi. b.
Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit. c.
Proses manajemen risiko dan sistem informasi manajemen risiko. d.
Sistem pengendalian intern. Perseroan senantiasa meningkatkan kemampuan pengelolaan risiko dan mengevaluasi kebijakan risiko sesuai
dengan peraturan baru yang berlaku maupun perubahan lingkungan bisnis yang terjadi.
59
Selama tahun 2016 Perseroan telah melakukan usaha perbaikan dan mitigasi terhadap potensi risiko-risiko yang bisa merugikan Perseroan baik di bidang risiko kredit, risiko pasar, risiko operasinal, risiko likuiditas, risiko hukum,
risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi yaitu sebagai berikut: a.
Risiko Kredit, di kelola dengan cara:
• Disesuaikan dengan Rencana Bisnis business plan Perseroan yang disusun secara realistis dan komprehensif.
• Menentukan tingkat risiko yang bersedia diambil, antara lain untuk sektor industri dan jenis kredit tertentu serta eksposur perorangan dan grup usaha, dengan tujuan mengurangi risiko konsetrasi kredit
yang mungkin timbul melalui penetapan limit yang dituangkan dalam Rencana Bisnis Perseroan. • Pengkinian secara berkala terhadap kebijakan, sistem dan prosedur mengenai penyediaan dana dan
melakukan pemisahan antara fungsi pemutus penyaluran kredit dengan fungsi penyelesaian kredit bermasalah.
• Tagihan yang jatuh tempo dan tagihan yang mengalami penurunan nilaiImpairment merupakan tagihan yang telah jatuh tempo lebih dari 90 sembilan puluh hari, baik atas pembayaran pokok
danatau pembayaran bunga dan tagihan yang mengalami penurunan nilai dimana terdapat bukti obyektif terjadinya peristiwa merugikan yang berdampak pada estimasi arus kas masa datang atas aset
keuangan atau kelompok aset keuangan yang dapat diestimasi secara andal.
• Pendekatan pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai CKPN individual dan kolektif, serta metode statistic yang digunakan dalam perhitungan CKPN.
• Menggunakan metode perhitungan pendekatan standar standardized approach sesuai dengan SEBI No. 136DPNP2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko ATMR.
• Kategori portofolio secara individual dan konsolidasi berdasarkan bobot risiko setelah memperhitungkan dampak mitigasi risiko kredit dan skala peringkat Perseroan secara konsolidasi.
• Menggunakan pendekatan standar yaitu setiap pemberian kredit harus disertai dengan jaminan.
b. Risiko Pasar, dikelola dengan cara:
• Mengembangkan proses manajemen risiko dalam rangka efektivitas fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko pasar melalui formulasi kebijakan dan limit, serta penerapan
pelaporan risiko bersama dengan Divisi SKAITerintegrasi Anti Fraud yang berperan dalam memberikan pendapat independen atas kecukupan dan efektivitas tata kelola risiko serta pengendalian
internal.
• Memproses perencanaan dan pengendalian sumber penggunaan dana perbankan yang terkoordinasi serta dijalankan secara konsekuen dengan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan perkembangan
faktor-faktor yang mempengaruhi operasi perbankan Assets Liabilities Management-ALMA.
• Pengelolaan portofolio trading book dan banking book serta metodologi valuasi yang dilakukan dengan memantau limit-limit yang telah ditetapkan, seperti antara lain limit cut loss dan stress test penurunan
harga surat berharga terhadap ketahanan modal. • Penetapan limit-limit kegiatan treasury untuk menjaga tingkat eksposur agar tetap sesuai dengan risk
appetite Perseroan dan stress test ketahanan modal terhadap pergerakan faktor pasar yang sangat signifikan dan mempersiapkan strategi yang diperlukan jika kondisi krisis tersebut terjadi.
• Risiko bunga mengikutsertakan portofolio dalam trading book yang dapat timbul dari transaksi surat berharga.
c.
Risiko Operasional, dikelola dengan cara:
Perseroan telah telah mengimplementasikan perangkat Manajemen Risiko Operasional ORM. ORM Tools yang dipergunakan untuk pelaksanakan ORM sebagai berikut:
• Risk Control Self Assessment RCSA RCSA merupakan sarana yang digunakan oleh unit kerja yang bersangkutan secara mandiri untuk
mengidentifikasi dan mengukur risiko operasional.
60
• Key Risk Indicator KRI KRI merupakan serangkaian parameter pengukuran kuntitatif untuk mengindikasikan tingkat risiko pada
suatu fungsiprosesbisnis. • Loss Event Database LED
LED merupakan saran yang digunakan untuk mengadministrasikan kejadian atau kerugian yang disebabkan oleh risiko operasional dan merupakan sumber utama yang digunakan untuk analisa data
kerugian dan pelaporannya.
Selain itu Perseroan memiliki Business Continuity Management BCM sebagai rencana dan strategi kontijensi untuk memastikan kelangsungan operasional Perseroan dalam menjalankan usaha dan
pelayanan nasabah apabila terjadi gangguan dan bencana alam yang diimplementasikan serta diuji coba secara berkala melalui Business Continuity Plan BCP.
d. Risiko Likuiditas, dikelola dengan cara:
• Perseroan menyusun dokumen dengan Contingency Funding Plan yang mencakup kebijakan, strategi, prosedur dan rencana tindak action plan untuk memastikan kemampuan Perseroan memperoleh
sumber pendanaan yang diperlukan secara tepat waktu dan dengan biaya wajar. • Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan manajemen likuiditas yang diterapkan diantaranya
melalui pengukuran yang digunakan oleh Perseroan dalam mengelola risiko likuiditas, seperti rasio- rasio likuiditas asebagai indicator peringatan dini eraly warning indicator.
• Melakukan pemantauan secara berkala terhadap stabilitas pendanaan inti core deposits melalui analisa terhadap volatilitasnya.
e. Risiko Hukum, dikelola dengan cara:
Untuk memitigasi risiko hukum tersebut Perseroan telah melakukan berbagai langkah atara lain: • Melakukan pengkajian atas dokumen-dokumen atau perjanjian-perjanjian guna mengamankan
kepentingan hukum Perseroan. • Membuat atau memperbaharui standar dokumenperjanjian agar sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan ketentuan yang berlaku. • Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan sumber daya manusia serta pengkajian atas perkara
litigasi yang telah terjadi. • Memberikan analisis maupun advis hukum dan mempersiapkan langkah-langkah hukum terhadap
permasalahan-permasalahan yang disampaikan oleh unit-unit terkait sehubungan dengan perjanjian yang sedang atau akan dijalankan.
f. Risiko Stratejik, dikelola dengan cara:
• Melakukan analisis atas lingkungan industri yang dapat mempengaruhi pendapatan dan keberlangsungan bisnis Perseroan, baik dari sisi makro maupun mikro ekonomi secara berkala untuk
semua lini bisnis. • Pemantauan atas realisasi atas rencana strategis Perseroan dilakukan minimal 1 satu bulan sekali
atau sewaktu waktu sesuai dengan kebutuhan sehingga memungkinkan Perseroan untuk merespon perubahan lingkungan bisnis dengan cepat sesuai perkembangan industri.
• Memiliki sistem pengendalian internal untuk manajemen risiko stratejik mencakup pengawasan secara berkala atas kinerja Perseroan yang berdampak pada pendapatan usaha dan budaya pengendalian
risiko stratejik yang melibatkan seluruh lini bisnis Perseroan.
61
•
•
• •
•
• •
• •
• •
•
g. Risiko Kepatuhan, dikelola dengan cara:
• Perseroan bersama dengan Divisi Kepatuhan UKPNTerintegrasi bertanggung jawab terhadap penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme APU dan PPT
di Perseroan. Dalam pelaksananannya untuk mendukung efektifitas kepatuhan Perseroan didukung oleh komite eksekutif yaitu komite Pemantau Pelaksanaan Good Corporate Governance.
• Perseroan mempunyai komitmen yang kuat untuk senantiasa mematuhi peraturan perundang- undangan yang berlaku dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki kelemahan apabila
terjadi. • Mendukung budaya kepatuhan, yaitu nilai, perilaku, dan tindakan yang mendukung kepatuhan
Perseroan atas hukum dan peraturan yang berlaku. h. Risiko Reputasi, dikelola dengan cara:
• Melakukan pemantauan terhadap setiap berita yang berkaitan dengan Perseroan di media massa.
• Optimalisasi fungsi unit customer complaint, merupakan salah satu usaha yang dilakukan Perseroan untuk meningkatkan pengelolaan risiko reputasi. Unit ini berfungsi untuk menerima dan menyelesaikan
keluhan dari nasabah Perseroan terkait dengan produk dan pelayanan Perseroan.
• Menerapkan kepada seluruh unit bisnis seperti front-line officer sebagai garda depan bagi Perseroan
dalam melayani kebutuhan nasabah dan memberikan informasi perbankan.
SEGMEN OPERASI DIKAITKAN DENGAN KONDISI KEUANGAN PERSEROAN Segmen operasi Perseroan dibagi ke dalam segmen konvensional dan segmen syariah. Penjelasan tiap-tiap
segmen diuraikan sebagai berikut: Segmen Konvensional
Segmen konvensional memiliki produk dan jasa berupa produk simpanan, produk pinjaman, dan jasa layanan: 1.
Produk Simpanan Produk simpanan merupakan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh Perseroan melaui berbagai
produk tabungan, giro, dan deposito. Pada tahun 2016, jumlah rekening dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun Perseroan masih didominasi oleh produk tabungan. Berdasarkan kinerjanya, jumlah rekening dana
pihak ketiga tersebut mengalami peningkatan sebesar 26,87 atau menjadi 83.615 unit rekening dari 65.905 unit rekening di 2015. Peningkatan tersebut khususnya disebabkan peningkatan jumlah rekening produk
tabungan sebesar 28,67 dari 47.128 unit rekening di 2015 menjadi 60.639 unit rekening di 2016. Selain itu peningkatan rekening dana pihak ketiga juga disebabkan oleh peningkatan jumlah rekening produk deposito
berjangka sebesar 25,06 dari 16.821 unit rekening di 2015 menjadi 21.036 unit rekening di 2016. Namun, pada produk giro terjadi penurunan jumlah rekening sebesar 0,82 atau sebanyak 16 unit rekening.
Meskipun dari banyaknya unit rekening produk giro mengalami penurunan, tapi dari jumlah dana mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dari sisi jumlah dana pihak ketiga, secara keseluruhan, kinerja jumlah
dana pihak ketiga juga mengalami peningkatan sebesar 13,69 atau menjadi Rp19,52 triliun dari Rp17,17 triliun di 2015. Jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun Perseroan masih didominasi oleh jumlah dana
produk deposito berjangka. Peningkatan dana produk deposito berjangka sebesar 11,64, peningkatan dana produk tabungan sebesar 43,49, dan peningkatan dana produk giro sebesar 10,05.
2. Produk Pinjaman