Pengetahuan Mengenai Ciri Tahu Berformalin

ditanyakan pertan yaan B5 tentang “mengapa formalin berbahaya” sebesar 44,1 menjawab salah. Sama halnya seperti pertanyaan B9 terkait “adakah akibat setelah mengkonsumsi tahu berformalin”, responden sebesar 85,3 menjawab benar. Namun saat ditanya pertanyaan B10 tentang “apa dampak dan gejala akibat mengkonsumsi tahu berformalin” sebanyak 47,1 salah menjawab. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan responden mengenai dampak formalin bagi kesehatan belum optimal. Berdasarkan dampak serius formalin terhadap kesehatan, maka penelitian ini berusaha untuk mengetahui bagaimana persentase pengetahuan responden terkait dampak kesehatan jika mengkonsumsi tahu formalin. Dampak kesehatan akibat mengkonsumsi makanan berformalin antara lain muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, bahkan kematian akibat kegagalan peredaran darah Cahanar et al, 2006. Formalin juga diketahui sebagai zat beracun, karsinogen penyebab kanker, mutagen penyebab perubahan sel, jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Pada wanita konsumsi makanan mengandung formalin dapat menyebabkan gangguan mentruasi dan infertilitas kemandulan Sari, 2008. Diketahui bahwa pengetahuan responden mengenai dampak formalin bagi kesehatan belum optimal. Hal ini mungkin karena tingkatan dalam pengetahuan belum dipenuhi. Menurut Notoatmodjo 2010 ada beberapa tingkatan dalam pengetahuan yang nantinya mempengaruhi terbentuknya tindakanperilaku. Tingkatan pertama yakni tahu know yakni mengingat memori yang sebelumnya telah diamati. Kemudian yang kedua yakni memahami comprehension. Memahami suatu objek bukan sekedar tahu objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar objek yang diketahui tersebut. Responden dalam penelitian ini belum sampai pada tahap memahami comprehension, yakni mereka belum mampu menjelaskan mengapa formalin itu berbahaya dan apa akibatnya Berdasarkan penelitian Heryani, dkk 2011, diketahui bahwa paparan formalin menyebabkan penurunan sel spermatogenik pada mencit. Selain itu pemberian formalin peroral dosis bertingkat selama 12 minggu menyebabkan terjadinya histopatologis gaster tikus wistar, perubahan yang terlihat berupa deskuamasi epitel, erosi epitel dan ulseri epitel Katerina, 2012. Kemudian, penggunaan jangka panjang formalin pada manusia juga dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan Sartono, 2001. Selain itu seseorang mungkin hanya mampu bertahan 48 jam setelah mengkonsumsi dosis fatal formalin yakni 60-90ml Anwar dan Khomsah, 2008. Mengingat dampaknya yang tidak langsung terlihat tersebut, sehingga sebagian responden menganggap bahwa dampak dari mengkonsumsi tahu berformalin tidak perlu dikhawatirkan, hal tersebut juga terlihat dari mimik responden saat diwawancara. Sehingga sebagian dari responden mengaku tidak masalah jika tahunya ada yang mengandung formalin. Pentingnya peningkatan pengetahuan terkait dampak kesehatan akibat mengkonsumsi tahu berformalin, agar para penjual tahu mengetahui dan sadar bahwa formalin merupakan zat berbahaya yang dapat merugikan pengkonsumsinya dalam jangka panjang. Menurut Fitriani 2011, penyuluhan kesehatan yang berisi promosi dan pendidikan kesehatan sangat berperan dalam peningkatan pengetahuan mengenai dampak akibat formalin tersebut. Penggunaan media seperti video perjalanan dari pemaparan awal formalin hingga terjadinya penyakit serta target organ dari formalin dapat membantu menjelaskan betapa bahayanya formalin pada makanan jika terus dikonsumsi. Hal penting lain yang dapat membantu untuk mencegah peredaran makanan berformalin selain peningkatan pengetahuan dan kesadaran adalah penyediaan tools atau alat untuk mendeteksi formalin dengan harga yang murah, sehingga para penjual tahu dapat dengan mudah mengecek apakah tahu yang akan dijualnya mengandung formalin.

6.4. Sikap Penjual Tahu Terhadap Informasi Bahaya Formalin

Sikap merupakan variabel yang perlu diamati karena sikap dapat menjadi dasar untuk terbentuknya perilaku. Berdasarkan skala lickert penilaian pendapat sikap terbagi menjadi 5 kategori yakni: sangat setuju; setuju; ragu-ragu; tidak setuju; dan sangat tidak setuju Sugiyono, 2009. Pada kuesioner ini sikap diukur menggunakan skala lickert dengan gradasi pertanyaan dari yang sangat positif menuju ke yang sangat negatif. Sikap positif artinya perilaku baik yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan sikap negatif adalah sikap yang tidak seseuai dengan nilai dan norma-norma kehidupan yang berlaku dalam masyarakt atau bahkan bertentangan Purwanto, 1998. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang cenderung memiliki sikap positif sebanyak 64,7, sedangkan yang memiliki sikap