Gambaran Perilaku Penjual Tahu

Diagram 5.4. Distribusi Asal Tahu yang Dijual Penjual Tahu di Pasar Daerah Semanan Tahun 2015 Berdasarkan diagram 5.4 terlihat bahwa tahu yang dijual oleh penjual tahu di Pasar Daerah Semanan berasal dari supplier yakni sebesar 91,2. Sedangkan yang membuat sendiri hanya 8,8.

5.2.5.1.3. Kategori Daerah Supplier

Berikut distribusi kategori daerah supplier tahu yang mensuplai tahu kepada para penjual tahu di Pasar Daerah Semanan yang menjadi responden dalam penelitian ini : Diagram 5.5. Distribusi Kategori Daerah Supplier Yang Mensuplai Tahu Kepada Para Penjual Tahu di Pasar Daerah Semanan Tahun 2015 Kopti Semanan: Kompleks Pembuat Tahu Tempe Indonesia daerah Semanan 8,8 91,2 Buat Sendiri Dari Supplier 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 A sal Tah u Persentase 45,2 54,8 Kopti Semanan Tangerang 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 D ae rah Persentase Berdasarkan diagram 5.5. terlihat bahwa kategori daerah supplier yang mensuplai tahu kepada para penjual tahu di Pasar Daerah Semanan kebanyakan berasal dari daerah Tangerang yakni sebesar 54,8.

5.2.5.1.4. Daya Tahan Tahu

Berikut distribusi pengakuan penjual tahu tentang daya tahan tahu yang mereka jual di Pasar Daerah Semanan yang menjadi responden dalam penelitian ini : Diagram 5.6. Distribusi Pengakuan Penjual Tahu Tentang Daya Tahan Tahu yang Dijualnya di Pasar Daerah Semanan Tahun 2015 Berdasarkan diagram 5.6 terlihat bahwa pengakuan penjual tahu tentang daya tahan tahu yang dijualnya di Pasar Daerah Semanan hanya 1-2 hari, yakni sebanyak 91,2.

5.2.5.1.5. Perlakuan Jika Tahu Bersisa

Berikut distribusi perlakuan penjual tahu jika tahu bersisa di Pasar Daerah Semanan yang menjadi responden dalam penelitian ini. 91,2 8,8 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 1-2 hari Lebih dari 2 hari Persentase D ay a Tah an Diagram 5.7. Distribusi Perlakuan Penjual Tahu Jika Tahu Bersisa di Pasar Daerah Semanan Tahun 2015 Berdasarkan diagram 5.7. terlihat bahwa perlakuan penjual tahu jika tahu bersisa di Pasar Daerah Semanan yakni di buang sebanyak 38,2. Namun paling banyak menjawab lainnya seperti : di olah kembali atau diberikan ke tetanggawarteg yakni sebesar 44,1.

5.2.5.1.6. Teman yang Mengajak Berjualan Tahu

Berikut distribusi pengakuan penjual tahu terkait faktor teman yang mengajak berjualan tahu di Pasar Daerah Semanan yang menjadi responden dalam penelitian ini: 14,7 38,2 44,1 2,9 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 Dikembalikan ke supplier Dibuang Lainnya Tidak Pernah Bersisa Persentase Per laku an Tabel 5.13. Distribusi Pengakuan Penjual Tahu Terkait Faktor Teman yang Mengajak Berjualan Tahu di Pasar Daerah Semanan Tahun 2015 Faktor Teman yang Mengajak Berjualan Jumlah Persentase Ya 12 35,3 Tidak 22 64,7 Total 34 100 Berdasarkan Tabel 5.13. terlihat bahwa 64,7 penjual tahu mengaku bahwa mereka menjual tahu tidak diajak oleh teman yang mengajak mereka menjual tahu. Sedangkan 35,3 penjual tahu, berjualan tahu karena diajak teman.

5.2.5.1.7. Perilaku Penjual Tahu Jika Sebenarnya Telah Mengetahui

Tahu Tersebut Berformalin Berikut distribusi perilaku menjual tahu jika telah mengetahui tahu tersebut berformalin di Pasar Daerah Semanan yang menjadi responden dalam penelitian ini: Tabel. 5.14. Distribusi Perilaku Penjual Tahu Jika Telah Mengetahui Tahu Tersebut Berformalin di Pasar Daerah Semanan Tahun 2015 Jika Tahu Ini Berformalin Apa Akan Tetap Dijual Jumlah Persentase Ya 8 23,5 Tidak 26 76,5 Total 34 100 Berdasarkan Tabel 5.14. terlihat bahwa perilaku penjual tahu di Pasar Daerah Semanan, jika seandainya mereka telah mengetahui tahu tersebut berfomalin maka tidak akan dijual sebanyak 26 responden 76,5. 90 BAB VI PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat keterbatasan penelitian yaitu: 1. Penelitian ini hanya mengidentifikasi kandungan formalin pada tahu secara kualitatif, yaitu hanya menjelaskan ada tidaknya kandungan formalin pada tahu. Uji kuantitatif untuk mengidentifikasi kadar formalin yang terdapat dalam tahu tidak dilakukan karena biaya yang dibutuhkan untuk menguji kadar formalin cukup besar sehingga peneliti hanya sampai pada uji kualitatif saja. 2. Karena luasnya cakupan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku, maka pada penelitian ini hanya menganalisis faktor perilaku yang berkaitan dengan pengetahuan dan sikap terkait perilaku penjualan tahu berformalin. 3. Peneliti tidak dapat mengetahui sedalam apa kejujuran jawaban dari responden, peneliti hanya mengamati mimik responden untuk mengetahui kejujuran responden saat melakukan wawancara. 4. Desain studi cross sectional deskriptif hanya memberikan informasi karakteristik dari variabel tanpa melihat hubungan antara variabel. 5. Penelitian ini hanya bertujuan mengetahui penjual tahu berformalin tidak sampai mengetahui produsen yang mensuplai tahu. Sehingga tidak dapat menggali lebih dalam siapakah sebenarnya produsen yang menggunakan formalin.

6.2. Temuan Formalin Pada Tahu

Kini marak beredar tahu berformalin di pasaran. Sifat tahu yang lembut mudah mengalami kerusakan, menyebabkan beberapa oknum tidak bertanggung jawab menambahkan formalin pada tahu dengan tujuan agar tahu dapat bertahan lama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 34 sampel tahu 46,6 dari 73 sampel yang berasal dari 34 penjual tahu di Pasar Daerah Semanan mengandung formalin. Pada tahun 2006, BPOM juga telah menemukan sebanyak 33,45 tahu berformalin di beberapa pasar kota besar di Indonesia, sedangkan di Jakarta sebanyak 77,85 BPOM, 2006. Dengan ditemukannya tahu berformalin hingga saat ini menunjukkan bahwa masih terjadi masalah keamanan pangan nasional. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari ketiga jenis tahu tahu putih, tahu kuning, tahu coklat, tahu putih merupakan jenis tahu yang paling banyak mengandung formalin, yakni sebesar 50-nya dari total sampel yang mengandung formalin. Penelitian Tjiptaningdyah 2010 di Pasar Sidoarjo juga menunjukkan hasil yang serupa yakni sebanyak 62,85 tahu putih di pasar tradisional mengandung formalin dan di pasar modern mencapai 77,77. Kecenderungan tahu putih yang paling banyak mengandung formalin disebabkan karena tahu putih lebih cenderung berukuran lebih besar, lebih lembut, lebih rentan hancur dan tidak diberi pengawet seperti kunyit atau digoreng terlebih dahulu Saragih dan Sarwono, 2003. Sehingga tahu putih lebih mudah rusak dibanding tahu lainnya. Hal tersebut yang mungkin menyebabkan beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab menggunakan formalin pada tahu putih untuk meningkatkan daya tahan tahu tersebut. Padahal penggunaan formalin dalam makanan sebenarnya telah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 1982. Adapun peraturan yang melarang tentang hal tersebut yakni Permenkes RI No. 722MenkesPer88 tentang bahan tambahan makanan. Formalin merupakan zat pengawet yang dilarang penggunaannya pada makanan. Akan tetapi formalin banyak disalahgunakan sebagai pengawet makanan seperti ikan, tahu, mie basah, daging ayam, maupun kikil Anwar dan Khomsah, 2009. Menurut Saparinto dan Hidayati 2006 harga formalin relatif lebih murah dibanding pengawet lain sehingga sering disalahgunakan sebagai pengawet makanan. Dengan murahnya harga formalin dan karena sifatnya yang dapat mengawetkan, maka formalin disalahgunakan oleh beberapa pihak untuk mengawetkan makanan seperti tahu. Larangan penggunaan formalin dikarenakan formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Efek akut dapat terjadi jika mengkonsumsi makanan berformalin mulai dari dosis 15 mgkghari. Efek aku tersebut seperti mual-mual, muntah, diare bercampur darah Cahanar et al, 2006. Selain itu, formalin juga dapat menimbulkan dampak akumulatif. Dampak akumulatif salah satunya kerusakan fungsi ginjal dapat terlihat dalam kurun waktu 30 tahun jika mengkonsumsi tahu berformalin hal ini didasarkan dengan adanya reference dose RfD sebesar 0,2mgkghari yang dikeluarkan oleh EPA 1991. Sedangkan dosis fatal formalin yang dapat menyebabkan kematian adalah 60-90 ml Sartono, 2001. Larangan penggunaan formalin pada makanan juga didasarkan karena formalin menyebabkan makanan menjadi tidak baik dan dapat menimbulkan banyak mudharat bagi kesehatan manusia. Dalam ajaran islam juga telah dijelaskan dalam Al- Qur’an pada surat Al-Baqarah: 168 yang artinya : “…Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu …”Depatemen Agama RI, 2006. Tahu sebenarnya tergolong makanan yang halal karena terbuat dari unsur kedelai dan tidak memiliki kandungan babi, darah, maupun bangkai. Tahu juga tergolong makanan yang baik karena bergizi dan sehat. Namun jika tahu mengandung formalin maka tahu tergolong dalam makanan yang tidak baik dan berbahaya karena ada beberapa mudharat dampak kesehatan yang dapat ditimbulkan jika mengkonsumsinya. Namun dengan masih ditemukannya tahu berformalin di dalam penelitian ini, hal tersebut menunjukkan bahwa pengawasan keamanan pangan terkait formalin belum optimal. Menurut Hartati 2007 pengawasan pemerintah merupakan faktor penguat yang dapat menentukan terjadinya