Syarat dan Kriteria Alat Peraga

melakukan kesalahan pada saat menyusun pink tower dari bawah ke atas maka bentuknya tidak teratur. Ciri-ciri yang keempat yaitu kemandirian auto education. Alat peraga Montessori dibuat juga dengan memperhatikan kemandirian yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri dalam menggunakan alat tersebut. Alat peraga disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak yang membuat siswa tidak kesulitan untuk membawa dan menggunakannya. Ciri-ciri yang kelima yaitu kontekstual. Montessori mengisi kelas dengan bahan-bahan pembelajaran yang dekat dengan lingkungan siswa. Menurut Lillard 2005:32 proses belajar seharusnya disesuaikan dengan konteks yang ada. Konteks berarti pola hubungan dalam lingkungan langsung seseorang Johnson, 2010:34. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang lingkungan sekitar Hainstock, 1997:83. Menanggapi ciri-ciri alat peraga Montessori, peneliti mengembangkan alat peraga dengan mengacu pada ciri-ciri alat peraga yang telah dipaparkan. Pertama, alat peraga yang dikembangkan memiliki ciri menarik yang dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar. Kedua bergradasi, yang melibatkan berbagai indera antara lain indera peraba dan indera penglihatan. Ketiga memiliki ciri pengendali kesalahan, sehingga anak tahu ketika melakukan kesalahan saat menggunakan alat peraga tersebut tanpa ada koreksi dari guru. Keempat memiliki ciri kemandirian, anak dapat menggunakan alat peraga ini tanpa didampingi oleh guru dan bahkan anak bisa mengembangkan materi yang dipelajari tanpa adanya batasan dari guru. Kemudian ciri yang terakhir yaitu kontekstual. Ciri kontekstual yang dimaksud yaitu dalam pembuatan alat peraga papan perkalian, menggunakan bahan-bahan yang mudah didapatkan.

5. Pembelajaran Matematika

a. Hakikat Matematika

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusiaā€¯ BSNP, 2006:147. Matematika mempelajari ilmu tentang pola dan urutan Mathematical Sciences Education Board dalam Walle, 2008:12. Menurut soedjadi dalam Heruman, 2008:1 Matematika memiliki objek abstrak yang bertumpu pada kesepakatan dan pola pikir yang deduktif. Objek abstrak tersebut merupakan kesulitan yang harus dihadapi oleh siswa dalam mempelajari Matematika Marti dalam Sundayana, 2014:3. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa Matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang pola dan urutan dengan objek abstrak yang bertumpu pada kesepakatan dan pola pikir yang deduktif.

b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Heruman 2008:2-3 memaparkan ada tiga langkah pembelajaran matematika yaitu, penanaman konsep dasar, pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan. Langkah pertama yaitu penanaman konsep, kegiatan ini ditandai dengan mengajarkan konsep baru matematika yang belum pernah dipelajari oleh siswa. Penanaman konsep merupakan jalan yang harus dilalui untuk menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru yang abstrak.