Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN
Pakar lain yang sejalan dengan Piaget adalah Rousseau dalam Ahmadi 2005:32 yang mengatakan bahwa anak usia 2 hingga 12 tahun adalah masa pendidikan
yang menekankan aktivitas jasmani dan panca indera. Aktivitas fisik yang memanfaatkan panca indera membuat siswa mampu meningkatkan dan
memperdalam pemahamannya Holt, 2008:250. Oleh sebab itu, siswa sekolah dasar membutuhkan alat bantu berupa media dan alat peraga untuk memperjelas
materi yang disampaikan agar dapat dengan mudah dipahami Heruman, 2008:1- 2.
Pengalaman observasi oleh peneliti saat program pengakraban lingkungan PROBALING 1 dan 2 serta program pengalaman lapangan PPL, menemukan
bahwa ketersediaan alat peraga di beberapa Sekolah Dasar di Yogyakarta masih sangat rendah. Beberapa Sekolah bahkan tidak ada alat peraga, sedangkan di
sekolah lain alat peraga masih terbungkus dengan rapi. Alat peraga yang ada mayoritas tidak bersangkutan dengan mata pelajaran matematika. Hasil
wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 21 Juli dan 3 Agustus 2014 yang ditujukan kepada guru kelas III menunjukkan bahwa ketersediaan alat peraga
matematika sangat kurang. Beberapa guru yang diwawancarai oleh peneliti mengatakan bahwa akan sangat terbantu jika nantinya ada pengadaan alat peraga
matematika untuk membantu pemahaman siswa. Oleh sebab itu, pengadaan alat peraga sangat diperlukan sekolah untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.
Selain kebutuhan alat peraga yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, peneliti juga menemukan kesulitan belajar siswa saat kegiatan
wawancara berlangsung. Beberapa guru menyebutkan salah satu kesulitan belajar
yang dialami siswa yaitu pada materi perkalian. Sekitar 30 siswa kesulitan dalam menghafalkan dan memahami konsep perkalian. Perkalian termasuk materi
yang sulit untuk dipahami. Jika dilihat, masih banyak siswa kelas atas yang belum menguasai materi perkalian, sehingga kesulitan untuk mempelajari materi yang
lebih kompleks Heruman, 2008:22. Menurut Soesilowati 2011:17 aplikasi pembelajaran matematika yang semakin meluas dan mendalam di jenjang
berikutnya membutuhkan kemampuan dasar perkalian. Oleh sebab itu, akan berdampak buruk jika siswa tidak memiliki kemampuan dasar perkalian.
Beberapa upaya telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya untuk mengatasi persoalan di atas. Penelitian yang dilakukan oleh Latifa 2013
mengatakan bahwa penggunaan alat peraga meteran dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi perkalian. Penelitian lain
mengatakan bahwa penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika pada materi perkalian dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kuslinda, Halidjah,
Margiati, 2013. Penelitian selanjutnya mengatakan bahwa penggunaan kartu posinega dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan perkalian
dan pembagian bilangan bulat Setiawan, Akina, Sudarman, 2014. Ketiga penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perkalian. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan alat peraga antara
lain soal keamanan alat peraga yang dipakai oleh siswa dan dapat memberikan dampak yang baik bagi siswa dalam proses belajarnya. Salah satu metode yang
menjelaskan secara detail dalam perumusannya adalah Metode Montessori.
Montessori dalam Gutek, 2013:240 mengatakan bahwa pembelajaran matematika dengan alat peraga sebaiknya mengandung nilai keindahan menarik,
unsur gradasi, nilai pengendali kesalahan auto correction, dan nilai kemandirian auto education. Alat peraga yang dirancang dengan menggunakan keempat ciri
yang dipaparkan Montessori, diharapkan mampu memaksimalkan fungsi panca indera siswa.
Menurut Montessori, jika alat peraga disiapkan untuk proses pembelajaran berarti bahwa lingkungan telah dipersiapkan untuk mencapai kemandirian siswa
Gutek, 2013:76. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran matematika diperlukan alat peraga yang kontekstual dengan kehidupan sehari-
hari siswa Rohiat, 2010:66. Berbicara mengenai alat peraga Montessori yang secara umum sudah
dipaparkan, tidak diragukan lagi bahwa alat tersebut sudah disiapkan secara matang untuk membantu siswa memahami materi pelajaran. Hambatan yang
cukup besar dalam pengadaan alat peraga Montessori adalah soal harga yang relatif mahal. Dilihat dalam implementasi di sekolah-sekolah yang menggunakan
metode Montessori, biaya operasional sekolah sangat mahal dan hanya orang- orang tertentu saja yang menyekolahkan anaknya di sekolah Montessori. Biaya
yang sangat mahal disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah alat peraga yang mahal. Jika dilihat dari harganya, satu set alat peraga untuk
materi perkalian checker board senilai Rp 4.212.300 . Melihat latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti terdorong untuk
mengembangkan alat peraga materi perkalian yang cenderung murah dan dibuat
dengan bahan yang mudah didapatkan. Meskipun pengembangan alat peraga ini disesuaikan dengan harga yang murah, peneliti tetap memperhatikan keempat ciri
alat peraga berbasis metode Montessori yaitu menarik, bergradasi, auto correction, auto education
. Selain itu, peneliti menambahkan satu ciri lagi yaitu kontekstual karena bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan alat peraga
terbuat dari bahan-bahan yang mudah didapatkan. Peneliti berharap, alat peraga ini dapat membantu kesulitan belajar siswa seperti yang telah dipaparkan.
Proses pengembangan alat peraga matematika berbasis metode Montessori ini dilakukan selama penelitian, dengan subyek tujuh siswa kelas III SD BOPKRI
Gondolayu Yogyakarta sebagai sampel penelitian. Pemilihan sekolah tersebut didasarkan pada kebutuhan alat peraga yang diperlukan oleh sekolah maupun guru
kelas. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 20142015 yang terfokus pada mata pelajaran matematika materi perkalian susun pendek.
Produk yang dihasilkan adalah prototype yang diujicobakan secara terbatas kepada subyek penelitian.