Pencemaran Merkuri dari Kegiatan PETI

adalah berasal dari pengolahan emas secara amalgamasi yang menghasilkan buangan berupa tailing. Dari hasil proses tersebut sebagian Hg akan membentuk amalgam dengan logam lain, seperti Au, Ag dan Pt; dan sebagian Hg akan hilang dalam proses pengolahan emas tersebut. Pada tahun 2003, diketahui penggunaan merkuri dari kegiatan PETI sebesar ± 16,2 ton perbulan Senny Sunanisari, 2008. Diperkirakan 4,8 ton larutan merkuri dibuang ke Sungai Cikaniki oleh PETI setiap tahunnya Anonim, 2009; Yoyok Sudarso dkk, 2009. Sungai Cikaniki, Sub DAS Cisadane yang merupakan sungai yang alirannya melewati lokasi pertambangan telah tercemar logam merkuri Hg cukup berat, bila dibandingkan batas maksimum Baku Mutu Air dalam PP No. 20 Tahun 1995. Pencemaran oleh merkuri tersebut berasal dari kegiatan pertambangan emas tanpa izin di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Margaret Bunga A. S., 2010. Sama halnya dengan Sungai Cikaniki, Status kontaminasi logam merkuri pada air Sungai Cisadane relatif tinggi hingga mencapai 3,33 ppb Anonim, 2000 Yoyok Sudarso dkk, 2009. Selain itu, kegiatan PETI tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa sedimen aktif di lokasi PETI didaerah Pongkor, yaitu di Pasir Jawa, Ciguha, Cikoret dan beberapa lokasi pengolahan emas, yaitu di Sungai Cipanas, Cikawung dan Cimarinten, telah mengalami .pencemaran Hg sebesar 10,5-241,6 ppm. Selanjutnya, pada Sungai Cikaniki yang merupakan hilir, dimana semua sungai bermuara, konsentrasi Hg berkisar antara 6-18,5 ppm Juliawan, 2006; Widowati et al., 2008. Selain itu, dari hasil penelitian diketahui kandungan Hg pada beras dari sawah, dimana menggunakan air limbah penambangan emas tradisional sebagai sistem irigasinya di Nunggul Pongkor mencapai 0,45 ppm dan di Kalongliud Pongkor mencapai 0,25 ppm Sutono, 2002; Widowati et al., 2008.

2.2.4. Paparan Merkuri terhadap Pekerja PETI

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, seluruh rangkaian kegiatan pengolahan emas dilakukan pekerja tanpa menggunakan APD Alat Pelinding Diri. Sedangkan para pekerja mempunyai risiko untuk terpapar merkuri baik melalui kontak langsung, yaitu pada tahap pencampuran merkuri baik yang digunakan untuk amalgamator, maupun yang digunakan untuk proses pemerasan amalgam. Pada tahap pemerasan juga terjadi kontak langsung antara pekerja dengan merkuri. Dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa pekerja tidak menggunakan sarung tangan pada tahap tersebut. Selanjutnya, paparan juga dapat terjadi pada proses penggarangan atau pembakaran, dimana uap merkuri hasil pembakaran dapat terhirup langsung oleh para pekerja, mengingat pekerja tersebut tidak menggunakan masker pada saat melakukan proses pembakaran. Tabel 2.4. Alur Kontaminasi Merkuri ke Tubuh Penambang Jalan Masuk Mekanisme Melalui inhalasi Terhirup melalui hidung kemudian menembus alveoli dengan cara terdisfusi dan masuk ke dalam peredaran darah Melalui kulit Senyawa merkuri bersifat lipofilik, karena kulit mengandung kelenjar sebasea yang dapat melepaskan asam lemak maka merkuri akan diabsorpsi ke dalam kulit. Setelah itu, masuk melalui kapiler darah dibawah kulit dan didistribusikan ke seluruh tubuh Sumber: Hartono 2003

2.2.5. Paradigma Pajanan Merkuri terhadap Pekerja PETI

Mekanisme keberadaan merkuri hingga dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan manusia dapat ditinjau dari paradigma kesehatan lingkungan. Paradigma tersebut menjelaskan hubungan interaksi antara komponen lingkungan yang berpotensi menimbulkan penyakit terhadap manusia. Hal ini dapat digambarkan dalam teori simpul, yang terbagi atas lima simpul, yaitu: sumber penyakit, media transmisi penyakit,perilaku pemajanan, kejadian penyakit dan variabel supra sistem Achmadi, 2011. Pada simpul satu, yaitu sumber penyakit merupakan titik yang mengeluarkan agent penyakit. Dalam hal ini diketahui agent penyakit berupa merkuri atau air raksa

Dokumen yang terkait

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Merkuri Dalam Rambut Masyarakat Sekitar Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor

4 43 140

Keracunan Merkuri (Hg) pada Unggas

0 6 64

Analisis residu merkuri (Hg) pada ikan mas (Cyprinus carpio) berdasarkan jarak pusat pencemaran di desa Cisarua, kecamatan Naggung, kabupaten Bogor

0 10 59

Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas di Gunung Pongkor (Studi Kasus : Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor )

11 48 219

Pola Kesempatan Kerja di Daerah Pertambangan Emas Gunung Pongkor ( Studi Kasus : Desa Bantar Karet, Desa Cisarua, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor )

0 4 10

Analisis buangan berbahaya pertambangan emas di Gunung Pongkor (Studi kasus : Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

0 29 429

Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)

0 11 100

Dampak Industri Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Gurandil (Kasus Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

1 7 89

Studi Pencemaran Logam Berat (Pb, Cd, Cu, Fe, dan Hg) pada Daun Singkong di Daerah Pengolahan Emas Tanpa Izin, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor

0 6 80

Peranan Pemerintah Kabupaten Dalam Penertiban Penambangan Emas Tanpa Izin (Studi : penambangan Emas Tanpa Izin Di Nagari Lubuk Gadang Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan).

0 0 6