Faktor prilaku Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Merkuri 1. Faktor internal

Selanjutnya, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh R. Kowalski dan J. Wierciński 2006 yang berjudul Determination of Total Mercury Concentration in Hair of Lubartów-Area Citizens Lublin Region, Poland, diketahui bahwa konsentrasi merkuri dari rambut masyarakat tersebut menegaskan adanya pengaruh frekuensi konsumsi ikan dengan konsentrasi merkuri. Tingginya konsentrasi merkuri ditemukan pada rambut individu yang banyak mengkonsumsi ikan. Hal tersebut dilandasi dengan teori yang menyatakan bahwa merkuri merupakan logam berat yang tidak dapat didegradasi sehingga dapat menimbulkan bioakumulasi pada mahluk hidup yang salah satunya adalah ikan. Dalam perairan dan sedimen, merkuri dabat berubah menjadi bentuk organik, yaitu metilmerkuri CH 3 Hg karena adanya aktivitas bakteri. Bentuk senyawa metilmerkuri CH 3 Hg dapat dengan mudah berdifusi dan berikatan dengan protein biota akuatik. Hal tersebut termasuk pada protein jaringan otot ikan Bureau of Nutritional Sciences, Food Directorate, Health Products and Food Branch Canada, 2007; Athena dan Inswiasri, 2009. Diketahui pula ion metil merkuri yang telah termakan akan larut dalam lipida dan ditimbun dalam jaringan lemak pada ikan. Metil merkuri dapat ditimbun dalam jaringan lemak pada ikan sampai kadar 3000 kali dari kadar yang ada di air, namun ikan tersebut tidak menunjukkan gangguan merkuri atau menderita sakit Polii dan Sonya, 2002. Sehingga apabila manusia mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi oleh merkuri maka dapat terjadi peningkatan risiko untuk terjadinya keracunan merkuri. Tidak sejalannya hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya dan teori yang ada, karena dimungkinkan terjadinya bias pada saat wawancara terkait konsumsi ikan kepada responden. Hal ini dikarenakan keterbatasan responden dalam mengingat konsumsi ikan rata-rata dalam seminggu. Kemudian, berat ikan pun tidak diukur secara rinci, melainkan hanya berdasarkan asumsi dengan membandingkan terhadap food model. Hal ini didasari dengan pernyataan Jansen S. 2005 bahwa mengonsumsi ikan dalam jumlah yang banyak, terutama ikan yang memiliki umur panjang dan berukuran besar, memiliki kadar merkuri sebesar 400 mikrogram per kg sel darah. Hal ini juga sejalan dengan Athena dan Inswiasri 2009, yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kadar merkuri yang terkandung dalam ikan, adalah umur ikan tersebut. Kandungan merkuri akan meningkat sesuai dengan umur ikan. Hal tersebut berarti ikan-ikan yang berukuran besar sebagai ujung dari rantai makanan memiliki konsentrasi merkuri yang paling tinggi. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa jalur masuk merkuri dapat terjadi melalui faktor lainnya selain dari pangan, yaitu dapat berasal dari udara. Pada umumnya, para penambang terpapar merkuri salah satunya melalui inhalasi, yaitu dengan menghirup uap merkuri pada saat proses pengolahan emas. Pada paparan melalui inhalasi dengan saluran pernapasan sebagai jalur utamanya merupakan cara penyerapan merkuri dalam bentuk unsur di tubuh dengan persentasi akumulasi yang tinggi, yaitu sekitar 80 Berlin, 1979; Alfian, 2006; Maywati, 2011. Besarnya risiko akibat terpapar merkuri yang salah satunya dapat berasal dari paparan uap tersebut dapat dipengaruhi oleh lamanya paparan yang terjadi pada saat proses pengolahan emas. Sehingga, diduga adanya keterkaitan dengan faktor pekerjaan, yakni masa dan jam kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestarisa pada pekerja PETI di Kecamatan Kurun tahun 2010, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara jam kerja terhadap keracunan merkuri. Dinyatakan pula bahwa pekerja dengan jam kerja 8 jam dalam sehari berisiko tinggi mengalami keracunan merkuri dibandingkan dengan pekerja dengan jam kerja ≤ 8 jamhari. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwasanya merkuri merupakan logam berat yang tidak dapat didegradasi sehingga dapat menimbulkan bioakumulasi pada mahluk hidup yang salah satunya adalah ikan. Sehingga, pencegahan yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan tidak membuang limbah hasil pengolahan ke lingkungan sekitar sekitar secara langsung, dengan membuat penampungan tailing dan melakukan fitoremediasi. Fitoremediasi adalah pengolahan bahan pencemar dengan menggunakan tanaman. Tanaman yang dapat digunakan seperti Stelaria setacea Widowati et.al., 2008. Selain itu, dapat menggunakan eceng gondok untuk air limbah yang terkontaminasi merkuri Siswoyo, 2011. Hal ini bertujuan agar tidak terjadinya pesebaran kontaminasi merkuri di lingkungan sekitar, khususnya pada sungai sehingga tidak mengontaminasi biota air, khususnya ikan. 100 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Gambaran keracunan merkuri pada pekerja PETI di Desa Cisarua tahun 2013 adalah terdapat 24 orang 60 yang mengalami keracunan merkuri. 2. Gambaran tingkat pendidikan pekerja PETI di Desa Cisarua tahun 2013 adalah rata-rata memiliki pendidikan terakhir lulus SD. Kemudian, rata-rata pekerja berumur 34,05 tahun, status gizi normal, masa kerja 8,70 tahun; dan jam kerja 8,30 jam. Pekerja yang tidak memiliki aktivitas kontak langsung sebesar 26 orang 65; dan rata-rata konsumsi ikan pada pekerja adalah sebesar 466 gram. Selanjutnya, gambaran gangguan kesehatan pada pekerja diantaranya adalah tremor, sering kesemutan, otot wajah kaku, letih, pegal, nyeri di dada, gatal-gatal, iritasi mata, sakit pada pinggang dan tangan, sakit kepala, rasa logam pada mulut, otot terasa sakit dan kejang, kulit telapak tangan dan kaki menebal, pusing, darah tinggi, flu, batuk, serta magh. 3. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara umur dengan keracunan merkuri p value = 0,09. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara status gizi dengan keracunan merkuri p value = 0,325. Risiko keracunan merkuri lebih besar terjadi pada pekerja PETI yang memiliki masa kerja lebih lama dibandingkan dengan yang tidak lama p value = 0,0005. Risiko keracunan merkuri lebih besar terjadi pada pekerja PETI yang memiliki jam kerja lebih lama dibandingkan dengan yang tidak lama p value = 0,035. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jenis aktivitas dengan keracunan merkuri dengan p value = 0,2285. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara konsumsi ikan dengan keracunan merkuri p value = 0,172. 7.2. Saran 7.2.1. Bagi Pemerintah Daerah 1. Sebaiknya mendaftarkan semua pekerja PETI dengan tujuan untuk memberikan jaminan kesehatan dan proteksi dari timbulnya penyakit yang disebabkan oleh paparan merkuri Hg melalui pemeriksaan kesehatan berkala. 2. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan terhadap status persebaran kontaminasi merkuri di lingkungan air, tanah, udara, dan makananpangan secara berkala. 3. Sebaiknya menerapkan program budidaya tanaman Stelaria setacea dan mensosialisasikan ke masyarakat.

7.2.2. Bagi Pekerja

1. Sebaiknya sering mengonsumsi vitamin E dan antioksidan berfungsi untuk detoksifikasi merkuri pada tubuh. 2. Sebaiknya dapat menggunakan Alat Pelindung Diri APD yaitu berupa masker, sarung tangan karet, dan baju lengan panjang selama proses

Dokumen yang terkait

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Merkuri Dalam Rambut Masyarakat Sekitar Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor

4 43 140

Keracunan Merkuri (Hg) pada Unggas

0 6 64

Analisis residu merkuri (Hg) pada ikan mas (Cyprinus carpio) berdasarkan jarak pusat pencemaran di desa Cisarua, kecamatan Naggung, kabupaten Bogor

0 10 59

Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas di Gunung Pongkor (Studi Kasus : Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor )

11 48 219

Pola Kesempatan Kerja di Daerah Pertambangan Emas Gunung Pongkor ( Studi Kasus : Desa Bantar Karet, Desa Cisarua, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor )

0 4 10

Analisis buangan berbahaya pertambangan emas di Gunung Pongkor (Studi kasus : Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

0 29 429

Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)

0 11 100

Dampak Industri Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Gurandil (Kasus Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)

1 7 89

Studi Pencemaran Logam Berat (Pb, Cd, Cu, Fe, dan Hg) pada Daun Singkong di Daerah Pengolahan Emas Tanpa Izin, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor

0 6 80

Peranan Pemerintah Kabupaten Dalam Penertiban Penambangan Emas Tanpa Izin (Studi : penambangan Emas Tanpa Izin Di Nagari Lubuk Gadang Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan).

0 0 6