Faktor Pekerjaan Faktor-faktor Pemaparan Pekerja PETI terhadap Keracunan Merkuri Hg 1. Faktor Internal
pada saat proses pengolahan emas. Pada paparan melalui inhalasi dengan saluran pernapasan sebagai jalur utamanya merupakan cara penyerapan
merkuri dalam bentuk unsur di tubuh dengan persentasi akumulasi yang tinggi, yaitu sekitar 80. Hal ini dikarenakan sifat merkuri yang dapat
larut dalam lipida Berlin, 1979; Alfian, 2006; Maywati, 2011 b. Jam Kerja
Jam kerja dapat menentukan tingkat keterpajanan pekerja terhadap kontaminasi bahan kimia di lingkungan kerja. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lestarisa pada pekerja PETI di Kecamatan Kurun tahun 2010, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara jam kerja terhadap keracunan merkuri dengan p value sebesar 0,002. Dinyatakan pula bahwa pekerja dengan jam kerja 8 jam
dalam sehari berisiko tinggi mengalami keracunan merkuri dibandingkan dengan pekerja dengan jam kerja ≤ 8 jamhari.
Kemudian, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rianto 2010 pada 60 penambang emas tradisional di Desa Jendi
Kecamatan Selogiri, diketahui pula bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jam kerja dalam sehari dengan keracunan merkuri
dengan p value sebesar 0,047. Serta, diperoleh hasil dari 7 orang penambang dengan jam kerja 8 jam, didapat 7 orang 100 yang
mengalami keracunan. Sedangkan penambang dengan lama kerja 8 jam dari 53 orang penambang, terdapat 33 orang 62,3 yang mengalami
keracunan merkuri dan 20 orang 37,7 tidak mengalami keracunan merkuri.
Jam kerja juga terkait dengan lama keterpaparan pekerja di lingkungan kerjanya dalam sehari. Hal ini dinyatakan dalam Nilai
Ambang Batas NAB, dimana menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13 Tahun 2011, definisi dari NAB adalah standar
faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadarintensitas rata-rata tertimbang waktu time weighted average yang dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penentuan lama jam kerja tergantung dari besarnya paparankadar unsur kimia di udara yang berada pada tempat
kerja tersebut. Terkait merkuri Hg, berdasarkan lampiran dari Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13 Tahun 2011 diketahui bahwa NAB di udara lingkungan kerja untuk senyawa merkuri anorganik
ditetapkan sebesar 0,025 mgm
3
. Sedangkan untuk Paparan Singkat
Diperkenankan PSD Kadar Tertinggi Diperkenankan KTD dari Hg adalah 0,03mgm
3
. Adapun definisi dari Paparan Singkat Diperkenankan PSD adalah kadar zat kimia di udara di tempat kerja yang tidak boleh
dilampaui agar tenaga kerja yang terpapar pada periode singkat yaitu tidak
lebih dari 15 menit masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan iritasi, kerusakan jaringan tubuh maupun terbius yang tidak boleh dilakukan lebih
dari 4 kali dalam satu hari kerja. Sedangkan, Kadar Tertinggi Diperkenankan KTD adalah kadar bahan kimia di udara tempat kerja
yang tidak boleh dilampaui meskipun dalam waktu sekejap selama tenaga kerja melakukan pekerjaan.
c. Penggunaan APD Alat Pelindung Diri yang direkomendasikan untuk pekerja
penambang dan pengolahan emas adalah masker, sarung tangan karet dan baju lengan panjang. Masker dapat mengurangi paparan Hg lewat
pernafasan. Pada saat uap Hg terhirup, 80 Hg masuk ke aliran darah melalui paru-paru dan menyebar ke organ tubuh lain, termasuk otak dan
ginjal. Sedangkan, sarung tangan karet dan pakaian lengan panjang mampu mengurangi paparan Hg lewat kulit. Beberapa senyawa air raksa
II organik dan anorganik dapat diabsorpsi melalui kulit Setiyono dan Maywati, 2010.
d. Kadar Pemakaian Merkuri hari Menurut Parkhut dan Thaxton 1973 dalam Widiana 2007,
besarnya toksisitas merkuri berbanding lurus dengan konsentrasi. Makin besar konsentrasinnya maka makin besar tingkat toksisitasnya.
e. Jenis Aktivitas PETI Aktivitas atau jenis kegiatan yang dilakukan oleh PETI terdiri dari
menambang dan mengolah emas hasil dari kegiatan pertambangan. Pengolahan emas tersebut dibagi lagi menjadi kegiatan mengerakkan
gelundung sehingga menjadi serbuk emas, membuat amalgram dimana terjadi proses pencampuran merkuri dan pemerasan emas yang telah
dicampur dengan air dan merkuri dengan menggunakan kain, pemijaran atau pembakaran, dan penumbukkan emas menjadi lempengan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Trilianty Lestarisa 2010, diketahui bahwa sebagian besar penambang yang mempunyai
aktivitas berupa pencampuran merkuri dan membakar amalgram mempunyai presentase tertinggi terkena keracunan merkuri. Hal ini
disebabkan karena pada pencampuran merkuri terjadi kontak langsung dengan penambang melalui kulit. Hal tersebut dapat diperparah apabila
penambang tidak menggunakan sarung tangan. Selain itu, uap hasil dari pembakaran amalgram dapat langsung terhirup oleh penambang melalui
saluran pernapasan akan masuk kedalam paru-paru. Setelah itu, merkuri tersebut dapat berikatan dengan darah dan didistribusikan ke seluruh
tubuh Lestarisa, 2010