380
• Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Lembaga ini sangat efektif dalam membangun kesadaran masyarakat akan masalah lingkungan.
Namun seringkali isu-isu yang terma suk “agenda coklat” masih luput dari perhatian mereka. Banyak LSM lebih memfokuskan
pada isu-isu “agenda hijau”, seperti limbah nuklir, teknologi bersih, dan seba gainya.
• Perusahaan Swasta atau Pengusaha. Pengusaha perlu dili batkan dalam pengelolaan lingkungan hidup, terutama memasukkan
biaya lingkungan sebagai bagian dari biaya yang harus dikeluarkan. • Media Massa. Melalui pesan-pesan yang disampaikan ke pada
publik, media massa, baik cetak maupun elektronik dapat mem- publikasikan masalah lingkungan yang men jangkau khalayak yang
luas dan dalam waktu yang cepat.
• Lembaga pendidikan dan profesional. Pencemaran air dan udara memerlukan penelitian yang valid, baik yang menyangkut zat-zat
pencemar maupun sumbernya. Hal ini dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian atau perguruan tinggi yang independen
untuk memberikan rekomendasi bagi pemberian sanksi atau pem- buatan per aturan.
c. Efektivitas lembaga lingkungan hidup
Pembentukan lembaga khusus yang bertugas di bidang lingkungan hidup seharusnya didasarkan pada kriteria kelem bagaan yang jelas
untuk mencapai efektivitas dalam menjalan kan fungsinya. Banyak lembaga yang dibentuk oleh peme rintah yang dikhususkan menangani
masalah lingkungan tidak dapat bekerja dengan efektif, karena kendala- kendala yang bersifat organisasional. Beberapa variabel yang digunakan
un tuk mengukur efektivitas atau menjadi pedoman pembentukan lembaga tersebut adalah:
• Cakupan Geograis. Apakah lembaga yang ada mempu nyai kewenangan di luar daerah perkotaan yang merupa kan kewenangan
pokoknya? Apakah lembaga tersebut dapat hadir dalam forum- forum yang lebih tinggi? Bila mana lembaga atau unit organisasi
yang bertanggung ja wab pada bidang lingkungan hidup tidak
381
didengar dalam forum-forum yang lebih tinggi misalnya di tingkat re gional atau pun nasional, maka lembaga tersebut akan kurang
efektif.
• Cakupan sektoral dan integrasi internal. Apakah lem baga-lembaga yang ada terfragmentasi menurut alur sek toral? Adakah lembaga
yang dapat mengkoordinasi antara instansi-instansi sektoral yang ada? Semakin tajam dan banyak fragmentasi fungsionalnya
menurut garis sektoral, maka efektivitas lembaga-lembaga itu pun semakin ren dah. Sebagai contoh, tanggung jawab penanganan
masa lah air minum bagi penduduk kota berada di tangan pe- merintah kota, pengadaan prasarana berada di tangan pemerintah
pusat Departemen Pekerjaan Umum dan kriteria air minum yang layak ditentukan oleh Departemen Kesehatan.
• Integrasi Vertikal. Adakah kewenangan lembaga untuk memberikan komando menurut garis vertikal pada lembaga-lembaga lain di
bawahnya? Misalnya, apakah Biro Lingkungan Hidup Propinsi dapat memerintah atau menekan Camat untuk menindak
perusahaan yang men cemari lingkungan. Apakah Camat tersebut mematuhinya?
• Otonomi. Apakah lembaga tersebut mempunyai oto nomi, baik dalam arti administratif maupun keuangan? Semakin besar
otonomi nya, semakin efektif pula lembaga tersebut. • Artikulasi. Apakah lembaga tersebut mempunyai ke sempatan
untuk mengartikulasikan kemampuannya da lam mengatasi masalah yang dihadapi? Apakah lembaga tersebut harus
berkonsultasi dengan lembaga lain bila menghadapi masalah?
• Deinisi fungsional. Apakah ada pemisahan fungsi yang tegas antara pengaturan dan pelaksanaan?
Untuk lebih mengetahui bukti-bukti nyata dari efektivitas lembaga atau unit organisasi lingkungan hidup ini, kita dapat mengutip hasil
penelitian Bindu N. Lohani dan Timothy P. Whitington
15
terhadap kelembagaan lingkung an hidup di Jakarta, Manila, Dhaka, dan Beijing
berikut ini.
382
Jakarta
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta merupakan pemerin tah daerah otonom. Sebagai daerah otonom, DKI Jakarta me miliki dinas-dinas
daerah. Di samping itu terdapat perpan jangan tangan dari pemerintah pusat, yang diberi nama instansi vertikal Kantor Wilayah, seperti
Kanwil Departemen Peker jaan Umum atau Kanwil Departemen Kesehatan. Lembaga- lembaga yang berkaitan langsung dengan masalah
lingkungan hidup adalah Perusahaan Air Minum PAM dan Badan Pe ngelola Air Limbah BPAL yang dibentuk pada tahun 1990. PAM
bertanggung jawab dalam hal produksi dan distribusi air bersih pada penduduk kota, sementara BPAL bertanggung ja wab dalam hal
pengelolaan air limbah pada kurang lebih 2.000 hektar wilayah kota. Cakupan sektoral dan integrasi internal seharusnya menjadi per-
timbangan penting bagi lembaga-lem baga ini. Namun pada kenyata an- nya, instansi-instansi vertikal yang merupakan wakil dari departemen
pemerintah pusat tidak terintegrasi pada pemerintah daerah.
Integrasi vertikal dalam Pemda DKI Jakarta mungkin dapat di- katakan cukup baik, namun dengan keterlibatan Pem da Jawa Barat
yang kecil. Dengan demikian, masalah-masalah lingkungan hidup yang lintas batas wilayah sering tidak dapat dipecahkan dengan tuntas.
Sedangkan otonomi menyangkut kewenangan untuk mengambil keputusan dan kemampuan keuangan yang di miliki oleh pemerintah
daerah. Walaupun Pemda DKI Jakarta memiliki dinas-dinas daerah sebagai unit organisasi otonom, namun otonomi dalam kewenangan
dan keuangan perlu di perhatikan. Apakah Dinas-dinas tersebut mem- punyai kebe basan untuk bertindak dan mengelola dan menghimpun
dana sendiri.
Artikulasi mengacu pada kejelasan peran atau kewenang an unit- unit organisasi lingkungan hidup. Misalnya Dinas Ke bersihan dan
Pertamanan untuk mengelola masalah lingkung an, yang seharusnya tidak hanya berkaitan dengan sampah dan penyapuan jalan saja. Apakah
struktur atau susunan orga nisasi Pemerintah DKI Jakarta yang memiliki Biro Lingkungan Hidup BLH dan Dinas Kebersihan dapat merespons
perma salahan dan kompleksitas lingkungan, seperti limbah industri dan limbah beracun.
383
Sedangkan deinisi fungsional mengacu kepada kejelasan fungsi antar unit-unit organisasi yang menangani lingkungan hidup. Apakah
kewenangan Biro Lingkungan Hidup sudah jelas? Sebagai contoh dari ketidakjelasan fungsional dan kesu litan artikulasi Biro ini adalah ketika
harus menerapkan hasil uji emisi dengan perpanjangan Surat Tanda Kendaraan Ber motor STNK untuk menekan polusi udara yang ber-
asal dari kendaraan bermotor di Jakarta. Aboejoewono, Kabiro Ling- kungan Hidup Pemda DKI Jakarta
16
Republika, 2931997 menyata- kan selain belum adanya Peraturan Daerah Perda yang menjadi
petunjuk pelaksanaan juklak atau petunjuk teknis juknis dari UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendala
lain adalah ketidakjelasan fungsi dan kewenangan biro dalam melakukan pengujian emisi. Apakah Kanwil Perhubungan, Kepolisian ataukah
Pemerintah Daerah yang berwenang menguji emisi?
Manila
Kota metropolitan Manila terdiri dari empat kota, yaitu Manila, Caloocan, Quezon City dan Pasay. Empat kota besar ini dibagi lagi
menjadi 13 kota yang lebih kecil. Secara kese luruhan, Manila merupakan satu wilayah perencanaan, yaitu Laguna Lake Planning Area. Peran
pemerintah pusat sangat dominan dibandingkan dengan pemerintah daerah. Pemerin tah daerah hanya dilimpahi kewenangan untuk me-
melihara infrastruktur yang telah dibangun oleh pemerintah pusat. Un- tuk memerintah wilayah perkotaan yang luas, dibentuk he Metropolitan
Manila Authority MMA yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dasar perkotaan. Sedangkan pena nganan masalah polusi
udara, polusi air, dan peremajaan kawa san masih berada di tangan pemerintah pusat.
Cakupan geograis bukan merupakan isu kelembagaan MMA dengan daerah kewenangan yang mencakup daerah per kotaan, karena
pada hakekatnya lembaga ini hanya menjadi koordinator saja. Sedang- kan cakupan sektoral dan integrasi internal - sebagaimana Jakarta -
menjadi isu kelembagaan penting. Dengan dominannya pemerintah pusat yang diwujud kan dengan keberadaan wakil-wakilnya di daerah,
maka lem baga-lembaga-lembaga yang ada juga terfragmentasi menurut garis sektoral.
384
Manajemen lingkungan di daerah indonesia
Manajemen lingkungan di tingkat pemerintahan daerah Indonesia mengacu kepada Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Bapedal. Di propinsi terdapat Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup sebagai bagian dari
Sekretariat Propinsi, yang tugasnya antara lain:
• Mengumpulkan dan menganalisis data lingkungan; • Mengkoordinasikan kegiatan pembangunan yang mem punyai
dampak lingkungan; dan • Mensinkronisasikan kegiatan-kegiatan pembangunan lingkungan
Pada kenyataannya, Biro Lingkungan Hidup Daerah ini, hanya menangani kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif saja, karena
manajemen lingkungan di tingkat daerah masih menjadi tanggung jawab berbagai departemen. Secara teoritis, Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup dan Bapedal masih memegang tanggung jawab pokok di dalam manajemen ling kungan di tingkat lokal, yang antara
lain adalah:
• Membuat kebijakan; • Mengkoordinasikan program dan proyek pembangunan;
• Memberikan informasi; dan • Menyelesaikan konlik di bidang lingkungan.
Namun demikian, Menteri KLH tidak mempunyai badan atau kekuasaan langsung untuk melaksanakan kebijakannya di tingkat lokal.
Untuk itu, maka di tingkat pusat dibentuk Tim 10 yang bertugas mengkoordinasikan pemecahan masalah lingkungan, yang bentuk riil-
nya diwujudkan dalam bentuk Rapat Koordinasi. Sedangkan di tingkat daerah dibentuk pula Tim Koordinasi Penanggulangan Pencemaran
TKP2 yang bertugas mengkoordinasikan berbagai kegiatan pengen- dalian pencemaran dan mengadakan investigasi dan konsultasi terha-
dap pencemaran yang timbul. Tim Koordinasi ini diketuai oleh Gubernur dan di KabupatenKota diketuai oleh BupatiWalikota.
Sedangkan bagi sekretariat wilayah daerah yang memiliki tipe organisasi plus, dapat membentuk Bagian Lingkungan Hidup sebagaimana yang
dimiliki oleh Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Bagaimanakah
385
efektivitas organisasi daerah yang menangani lingkungan ini, dapat dilihat dalam uraian berikut ini.
Tabel 10.6. Mekanisme Organisasi Lingkungan Kabupaten Sleman dan
Kotamadya Yogyakarta
Kewenangan yang dimiliki oleh Bagian Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta ini menunjukkan bahwa kewenangan yang dimiliki hanya-
lah bersifat administratif se mata, atau dengan kata lain tidak memiliki kewenangan lang sung untuk menindak atau mengambil tindakan
apabila terjadi pencemaran di wilayah kerjanya. Permasalahan organi- sasi onal pertama yang dihadapi Yogyakarta sebagai akibat dari pertum-
buhan penduduk kota yang cepat, yang ditunjukkan dengan semakin padatnya penduduk di beberapa kecamatan se harusnya menghendaki
respons organisasi lingkungan atau manajemen lingkungan yang cepat, terutama yang berkaitan dengan penyediaan prasarana lingkungan.
Kegiatan penca tatan, pengumpulan data dan pelaporan sebenarnya bukanlah merupakan kegiatan pokok dari manajemen lingkungan.
17
386
Masalah organisasional kedua yang dihadapi oleh Pe merintah Kota Yogyakarta adalah sebagai akibat dari tidak adanya kewenangan yang
jelas dan pokok dari Bagian Ling kungan Hidup ini, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan peraturan hukum atau
menindak tegas anggota masyarakat yang secara sengaja atau tidak sengaja mencemar kan lingkungan serta merugikan kepentingan umum.
Masalah organisasional ketiga yang dihadapi oleh Bagian Lingkungan Hidup adalah tidak adanya staf yang memadai, baik dari
segi kesesuaian pendidikan maupun jumlahnya serta peralatan pen- dukung untuk melaksanakan tugas di lapangan. Dari kasus-kasus
pencemaran yang ada selama ini, seolah -olah tidak ada tindakan sanksi dari Pemerintah Daerah. Ka laupun ada, itu pun bila telah menjadi isu
di media massa dan telah diketahui oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan di Jakarta.
Dengan adanya Rencana Umum Tata Ruang Kota Yogya karta yang membuat perencanaan strategis yang berkaitan de ngan sumber pen-
cemaran di Kota Yogyakarta, yaitu limbah rumah tangga dan industri sebagaimana yang diuraikan pada Bagian sebelumnya, maka seharusnya
terdapat sebuah organi sasi yang bertugas langsung mengontrol pelaksanaan dari rencana tersebut.
Selain bertugas mengontrol dan mengkoordinasikan se mua kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan dan produksi prasarana
lingkungan environmental infrastructure, lembaga lingkungan ini juga bertugas melaksanakan peraturan hukum lingkungan yang berlaku.
Padahal selama ini kita ketahui bah wa pembangunan infrastruktur lingkungan di daerah perko taan lebih banyak dilakukan di bawah
Departemen Pekerjaan Umum melalui Proyek Pembangunan Prasarana Perkotaan P3KT.
387
Tabel 10.7. Mekanisme Organisasi Lingkungan Kabupaten Bantul
Sebagaimana yang dihadapi oleh Pemda Sleman dan Ko ta Yogyakarta, permasalahan organisasional yang diha dapi oleh Pemerintah
Daerah Bantul lebih rumit, karena de ngan jenis Organisasi Bertipe Minus, maka Sekwilda tidak me miliki Bagian Lingkungan Hidup.
388
Untuk mengatasi hal ini, Bu pati Kabupaten Bantul membentuk Tim Koor dinasi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup. Meli hat
jenis kewenangan yang dimiliki oleh Tim ini nampak bahwa ke- wenangannya tidak jauh berbeda dengan Bagian Lingkung an Hidup,
yaitu kewenangan yang lebih bersifat administratif saja daripada otoritatif.
Selain permasalahan yang sama, Tim ini juga menghadapi masalah yang lebih besar, yaitu bekerja hanya pada waktu ada masalah, atau
hanya memadamkan api saja. Oleh karena itu, banyak kasus pencemaran lingkungan di Bantul tidak dipecahkan dengan tuntas. Kasus pen-
cemaran pompa bensin di Kasihan dan pencemaran udara dari cerobong Pabrik Gula Madukismo merupakan contoh konkretnya.
Sebagai contoh dari tidak adanya kewenangan untuk me nindak pencemar lingkungan dapat dilihat dari pelaksanaan Program Kali
Bersih Prokasih, terutama pada perusahaan atau rumah sakit, langkah atau upaya yang dilakukan oleh Biro Lingkungan Hidup hanyalah
sebagai berikut:
Tabel 10.8. Daftar Kegiatan yang Belum Memenuhi Superkasih
389
d. Manajemen Persampahan