64
4. Pendekatan lingkungan
Terma lingkungan yang digunakan mengacu kepada sumber dasar alami seperti air, tanah, dan udara. Diskusi ten tang lingkungan per-
kotaan mencakup dimensi yang lebih luas, yakni dimensi sosial, politik dan ekonomi dari dampak proses urbanisasi yang cepat. Sebagai contoh
adalah masalah tanah, yaitu bagaimana tanah diperoleh masyarakat dengan luas ter tentu, oleh siapa dan bagaimana bentuk kepemilikannya.
Pendekatan ilmu lingkungan dalam studi pemerintahan kota me- rupakan pendekatan yang paling baru, yang bersifat interdisipliner
antara ilmu sosial dan ilmu alam. Penggunaan konsep dan teori ilmu alam dalam studi lingkungan perkotaan ditujukan untuk memberikan
penjelasan secara ilmiah terhadap masalah-masalah lingkungan yang dihadapi sehari-hari oleh penduduk kota. Beberapa alasan rasional yang
signiikan yang menuntut para pengambil kebijakan atau aparat pemerintah kota untuk memperhatikan masalah lingkungan ini. yaitu:
• Keunikan karakteristik lingkungan wilayah perkotaan. Masalah lingkungan kota tertentu berkaitan erat dengan ciri dan lokasi kota
yang bersangkutan, yang secara langsung juga dipengaruhi ekosistem yang lebih besar dalam skala regional: apakah terletak di
daerah pantai atau pegunungan, landai atau curam, kepulauan ataukah pedalaman, dan lain sebagainya. Masing-masing kota
sesuai dengan lokasi dan ciri lingkungannya mempunyai masalah- masalah spesiik yang potensiai mempengaruhi penduduknya.
• Tingkat pertumbuhan dan jumlah penduduk kota. Jum lah dan tingkat pertumbuhan penduduk berhubungan langsung dengan
konsentrasi spasial penduduk, industri perdagangan, konsumsi energi, konsumsi air bersih, volume sampah yang dihasilkan dan
masalah lingkungan lainnya, yang secara kumulatif menuntut respons strategisdari manajer-manajer kota;
• Tingkat pendapatan dan pembangunan ekonomi. Se buah kota yang lebih banyak dihuni oleh masyarakat yang berpendapatan
menengah ke bawah menghadapi masa lah lingkungan yang ber- beda dengan kota yang dihuni oleh penduduk yang berpendapatan
menengah ke atas. Kota yang disebut pertama cenderung ber- hadapan de ngan masalah-masalah polusi indoor, pencemaran air
65
ta nah dan kekurangan pelayanan dasar publik air minum, pen- didikan dan kesehatan. Sedangkan kota yang disebut kedua
cenderung berhadapan dengan masalah limbah beracun dan polusi udara. Namun yang terjadi di kota kota negara yang sedang ber-
kembang, kota dihuni oleh campuran penduduk yang ber pen- dapatan beragam, mulai dari yang berpendapatan rendah sampai
yang ber pendapatan tinggi. Dengan demikian, masalah ling kungan yang harus dipecahkan oleh manajer peme rintahan kota sangat
kompleks, mulai dari kekurangan fasilitas air minum sampai dengan penanganan limbah beracun.
• Masalah lingkungan yang berdimensi spasial dan bersifat mestyebar. Masalah lingkungan yang dihadapi oleh se buah kota tidak hanva
bersifat lokal, namun saling berpe ngaruh satu sama lain dan cenderung berskala luas. Misal nya, masalah polusi air di Jakarta
merupakan isu ling kungan yang bersifat regional, yang berkaitan dengan pentingnya konservasi sumber daya alam di kawasan
Puncak sebagai pemasok air bersih bagi penduduk Ja karta. Dengan demikian, masalah air bersih di Jakarta tidak berdiri sendiri, namun
berkaitan dengan pena nganan air bersih di kawasan lain, yaitu Jawa Barat.
• Peranan aktor-aktor lokal. Kualitas lingkungan di sebuah kota tidak ditentukan oleh satu aktor pemerintah saja, namun sebalik-
nya ditentukan oleh berbagai aktor dan hasil interaksi antara mereka. Aktor-aktor tersebut antara lain adalah rumah tangga,
sektor swasta, dan pemerintah. Oleh karena itu, kemampuan manajerial dan operasional serta daya tanggap terhadap penduduk
lokal dan lemba ga-lembaga pemerintah merupakan faktor yang menentu kan kualitas lingkungan kota.
Ditinjau dari jumlah penduduk, kota-kota di Indonesia akan menyerap lebih kurang separuh dari jumlah penduduk yang ada hingga
tahun 2010. Secara global, dari studi terhadap perkembangan penduduk di seluruh negara diketahui bahwa dua puluh satu kota di dunia akan
berpenduduk lebih kurang 10 juta; tujuh belas di antaranya di negara- negara yang sedang berkembang dan sebelas di antaranya di Asia. Lebih
dari itu, 50 kota di negara-negara yang sedang berkembang akan ber-
66
penduduk lebih kurang 4 juta jiwa, 30 di antaranya di Asia. Sementara itu, 72 kota berpenduduk antara 2-4 juta, 42 di antaranya berada di
Asia. Meningkatnya jumlah penduduk secara cepat di daerah perkotaan secara langsung mem-ebab kan meningkatnya kebutuhan akan lahan
untuk perumahan. pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan sanitasi kota. Namun vang terjadi di hampir kota-kota besar di Asia,
pening katan jumlah penduduk, sebagai contoh, tidak diimbangi de- ngan pemenuhan perumahan yang layak, terutama kepada golongan
masyarakat vang berpendapatan menengah ke bawah. Sebuah studi vang dilakukan oleh PBB mempredik sikan bahwa lebih kurang 60 juta
penduduk kota yang ada di Asia tinggal di pemukiman dalam kategori kumuh “slum” dan 1, Squatter”. Di Seoul, diperkirakan lebih kurang
17 dari pen duduk kota tinggal di perumahan vang berkategori sub- stan dard atau kurang layak. Dua pertiga penduduk Jakarta tinggal di
perumahan yang tidak permanen atau semi-permanen. Hai ini diikuti juga dengan pelayanan sosial dan lingkungan yang rendah terhadap
penduduk ini. Di Jakarta, penduduk yang tinggal di daerah kumuh memenuhi kebutuhan air bersih de ngan biaya lebih dari 600-1200
dibandingkan penduduk yang tinggal di pemukiman permanen. Penduduk miskin perkotaan cenderung tinggal di dekat daerah yang
terpolusi dan sempit, yang menunjukkan kaitan erat antara permasalahan lingkungan dengan kemiskinan.
Permasalahan lingkungan perkotaan, terutama bagi pen duduk miskin, disebabkan oleh banyak faktor dan berdampak pada skala yang
berbeda seperti industrialisasi, urbanisasi, kon disi topograis, dan praktek pengolahan lunbah. Dampak yang dirasakan dapat dalam skala
rumah tangga, kota atau regional, sebagaimana dikatakan sebelumnya sebagai dimensi masalah lingkungan yang bersifat menyebar. Faktor
penyebab dan aki batnya dinumerasikan dalam tabel berikut.
67
Tabel 2.6. Akibat dan Penyebab Masalah Lingkungan Perkotaan
RUANG LINGKUP MASALAH
AKIBAT PENYEBAB
UDARA POLUSI UDARA
Masyarakat Kota
Regional Antar Negara
Masalah kesehatan Biaya dari perawatan
kesehatan dan turunnya atau hilangnya produktiitas
Hilangnya kenyamanan keindahan, baik budaya
maupun rekreasi Industrialisasi diikuti
urbanisasi Meningkatnya jumlah
kendaraan dan kemacetan Semakin meningkatnya
penggunaan bahan bakar polutan
Kebijakan harga energi
POLUSI UDARA INDOOR
Rumah tangga Tempat bekerja
Masalah kesehatan sakit tenggorokan, penyakit
pernafasan, turunnya berat bayi pada waktu kelahiran,
kanker Biaya dari perawatan
kesehatan dan turunnya produktiitas
Penggunaan bahan bakar yang menyebabkan polusi,
seperti bahan bakar biomassa dan mengandung
belerang Ventilasi tempat kerja yang
kurang memadai Perokok pasif
Aktiitas industri rumah tangga
AIR POLUSI AIR
PERMUKAAN Masyarakat
Kota regional Masalah kesehatan
Biaya ekonomi dari pengobatan dan perawatan
kesehatan Hilangnya kenyamanan
Topograi dan iklim Kebijakan harga
Tragedi of common Peraturan hukum dan
pelaksanaannya yang lemah
Penanganan limbah kota dan industri
Curah hujan Penanganan irigasi
POLUSI AIR BAWAH TANAH
Masyarakat Kota
Regional menurunnya kualitas air
tanah karena perembesan air laut zat-zat kimia
Masalah kesehatan Biaya penurunan permukaan
tanah, perawatan kesehatan, peningkatan biaya marjinal
dari penawaran Kebijakan harga
Tragedi of common Peraturan hukum dan
pelaksanaannya yang lemah
Sanitasi dan penanganan limbah kota dan industri
yang buruk Manajemen permintaan
yang lemah
68 POLUSI PANTAI
DAN DANAU Masyarakat
Kota Regional
Antar Negara Hilangnya sumberdaya
pariwisata dan rekreasi dan pendapatan
Rusaknya sumberdaya hayati Eutroikasi
Hilangnya kenyamanan Tragedi of common
Peraturan hukum dan pelaksanaannya yang
lemah Penanganan limbah kota
dan industri yang buruk Polusi dari dermaga
TANAH TANAH ADAT
Daerah pinggiran Regional
Semakin rendahnya produktiitas
Menurunnya sumberdaya yang dapat diperbaharui
renewable resource karena penebangan hutan dan
merosotnya lahan-lahan subur
Erosi dan siltasi Hilangnya kenyamanan
Hilangnya habitat alamiah Tidak terkontrolnya tata
guna lahan Tidak terkontrolnya
pertumbuhan kota tidak ada zonasi dan
pelaksanaannya Sistem fungsi lahan
Harga lahan Kegiatan pertambangan
Polusi logam berat
HILANGNYA KEKAYAAN
BUDAYA DAN SEJARAH
Masyarakat Kota
Hilangnya peninggalan budaya
Hilangnya sumberdaya pariwisata
Rusaknya bangunan- bangunan, monumen, dan
situs-situs yang bernilai sejarah
Harga lahan yang tidak wajar
Tidak ada peraturan dan pelaksanaannya
Polusi udara Penanganan limbah padat
yang buruk Penurunan permukaan
tanah land subsidence
DEGRADASI EKOSISTEM DESA
Regional Masalah kesehatan
Biaya pemukiman kembali Hilangnya habitat-habitat
Polusi udara, air, dan tanah Tidak adanya kekuatan
politik masyarakat desa
ANTAR MEDIA POLUSI LIMBAH
PADATSAMPAH Masyarakat
Kota Masalah kesehatan
Biaya akibat dari drainase yang buntu dan banjir
Polusi air dan leachate Polusi udara dari pembakaran
sampah Hilangnya kenyamanan
Buruknya manajemen sampah tidak sempurna
pengumpulan sampah dan pembuangan serta
minimalnya cost recovery Kebijakan tarif
Dampak eksternal pembuangan sampah
69 POLUSI LIMBAH
BERACUN Masyarakat
Kota Regional
Kontaminasi air permukaan dan tanah serta pantai
Dampak kesehatan dan ekonomi
Akumulasi racun didalam rantai makanan
Menurunnya nilai sumber daya
Peraturan yang tidak lengkap dan pelaksanaan
yang buruk Tidak ada insentif
Pajak yang rendah bagi industri menghasilkan
limbah Rendahnya visibilitas
Berpencarnya lokasi industri rumah tangga dan
kecil
BENCANA LINGKUNGAN
Masyarakat Kota
Regional Masalah kesehatan
Biaya dari hilang dan rusaknya sumber daya hayati,
kekayaan dan infrastruktur Degradasi tanah karena
banjir, longsor, dan gempa bumi
Hilangnya kenyamanan Penyebab alamiah
Tidak sempurnanya pasar tanah, seperti tidak adanya
alternatif bagi pemukim yang tinggal di kawasan
kumuh Kebijakan lahan, seperti
tidak adanya pajak atau pajak tanah yang rendah
dan tidak ada proteksi terhadap lahan yang
berisiko tinggi
TIDAK ADANYA SANITASI
Rumah Tangga Masyarakat
Kota Regional
Masalah kesehatan, seperti penyakit-penyakit disebabkan
oleh parasit, malnutrisi dan kematian bayi
Biaya ekonomi Eutroikasi
Hilangnya kenyamanan Kemampuan teknologi
yang rendah Tidak adanya cost recovery
Buruknya manajemen Kebiasaan higienis rumah
tangga
Carl Bartone, dkk., “Environmental Management and Urban De velopment: Issues and Options for hird World Cities, Environment and Urbanization, Vo1.4, No.2,
October 1992, h. 134-35.
Kota memang menjadi impian atau harapan bagi mereka untuk meletakkan masa depannya. Sementara itu ada semacam ketidakpedulian
masyarakat kota terhadap permasalahan ling kungan yang sehari-hari mereka hadapi. Mereka seakan-akar. tidak acuh akan bahaya pencemaran
terhadap kesehatan. Studi yang dilakukan oleh Umar Fahmi menunjuk- kan bahwa dalam darah para supir bajaj dan pedagang asongan banyak
mengan dung Pb, yang berasal dari knalpot kendaraan. Kasus pence- maran air sungai yang berasal dari pabrik di Kiaracondong, Bandung
merupakan kasus lain. Pencemaran ini telah menye babkan turunnya
70
produktivitas padi. Banyak lagi kasus-kasus lain yang muncul di daerah perkotaan Indonesia, terutama setelah berkembangnya industrialisasi.
Di masa depan masalah ini mendesak untuk dipecahkan secara serius, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan hukum law enforcement
dan kemampuan manajerial pemerintah, baik pemerintah pusat mau- pun pemerintah daerah.
Sampai saat ini manajemen lingkungan perkotaan di Indo nesia masih belum terbentuk pola yang jelas, karena terdapat berbagai
instansi yang terlibat langsung dalam pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan. Penanganan pencemaran air sungai ditangani pemerintah
pusat dan daerah tingkat I. Sedangkan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Ba pedal dalam hal ini menetapkan kebijaksanaan umum
yang menjadi pedoman bagi pemerintah daerah tingkat I. Badan ini sebagai licensing agency yang memberikan legalisasi pada dokumen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Amdal. Sedangkan penge- lolaan masalah sampah kota ditangani oleh pemerintah kota itu sendiri
dan bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan seperti LKMD dan RTRW. Badan Pengen dalian Dampak Lingkungan bekerja sama
dengan Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Dalam Negeri setiap tahun melakukan performance assessment dalam bentuk program
Adipura terhadap kemampuan pengelolaan sampah kota se suai dengan ukuran kota: kota kecil, kota sedang dan kota besar. Di Semarang,
Surabaya dan Jakarta, pemerintah daerah berhasil melibatkan pihak swasta dalam pengumpulan dan transportasi sampah ke tempat pem-
buangan akhir. Pelibatan swasta dalam pengelolaan sampah dapat me- ningkat kan ei siensi pembiayaan pengelolaan sampah.
Dengan adanya berbagai instansi yang terlibat dalam pe nanganan masalah lingkungan, maka masalah koordinasi dan tidak konsistennya
berbagai kebijaksanaan selalu menjadi ken dala pelaksanaan manajemen lingkungan kota yang efektif. Pengawasan terhadap pabrik di daerah
tertentu dapat dilaku kan oleh berbagai instansi di pusat maupun di daerah. Peme rintah pusat melalui Bapedal mengawasi limbah beracun,
se dangkan pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap limbah cair yang dibuang langsung ke sungai.
Karena keterbatasan jumlah aparat dan kualitasnya yang masih harus ditingkatkan, Bapedal sampai saat ini kewalahan menangani
71
kasus-kasus pencemaran di seluruh Indonesia. Kondisi ini ditambah lagi dengan belum terbentuknya dinas otonom atau wakil Bapedal di
daerah-daerah. Dengan de mikian, pembentukan instansi vertikal di daerah-daerah sudah sangat mendesak untuk dilakukan.
5. Pendekatan Ruang atau spasial