113
4. susunan Pemerintahan di wilayah Jabodetabekjur dalam keruangan
Perkembangan ruang kota atau daerah terbangun built up area Jakarta dan sekitarnya yang telah berada dalam satu kesatuan ruang dan
ekonomi kota atau perkotaan ini mulai tahun 1619 sampai tahun 1980 digambarkan oleh Ira M. Ro binson sebagai berikut:
Gambar 2.9 Perkembangan Daerah Perkotaan Jakarta
Melihat perkembangan ruang yang sedemikian pesat, maka dapat dipahami betapa rumitnya pemerintah atau unit- unit politik yang ada
menangani masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari per- kembangan ruang dan pertumbuhan penduduk tersebut. Dengan kata
lain, kita perlu memperta nyakan apakah organisasi pemerintahan DKI Jakarta atau dae rah-daerah sekitarnya mampu merespons perkembangan
ter sebut. Bagaimanakah pola kerja sama antar unit-unit politik atau pemerintahan yang ada?
114 Gb. 2.10. Perkembangan Daerah Perkotaan Jakarta
Sumber : Master Plan DKI Jakarta, dalam Johara, 1999
Dalam Master Plan Percepatan dan Peerluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 pusat perekonomian nasional adalah
DKI Jakarta. Posisi ini merupakan satu titik penting dalam koridor ekonomi Jawa. Jalur atau koridor yang terletak di Jawa bagian utara
menghubungkan pusat pertumbuhan ekonomi Surabaya yang menyambung ke Indonesia Timur dengan moda trasmportasi darat
dan laut dan Jakarta yang menyambung kebarat ke koridor Sumatera dengan moda transportasi darat utamanya. Koridor tersebut seperti
terlihat dalam gambar berikut:
115 Gb. 2.11. Koridor Ekonomi Jawa menurut Master Pembangunan Ekonomi Indonesia
Menghadapi uniikasi daerah-daerah yang ada di da lamnya, pada tahun 1976 Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat
mengadakan kerja sama membentuk Badan Kerjasama Pembangunan Jabotabek BKSP dan dikukuhkan mela lui SK Menteri Dalam Negeri
Nomor 29 Tahun 1980. Badan ini lebih bersifat koordinatif antara Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Daerah Jawa Barat, yang
berfungsi untuk:
1 Menyiapkan kebijakan pembangunan umum di wilayah Jabotabek; 2 Menyiapkan program pembangunan sektoral yang ber langsung di
wilayah Jabotabek; 3 Memecahkan masalah pembangunan baik masalah sosial, ekonomi,
administratif maupun tata guna lahan di ka wasan Jabotabek; 4 Melaksanakan pengawasan terhadap semua kegiatan pembangunan
dengan prinsip KISS antara proyek regional dan proyek sektoral. Dalam kegiatan sehari-hari BKSP dipimpin oleh Sekretaris BKSP
yang bertugas membuat link yang lebih erat dengan instansi-instansi
116
pemerintah. Yohanes Basuki Dwisusanto me nyebut tugas yang dilakukan oleh BKSP ini sebagai tugas “liai son”, yang mencakup:
• Membuat hubungan fungsional dengan Sekretariat Pro pinsi, Dinas-dinas Otonom dan Instansi Vertikal melalui kegiatan
konsultasi, monitoring dan pengawasan; • Mengadakan konsultasi dengan pemerintah propinsi di dalam
wilayah Jabotabek; • Membuat link yang lebih kuat dengan pemerintah Ka bupaten dan
Kotamadya pada tugas-tugas pembangunan kawasan; • Berusaha mengikuti petunjuk Pemerintah Pusat dalam melaksana-
kan tugas kesehariannya. Dengan demikian jelas bahwa BKSP Jabotabek hanyalah
merupakan organisasi ad-hoc yang lebih kurang bertugas untuk melakukan persuasi terhadap lembaga-lembaga peme rintah lainnya.
Melihat kenyataan ini, sebagaimana yang dicatat oleh Dwisusanto dalam penelitiannya, BKSP tidak dapat menja lankan fungsinya dengan
baik, antara lain disebabkan oleh tidak jelasnya tugas yang berkaitan dengan perencanaan, pe mograman dan penganggaran, tugas yang
berskala luas dan statusnya yang non-struktural, sehingga tidak me- miliki kekua saan yang riil.
Mandulnya BKSP ini dapat dilihat dalam kasus penggu naan lahan dan penanganan masalah lingkungan di kawasan Jabotabek. Sebagai
akibat perubahan fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi perumahan atau sarana perkotaan lainnya terjadi erosi tanah, hilangnya lahan-lahan
subur, dan berku rangnya daerah resapan air.
Parameter-parameter yang digunakan untuk menggam barkan kerusakan lingkungan di kawasan Jabotabek adalah sebagai berikut:
a. Air: kebutuhan penduduk kota dan industri sekitar 450 juta kubik per tahun pada tahun 1983 meningkat menjadi 2100 juta kubik
per tahun pada tahun 2000. Sedangkan kebutuhan air untuk pertanian pun meningkat dari 2800 meter kubik per tahun menjadi
4600 meter kubik per tahun.
b. Tanah: studi menunjukkan bahwa penduduk mulai me rajah tanah- tanah di kawasan pegunungan, yang sebe narnya merupakan
kawasan peresapan air. Perubahan fungsi tanah ini menyebabkan
117
erosi yang serius dan menurunnya kualitas tanah. Akibat yang lebih besar ada lah ketidakmampuan tanah untuk menahan volume
air, sehingga menyebabkan banjir di kawasan yang lebih ren dah, yaitu kawasan Ibukota Jakarta setiap tahun.
c. Sumber daya alam: penyebab rusaknya sumber daya alam adalah pembangunan kawasan Puncak untuk kegiatan rekreasi, kebutuhan
lahan oleh petani dan penebangan pohon. ER + MC Internasional, sebuah badan penelitian inter nasional,
menggambarkan konlik tata guna lahan Jan aki batnya sebagai berikut:
Gb. 2.12. Dampak Lingknngan dari Konlik Perubahan Fungsi Iahan
Konlik antaraktor antara petani dan pengembang de veloper, misalnya, memuncak terutama pada daerah-daerah limpahan Jakarta
seperti Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Pada situasi ini masing-masing organisasi pemerintah cenderung bertindak sendiri-sendiri dan
fragmen tatif. Musibah banjir yang menimpa Jakarta pada tahun 1996
118
yang lalu terutama di akibatkan oleh tidak mampunya kawasan Puncak menampung limpahan air hujan, karena ketidakmampuan tanah untuk
meresap air hujan. Diketahui bahwa pembangunan vila-vila di kawasan Puncak meningkat dengan pesat tanpa terkontrol. Selain kawasan
Puncak, empat daerah tetangga tersebut menjadi sasaran pihak swasta membangun proyek-proyek perumahan dalam skala besar, yang disebut
dengan kota baru a large-scale subdivision. Di Kabupaten Bekasi hingga tahun 1991, 238 developer yang telah mengajukan izin untuk
pem bangunan proyek perumahan yang mencakup daerah seluas 8.122 hektar. Beberapa proyek pembangunan “kota baru” dicatat oleh Tommy
Firman dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.1. Beberapa Proyek Pembangunan Kota Baru di Jabotabek dan Bandung
No. Nama Luas Ha
Lokasi Developer
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. 10.
Bumi Serpong Damai Tigaraksa
Cariu Bekasi 2000
Bekasi Terpadu Cikarang Baru
Lippo City Depok
Jatinangor Lippo Village
6.000 3.000
td 2.000
1.500 500 - 2.000
450 td
td 500
Tangerang Tangerang
Bogor Bekasi
Bekasi Bekasi
Bekasi Bogor
Bandung Tangerang
Swasta Swasta
Swasta Swasta
Swasta Pemerintah Swasta
Swasta Pemerintah
Pemerintah Swasta
Keterangan: td = tidak ada data
Pembangunan proyek kota baru dengan skala besar ini pun telah mengakibatkan perubahan fungsi lahan yang cepat. Kabupaten Bekasi
telah kehilangan 200 hektar lahan pertanian per tahun, sementara Kabupaten Bogor kehilangan 8,4 per tahun sejak tahun 1986.
Dampak lingkungan dari perubahan fungsi lahan dan per- kembangan ruang kota yang cepat ini adalah menurunnya kualitas
lingkungan, banjir, kekurangan air bersih, dan sejenis nya. Dalam kasus ini, BKSP yang seharusnya berfungsi meng koordinasikan pembangunan
di kawasan Jabotabek, tidak da pat berfungsi dengan baik. Konlik kepentingan antarinstansi pemerintah dan bahkan antara instansi
pemerintah dan pihak swasta sering terjadi, seperti pada pembangunan
119
vila di ka wasan Puncak. Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat sebe- narnya dapat membuat pola kerja sama yang baik. Empat agen da yang
diajukan oleh Tommy Firman dalam dimensi pengem bangan organisasi di kawasan Jabotabek adalah:
1. Sejauh manakah pihak swasta dapat dimanfaatkan untuk men- dorong pembangunan ekonomi dalam kondisi keter batasan
anggaran pembangunan pemerintah?; 2. Bagaimanakah mengembangkan pendekatan manajemen baru
yang dapat mengakomodasi dan mengantisipasi di namika per- tumbuhan ekonomi;
3. Bentuk kerja sama yang bagaimanakah yang dapat dikem bangkan antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat untuk me-
minimalisasi konlik kepentingan; 4. Bentuk desentralisasi yang bagaimanakah yang dapat di limpahkan
kepada Daerah Tingkat II untuk meningkatkan kemampuannya dalam merespons pertumbuhan daerah perkotaan.
E. Pemerintahan di filipina dan Jepang
Kemudian bagaimana dengan pemerintahan di Filipina dan Jepang dalam menata dan mengelola daerah urban mereka? Metro-Manila
Region atau National Capital Region NCR di Filipina secara geograis terdiri dari tujuh kota berdekatan dan sepuluh kotamadya. Luas wilayah
Metro-Manila adalah 636 km
2
dengan jumlah penduduk 8.940.000 pada tahun 1994. Metro-Manila menempati posisi 18 dunia sebagai
metropolis terbesar dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk 3 selama tahun 1990-an. Pertumbuhan isik Metro-Manila dicirikan oleh
pola linier di mana perkembangan mengikuti jalan raya utama. Pada tahun 1995 Metro-Manila Development Authority MMDA didirikan,
dan menetapkan Metro-Manila sebagai pengembangan khusus dan wilayah administratif. Pengambilan keputusan dan pembuatan ke-
bijakan kekuasaan telah diberikan kepada MMDA. MMDA diberikan kekuasaan pengembangan perluasan metro, diawasi dan dikoordinasikan
tanpa berkewajiban terhadap otonomi unit pemerintah daerah. Berdasar kan catatan Oreta, MMDA terdiri dari Dewan Metro-Manila