375
TPA, karena semakin langkanya atau mahalnya tanah dan semakin padatnya penduduk. Isu NIMBY not in my back yard menjadi isu
utama di dalam pengelolaan sampah kota. Oleh karena itu, kota besar seperti Jakarta terpaksa me nyewa sebidang tanah di Bekasi untuk TPA
sampah kota.
Fasilitas dasar yang ketiga adalah air bersih. Dari data yang ada terlihat bahwa tingkat pelayanan air bersih penduduk kota belum
optimal. Bahkan masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah tidak mempunyai akses yang baik terha dap pelayanan air minum yang
dikelola oleh PDAM. Kelompok masyarakat ini terpaksa harus membeli air bersih dari pedagang keliling dengan harga yang hampir sepuluh
kali lipat diban dingkan dengan harga yang harus dibayar oleh penduduk yang tinggal di kawasan Pondok Indah, misalnya. Masalah polusi air
paralel dengan kondisi akses pada pra sarana dasar lingkungan hidup. Sebagai akibat dari buruknya akses tersebut, limbah rumah tangga dan
industri pun men cemari air permukaan, yang menjadi sumber air bersih pendu duk kota. Polusi udara umumnya berasal dari sektor
transpor tasi. Sementara itu, polusi tanah lebih disebabkan oleh tidak efektifnya rencana tata guna tanah landuse plan sebagai inti dari
rencana kota. Rencana tata ruang lebih merupakan doku men resmi saja yang tidak dapat diterapkan di lapangan.
b. seting Kelembagaan Manajemen lingkungan
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, kesa daran akan masalah lingkungan pun cukup meningkat, yang ditandai dengan
dibuatnya berbagai peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup. Hasil studi dari Montgomery Wat son
11
baru-baru ini menunjukkan bahwa hampir di semua ne gara Asia Pasiik ditemukan peningkatan
jumlah peraturan -peraturan baru tentang lingkungan hidup, yang diikuti dengan pembentukan lembaga-lembaga formal yang ber-
tanggung ja wab terhadap pelestarian lingkungan hidup.
Hasil studi yang cukup menarik lainnya adalah tumbuh nya kesadaran masyarakat pada masalah lingkungan sebagai akibat dari
dampak negatif atau insiden-insiden lingkungan yang disebabkan oleh pabrik-pabrik. Nampak jelas ada korelasi positif antara kesejahteraan
376
dan kesadaran terhadap lingkung an. Peningkatan kesejahteraan telah menyebabkan semakin rendahnya toleransi masyarakat terhadap
degradasi lingkungan atau meningkatnya perhatian publik terhadap lingkungan. Ke lompok-kelompok penekan pressure groups lingkungan
pun semakin tumbuh dengan subur.
Jepang sebagai salah satu negara makmur di kawasan Asia Pasiik telah mempunyai sistem perlindungan lingkungan yang mapan. Sejak
tahun 1971, negara ini telah membentuk Badan Lingkungan yang mempunyai hubungan fungsional dengan MITI Kementerian
Perdagangan Internasional dan In dustri, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dan Departemen Ilmu dan Teknologi. Teknik-
teknik pemecahan masalah lingkungan yang umumnya dilakukan adalah dengan negosiasi, seperti pemberian petunjuk, mediasi, ancaman
ver bal, dan diskusi. Pada tahun 1993, Pemerintah Jepang menge luarkan Undang-undang Pokok Lingkungan Hidup dan diikuti dengan
Rencana Induk Lingkungan pada tahun 1994. Sementara itu, Australia, Selandia Baru, dan Singapura merupakan negara-negara yang telah
mempunyai sistem lingkungan yang mapan. Pengendalian lingkungan dilakukan baik oleh pemerintah federal maupun pemerintah negara
bagian. Perkembangan yang paling akhir adalah pendirian peradilan lingkungan di negara bagian New South Wales, Australia. Di Selandia
Baru, Kementerian Lingkungan Hidup merupakan instansi pemerintah yang penting dalam menerapkan hukum lingkungan. Manajemen
lingkungan di negara ini agak mirip dengan Inggris. Sedangkan Singapura mengintegrasikan per timbangan lingkungan ke dalam pem-
bangunan ekonomi, yang peraturannya secara tegas mengatur masalah pengendalian polusi. Dengan luas lahan yang terbatas nampaknya
men do rong Pemerintah Singapura untuk menerapkan secara konse- kuen hukum lingkungan. Departemen Pengendalian Polusi yang ber-
ada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup meru pakan badan administratif penting dalam menerapkan hukum lingkungan, yang
terkenal paling ketat di antara negara-negara anggota ASEAN.
Dari studi yang dilakukan oleh Josef Leitmann
12
terhadap tujuh kota menunjukkan beberapa karakteristik yang sama, walaupun
masing-masing kota memepunyai ciri yang unik yang berbeda satu sama lain, yaitu 1 aktor-aktor dari sektor swasta dan publik mempunyai
377
motif dan tanggungjawab terha dap masalah lingkungan hidup; 2 fungsi-fungsi manajemen dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah
lingkungan hi dup, termasuk instrumen intervensi dan mekanisme koordi nasi; dan 3 Masih terdapat hambatan-hambatan yang hampir
sama untuk mengatasi masalah lingkungan hidup. Studi ini dilakukan oleh Leitmann terhadap tujuh kota metropolitan dari berbagai benua,
yaitu Accra, Jakarta, Katowice, Singrauli, Sao Paulo, Tianjin, dan Tunis. Ada dua aspek yang diteliti, yaitu aspek perundang-undangan dan
aspek instrumen mana jemen.
Tabel 10.3. Matriks Manajemen Lingkungan Perkotaan untuk Peraturan dan
Fungsi di Beberapa Kota Asia
Terdapat satu kondisi kelembagaan yang hampir sama di antara kota-kota yang diteliti, yaita bahwa pembuatan ke bijakan pokok atau
strategis menjadi tanggung jawab De partemen atau Kementerian Lingkungan Hidup, sementara pe merintah pusat lebih berperan dalam
penanganan polusi udara dan air. Sedangkan peranan pemerintah daerah masih kecil dalam fungsi-fungsi pokok manajemen lingkungan.
Dari kewenangan untuk membuat peraturan atau produk hukum yang mengatur tentang lingkungan hidup, yang mencakup kebijakaan,
udara, air, sanitasi, sampah, drainase, transportasi, dan polusi industri, Kementerian atau Departemen Lingkungan Hidup mempunyai
tanggung jawab untuk membuat kebijakan strategis tentang lingkungan hidup. Kementerian ini juga bertanggung jawab dalam pembuatan
produk hukum yang mengatur tentang udara, air, dan polusi industri. Dengan kata lain, tiga bidang ini bersifat nasional, sehingga harus
378
ditangani pula secara nasional melalui Menteri Lingkungan Hidup. Dari tujuh kota atau negara yang diteliti, hanya dua negara yang
memiliki Menteri Perkotaan Urban Ministry.
Sedangkan instrumen manajerial yang diteliti dalam ma najemen lingkungan hidup perkotaan adalah kebijakan iskal, perencanaan,
analisis dampak lingkungan, monitoring, pen didikan dan latihan, dan koordinasi. Fungsi-fungsi manajemen terdiri dari kebijakan dan
instrumen yang dapat mempengaruhi aktor-aktor manajemen per- kotaan, yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan dan mekanisme
pengambilan keputusan melalui koordinasi. Beberapa variabel ke- putusan yang penting adalah: 1 peranan partisipasi masyarakat dalam
manajemen lingkungan; 2 isu-isu koordinasi antar instansi pemerintah dan antar sektor; dan 3 hubungan antara masyarakat dengan sektor
swasta.
Kebijakan iskal yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai instrumen penting dapat diklasiikasikan menjadi dua jenis, yaitu
instrumen langsung dan instrumen tidak langsung. Tabel 10.5.
Taksonomi Instrumen Kebijakan untnk Menurunkan Polusi
Secara umum perencanaan bukanlah interumen mana jemen lingkungan hidup yang efektif. Kota Accra, sebagai con toh, merupakan
kota yang tidak terencana dan secara umum relatif tidak terkelola. Sedangkan kebijakan iskal atau ekonomi merupakan instrumen
manajemen lingkungan yang tidak lang sung. Beberapa kebijakan ekonomi yang biayanya ditetapkan, adalah kebijakan tarif terhadap
penambangan air bawah tanah dan air limbah, tarif retribusi terhadap pelayanan lingkungan yang tidak didasarkan pada biaya rata-rata tetapi
379
pada biaya marjinal dan tarif pajak tanah, dan bangunan yang di- tentukan dengan harga pasar.
Koordinasi merupakan salah satu instrumen manajemen lingkungan yang paling rumit. Dengan sifat dasar masalah ling kungan
hidup yang selalu intersektoral dan lintas batas wilayah administratif, maka koordinasi pun menjadi instrumen yang cukup berat diterapkan.
Pada tingkat manajemen perkotaan di Jakarta dan Tianjin menunjukkan kesulitan mengadakan koordinasi. Masing-masing departemen mem-
punyai rencana dan lembaga sendiri. Masalah air di Jakarta dapat di- jadi kan contoh. Penanganan masalah sungai menjadi tanggung jawab
Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, namun terda pat juga Badan Khusus Pengendalian Banjir yang bersifat koor dinatif. Selain
itu, sektor swasta juga terlibat di dalam pemba ngunan prasarana pengendalian air.
Memakai istilah Remy Proud’homme di depan bahwa ko ordinasi vertikal dan horizontal sangat penting dalam men dorong efektivitas
manajemen lingkungan perkotaan. Interaksi positif antar aktor, seperti pemerintah, pengusaha, LSM, anggota masyarakat, rumah tangga,
media massa, organisasi profesio nal, politisi, dan organisasi donor men- jadi faktor penting yang mempengaruhi efektivitas manajemen
lingkungan.
13
Spesiali sasi fungsional yang dapat dilakukan oleh masing- masing aktor tersebut adalah:
14
• Biro atau Badan Pengendalian Lingkungan yang bertang gung jawab pada penyiapan peraturan, standar pelaksana an hukum dan
monitoring. Namun seringkali ditemui ba dan ini sangat lemah dan hanya melaksanakan fungsi koordinasi saja.
• Badan Perencanaan yang bertanggung jawab pada pe nyiapan rencana yang bersahabat dengan lingkungan. Namun banyak di-
temui staf badan ini yang tidak mema hami masalah lingkungan. • Pemerintah Kota dan Organisasi Parastatal Rukun Te tangga dan
Rukun Warga yang memainkan peran vital dalam pembangunan infrastruktur lingkungan hidup.
• Penduduk dan Organisasi Masyarakat yang secara lang sung me- rasakan dampak dari kerusakan lingkungan.
380
• Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Lembaga ini sangat efektif dalam membangun kesadaran masyarakat akan masalah lingkungan.
Namun seringkali isu-isu yang terma suk “agenda coklat” masih luput dari perhatian mereka. Banyak LSM lebih memfokuskan
pada isu-isu “agenda hijau”, seperti limbah nuklir, teknologi bersih, dan seba gainya.
• Perusahaan Swasta atau Pengusaha. Pengusaha perlu dili batkan dalam pengelolaan lingkungan hidup, terutama memasukkan
biaya lingkungan sebagai bagian dari biaya yang harus dikeluarkan. • Media Massa. Melalui pesan-pesan yang disampaikan ke pada
publik, media massa, baik cetak maupun elektronik dapat mem- publikasikan masalah lingkungan yang men jangkau khalayak yang
luas dan dalam waktu yang cepat.
• Lembaga pendidikan dan profesional. Pencemaran air dan udara memerlukan penelitian yang valid, baik yang menyangkut zat-zat
pencemar maupun sumbernya. Hal ini dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian atau perguruan tinggi yang independen
untuk memberikan rekomendasi bagi pemberian sanksi atau pem- buatan per aturan.
c. Efektivitas lembaga lingkungan hidup