Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sebuah jalur yang ditempuh manusia untuk memperoleh taraf hidup yang lebih baik. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara formal, pendidikan diperoleh dalam sebuah lembaga yang disebut sekolah. Pendidikan yang diberikan oleh sekolah didasarkan pada kurikulum tertentu yang telah dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah. Kurikulum dapat diartikan sebagai kumpulan dari berbagai pengalaman yang akan dipelajari oleh siswa dan dijadikan sebagai pusat dari semua sistem penggerak komponen pendidikan lainnya Yani, 2014:2. Kurikulum bersifat dinamis karena perlu terus diperbarui agar sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan peserta didik. Pendidikan di Indonesia sendiri telah melakukan beberapa kali pergantian kurikulum. Pembaruan terakhir yang dilakukan adalah pergantian dari Kurikukulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP ke Kurikulum 2013 K-13. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum baru yang isinya sarat dengan pendidikan karakter. Kurikulum ini dilaksanakan secara bertahap di 2 semua jenjang pendidikan mulai tahun ajaran 20132014. Keistimewaan kurikulum ini terletak pada pelaksanaannya yang menggunakan pembelajaran tematik dan dilengkapi dengan pendekatan saintifik Yani, 2014:115. Di Sekolah Dasar, pembelajaran tematik mulai diterapkan di semua tingkatan kelas, tidak seperti sebelumnya yang hanya diterapkan di kelas I hingga kelas III. Lebih dari itu, pelaksanaan kurikulum dapat bejalan dengan baik apabila diiringi dengan kesiapan sarana dan prasarana pembelajaran. Hal yang termasuk dalam sarana dan prasarana yang perlu disiapkan adalah media dan alat bantu pembelajaran. Media pembelajaran sendiri dapat diartikan se bagai “sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan” Anitah, 2010:4. Hal ini berarti media menjadi alat penyalur atau penghubung antara guru dengan siswa. Lebih rinci Kustandi Sutjipto 2011:9 mengungkapkan bahwa media pembelajaran merupakan alat yang dapat membantu proses belajar mengajar guna memperjelas makna pesan yang disampaikan agar mencapai tujuan pembelajaran yang sempurna. Hal ini sejalan dengan tujuan utama media, yakni sebagai alat untuk mengefektifkan proses komunikasi pembelajaran sehingga tercapai tujuan pembelajarannya. Media pembelajaran menjadi salah satu komponen penting yang mendukung pembelajaran. Hal tersebut karena media dapat menjadi fasilitas antara guru dengan siswa dalam penyampaian materi pembelajaran di dalam kelas. Media pembelajaran dapat berbentuk visual berupa gambar, bentuk, dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 sebagainya yang memanfaatkan penglihatan. Ada pula yang berbentuk audio berupa film suara, radio, dan sebagainya yang memanfaatkan pendengaran, ataupun yang memanfaatkan keduanya yakni berbentuk audiovisual Anitah, 2010:7-48. Dengan demikinan, siswa akan lebih mudah memahami materi yang sedang dipelajarinya ketika belajar menggunakan media. Salah satu jenis media yang dapat digunakan adalah media sederhana atau yang sering dikenal dengan media konvensional. Dikatakan sederhana karena media ini mudah dibuat atau dirancang oleh guru dan penggunaanya pun mudah, baik oleh guru sendiri maupun bersama siswa. Media memang menjadi jembatan yang efektif untuk menyalurkan materi yang disampaikan guru kepada murid. Akan tetapi, harus diakui bahwa tidak semua siswa memiliki tingkat inteligensi yang sama. Tidak hanya tingkatannya, menurut sebuah teori yang dikembangkan oleh Howard Gardner, manusia memiliki beberapa jenis inteligensi dalam diri masing- masing, begitu pula pada siswa Sekolah Dasar. Menurut teori yang dinamakan Multiple Intelligences ini, setiap manusia termasuk anak-anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda atau tidak selalu sama. Akan lebih efektif jika penggunaan media dalam proses pembelajaran memperhatikan konsep multipel inteligensi. Dengan demikian masing-masing inteligensi dalam dari siswa dapat terfasilitasi oleh media pembelajaran tersebut. Kata inteligensi dapat diartikan sebagai kecerdasan. Teori multipel inteligensi atau yang dikenal dengan kecerdasan ganda dikemukakan oleh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 Howard Gardner, seorang ahli psikologi dan profesor pendidikan asal Amerika Serikat. Menurut Gardner, inteligensi merupakan kemampuan memecahkan persoalan dalam bermacam-macam situasi di kehidupan nyata Ula, 2013:82. Lebih lanjut Gardner mengungkapkan bahwa inteligensi seseorang akan lebih tepat diukur dengan melihat bagaimana cara ia memecahkan permasalahan dalam kehidupan nyata, bukan hanya dengan tes tertulis. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, Gardner menemukan bahwa setiap manusia memiliki beberapa jenis kecerdasan yang dapat ditumbuhkembangkan Ula, 2013:87. Gardner mengidentifikasi, terdapat beberapa kecerdasan yang dimiliki manusia, yakni kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan badani-kinestetik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal. Menurut Bainbridge dalam Yaumi Ibrahim 2013:9 dalam pengembangan dan pemanfaatannya, media pembelajaran kovensional dapat didasarkan pada konsep kecerdasan ganda. Hal ini karena media dapat mengakomodir berbagai macam kecerdasan yang ada di dalamnya dan menghadirkannya secara lebih riil. Kecerdasan sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan mental umum untuk belajar dan menerapkan pengetahuan dalam manipulasi lingkungan, serta kemampuan untuk berpikir abstrak. Selain dikenal dengan kecerdasan ganda, juga dikenal sebagai kecerdasan jamak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 yang secara harafiah dapat dipahami berupa berbagai macam cara untuk belajar, berpikir dan menerapkan pengetahuan. Terlihat efektif dan bermanfaat dalam dunia pendidikan tidak menjamin konsep kecerdasan ganda sering digunakan dalam proses pembelajaran. Kenyataannya, dapat dikatakan guru-guru sekolah dasar di Indonesia masih jarang menggunakan konsep ini dalam kegiatan pembelajaran atau bahkan belum pernah sekalipun. Penggunaan media pembelajaran yang berbasis konsep kecerdasan ganda juga sama jarangnya. Alasan utamanya adalah karena guru merasa kesulitan dalam menyusun rancangan pembelajaran maupun media pembelajaran yang mengakomodasi kesembilan kecerdasan tersebut. Selain itu guru juga merasa kerepotan saat pelaksaannya dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman mengenai konsep kecerdasan ganda serta penerapannya dalam proses pembelajaran. Jika dipahami dengan baik, konsep kecerdasan ganda merupakan konsep yang sangat baik untuk diterapakan dalam proses pembelajaran. Melalui konsep ini siswa dapat berkembang dengan baik sesuai dengan kemampuan atau inteligensi yang dimiliki. Konsep ini juga membantu mempersiapkan siswa dalam menghadapi persoalan dunia nyata yang lebih kompleks. Akan tetapi, penggunakan konsep ini dalam proses pembelajaran di sekolah dasar di Indonesia masih jauh dari kata sering. Selain minimnya peran guru dalam usaha menerapkan konsep kecerdasan ganda, kurangnya 6 kehadiran buku-buku pelajaran yang berorientasi pada kecerdasan ganda maupun media pembelajaran berbasis kecerdasan ganda yang diterbitkan pemerintah juga turut menjadi penyebabnya. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas II A SDN Kalasan 1, ibu Purwanti pada tanggal 28 Juli 2015, diperoleh informasi bahwa meskipun telah memahami fungsi dan tujuan media, tetapi frekuensi penggunaanya dalam proses pembelajaran masih terbilang kecil. Alasan utamanya karena terdapat materi-materi yang dianggap tidak memerlukan media dalam proses pembelajarannya. Selain itu, media yang digunakan diperoleh dari buku-buku penunjang dan media-media pembelajaran yang telah disediakan oleh sekolah. Media yang disediakan sekolah dan digunakan guru merupakan media konvensional. Hal ini dikarenakan media yang bersumber dari buku dianggap sulit dipahami oleh siswa karena menggunakan bahasa yang rumit dan membingungkan siswa. Konsep kecerdasan ganda sendiri sudah dikenal, akan tetapi belum dipahami secara utuh dan mendalam. Meskipun demikian, konsep kecerdasan ganda dianggap baik untuk dikembangkan dalam proses pembelajaran. Beberapa kecerdasan sudah disisipkan dalam proses pembelajaran, meskipun dengan porsi yang dapat dikatakan sangat minim. Kecerdasan-kecerdasan tersebut antara lain yang berkaitan dengan linguistik, logis-matematis dan sosial. Sulitnya mengembangan media dengan konsep kecerdasan ganda PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 dikarenakan terbatasnya waktu dalam pembelajaran serta sarana dan prasarana yang belum memadai. Berdasarkan permasalahan tersebut, guru membutuhkan media konvensional yang dapat mengemas konsep kecerdasan ganda untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti mencoba mengembangkan media pembelajaran konvensional berbasis kecerdasan ganda yang dibutuhkan oleh guru dan siswa dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Konvensional Berbasis Kecerdasan Ganda Pada Subtema Tugasku Sehari-hari di Rumah Untuk Siswa Kelas II Sekolah Dasar ”

B. Rumusan Masalah