Gambar 8.6 Grafik tingkat keberhasilan persilangan di Pati berdasar jumlah individu A dan persentasi B menggunakan tetua jantan DTE, DMT,
DBI dan GSK Kelapa unggul nasional yang digunakan sebagai tetua jantan DMT, DTE,
DBI, GSK untuk persilangan di Pati menunjukkan tingkat keberhasilan yang berbeda. Tetua jantan kelapa Dalam Bali DBI memiliki persentasi paling tinggi
100 sedangkan tetua jantan kelapa Dalam Takome DTE paling rendah 34. Hal ini menyatakan bahwa individu legitimate hybrid lebih banyak diperoleh dari
penyerbukan polen kelapa DBI.
8.3.5 Profil Alel Persilangan Kelapa Kopyor Lampung dengan Marka SNAP SSR
Identitas progeni persilangan kelapa kopyor di Lampung dianalisis pada stadia bibit kelapa kopyor menggunakan dua primer SNAP dan empat primer SSR.
Amplifikasi DNA dengan dua primer SNAP gen WRKY menunjukkan bahwa umumnya profil alel F
1
sama dengan alel tetua betina yang mengindikasikan
individu individu F
1
adalah legitimate hybrid. Pada populasi ini amplifikasi DNA dengan primer SNAP tidak dapat menggunakan reaksi duplex PCR karena ukuran
antar primer WRKY191 210 bp dan WRKY213 237 bp terlalu dekat kurang dari 30 bp. Menurut Culley et al. 2013 berbagai perbedaan pasangan
primer dapat digunakan dalam reaksi multiplex PCR, namun kombinasi ukuran primer yang tepat akan menghasilkan fragmen yang tidak tumpang-tindih
overlapping. Untuk empat primer SSR menunjukkan bahwa umumnya alel tetua ditemukan di progeni legitimate hybrid. Contoh profil alel tetua dan progeni
persilangan di Lampung tipe persilangan 46H x DBI tersaji pada Gambar 8.7.
Gambar 8.7 Profil alel tetua dan progeni persilangan di Lampung. A primer SNAP gen WRKY213 237 pb; 46H adalah tetua betina; DBI adalah
tetua jantan. B primer SSR CnCir 56; 46H dan 53C adalah tetua betina; DBI adalah tetua jantan. M: DNA marker 100 pb ladder. Nomor dalam
foto gel adalah skoring alel dari pita di sebelah kiri nomor dimaksud
8.3.6 Analisis Kebenaran Tetua