Pemuliaan Tanaman Kelapa Indonesia

Marka SSR berbasis PCR digunakan untuk DNA fingerprinting, pemetaan gen, analisis parental, studi keragaman genetik dan populasi genetik. Marka molekuler ini memiliki polimorfisme yang tinggi, kodominan dan dapat membedakan berbagai alel pada spesies tanaman karena variasi jumlah unitmotif berulang, yang terdiri atas 1 –6 pb sekuens DNA, seperti pengulangan dinukleotida [contohnya AT n atau CT n ] dan trinukleotida [contohnya ATT n ], yang tersebar terutama pada daerah antara gen-gen dan daerah nonkoding dalam genom Meksem dan Kahl 2005. Marka SSR sangat sering digunakan dalam penelitian tanaman kelapa, yang pertama kali dikembangkan oleh Rivera 1999 menguji 41 lokus SSR pada 20 aksesi kelapa. Teulat et al. 2000 menggunakan 37 lokus SSR yang dikembangkan Rivera 1999 untuk menentukan keragaman genetik 31 individu tanaman dari 14 populasi yang berbeda secara geografi. Selanjutnya penggunaan marka SSR lebih banyak diaplikasikan untuk analisis keragaman genetik tanaman kelapa di antaranya yang dilakukan oleh Perera et al. 2000, Meerow et al. 2003, Kumaunang dan Maskromo 2007, Rajesh et al. 2008, Devakumar et al. 2010, Kumar et al. 2011, Kriswiyanti et al. 2013, Xiao et al. 2013, Rajesh et al. 2014, Maskromo et al. 2015, dan Loiola et al. 2016. Selain itu, penerapan analisis parental telah dilakukan Perera 2010; Martial et al. 2013; Pesik et al. 2015 dan analisis penyebaran serbuk sari kelapa kopyor Larekeng et al. 2015. Marka SNAP adalah marka berdasarkan variasi perubahan satu basa A, T, G, C pada situs-situs tertentu dari runutan basa DNA dalam genom organisme Ganal et al. 2009. Polimorfisme SNP tersedia melimpah dan terdistribusi secara merata pada genom organisme hidup sehingga mudah dimanfaatkan dalam analisis untuk mengidentifikasi keragaman yang tinggi Peterson et al. 2014. Metode analisis SNP dibagi atas dua yaitu: 1 metode analisis tanpa menggunakan gel yang berdasarkan informasi sekuens Gupta et al. 2001; Hiremath et al. 2012; dan 2 metode analisis menggunakan gel dengan teknologi marka CAPs atau Cleaved Amplified Polimorphisms Li et al. 2009. Identifikasi polimorfisme menggunakan metode CAPs didasarkan pada perbedaan situs restriksi runutan DNA antar individu. Kelemahan metode CAPs ini adalah tidak mampu mengidentifikasi polimorfisme apabila perubahan satu basa yang terjadi tidak memiliki perbedaan situs restriksi Amar et al. 2011. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperkecil kelemahan tersebut adalah mengembangkan marka SNAP Single Nucleotide Amplified Polymorphism berdasarkan teknik PCR. Teknologi marka SNAP berdasarkan teknik PCR, menggunakan primer spesifik untuk amplifikasi situs-situs SNP pada segmen DNA dengan ukuran berkisar antara 100 –500 basa dan hasil amplifikasinya diidentifikasi mengguna- kan metode standar elektroforesis gel agarosa Rafalski 2012. Marka DNA berbasis SNAP adalah satu-satunya marka DNA yang memiliki sifat bi-alel dan ko-dominan, sehingga mampu membedakan alel homozigot dari heterozigot yang efisien Jihong et al. 2015. Marka SNAP juga terbukti menghasilkan kualitas data yang lebih baik dari sejumlah besar sampel pada penelitian genetika dan evolusi Ren et al. 2013. Penggunaan marka SNAP untuk analisis keragaman genetik pada berbagai tanaman sudah banyak dilakukan tetapi pada tanaman kelapa masih jarang digunakan. Herrera et al. 2007 melaporkan analisis keragaman genetik dan struktur populasi 110 genotipe plasma nutfah kelapa Florida menggunakan 13 marka yang diperoleh dari sekuens WRKY yang mengandung SNP dan 15 marka SSR. Saat ini marka molekuler berbasis PCR makin berkembang karena kemudahan dan peluang keberhasilannya tinggi. Amplifikasi DNA dengan reaksi multiplex PCR telah lama dikembangkan. Multiplex PCR terdiri atas dua atau lebih primer dalam satu campuran PCR untuk menghasilkan ukuran amplikon berbeda yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda Liu dan Wu 2012. Multiplex PCR pertama kali dilaporkan pada tahun 1988 untuk skrining delesi di bidang medis dan telah berhasil digunakan untuk analisis mutasi dan polimorfisme, analisis kuantitatif dan identifikasi spesies. Metode ini dapat secara simultan mengamplifikasi DNA dengan primer campuran, sehingga mengurangi waktu kerja, menghemat biaya dan mendapatkan hasil yang akurat Wen dan Zang 2012. Penggunaan marka molekuler yang berasosiasi dengan lokus suatu karakter sesuai dengan peta pautan dan genom bertujuan untuk menyeleksi tanaman sesuai karakter yang diinginkan. Kemampuan seleksi menggunakan pita DNA pada sembarang fase perkembangan tanaman, membuat marka molekuler sebagai alat yang cepat dan akurat untuk mengevaluasi kebenaran dan kemurnian suatu kultivar. Marka molekuler dapat mendeteksi variasi genetik dan sifat polimorfismenya tanpa dipengaruhi oleh faktor plastisitas lingkungan Tanksley 1983. Integrasi marka molekuler ke dalam program marker assisted selection MAS diketahui mampu meningkatkan efektivitas seleksi. Lokus DNA yang berasosiasi dengan komponen produktivitas dan mempunyai pengaruh genetik yang besar akan bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas seleksi Brumlop dan Finckh 2011. Langkah awal yang sangat penting dalam pemanfaatan marka molekuler adalah menentukan marka yang berasosiasi atau terpaut dengan suatu sifat yang diinginkan. Hal ini dapat dicapai dengan analisis dan pemetaan QTL Quantitative Trait Loci sehingga diharapkan para pemulia dapat melakukan seleksi hasil persilangan dengan memanfaatkan marka molekuler yang terpaut dengan karakter yang diinginkan. Salah satu cara untuk mengidentifikasi keberadaan QTL yang terkait dengan suatu karakter fenotipik adalah analisis marka tunggal Champoux et al. 1995 Collard et al. 2005. Keuntungan menggunakan analisis marka tunggal terletak pada kesederhanaannya. Analisis marka tunggal dapat diaplikasikan dengan mudah untuk semua rancangan percobaan dan dapat mendeteksi beberapa lokus sifat kuantitatif yang tidak terpaut satu sama lain menggunakan program standar SAS untuk regresi berganda dimana pengaruh QTL dan interaksinya dapat diestimasi secara simultan. Analisis ini mempunyai kelemahan yaitu lokasi QTL yang tepat tidak dapat diketahui Liu 1998. Daftar Pustaka [IPGRI] The International Board of Plant Genetic Resources Institute. 2003. Descriptores del ulluco Ullucus tuberosus. Roma, Italia IT: Instituto Internacional de Recursos Fitogeneticos Centro Internacional de la Papa. Agarwal M, Shrivastava N, Padh H. 2008. Advances in molecular marker techniques and their applications in plant sciences. Plant Cell Rep. 27:617- 631. doi: DOI 10.1007s00299-008-0507-z. Amar MH, Biswas MK, Zhang Z, Guo WW. 2011. Exploitation of SSR, SRAP and CAPS-SNP markers for genetic diversity of citrus germplasm collection. Sci Hortic. 2011128:220-227. doi: 10.1016j.scienta.2011.01.021. Brumlop S, Finckh MR. 2011. Applications and potentials of marker assisted selection MAS in plant breeding. Bonn, Germany DE: Bundesamt für Naturschutz BfN Federal Agency for Nature Conservation. Champoux MC, Wang G, Sarkarung S, OToole JC, Huang N, McCouch SR. 1995. Locating genes associated with root morphology and drought avoidance in rice via linkage to molecular markers. Theor Appl Genet. 90:969-981. Chan E, Craig RE. 2006. Species profiles for pacific island agroforestry: Cocos nucifera L. Coconut. Hawai US: Traditional Tree Initiative - Permanent Agriculture Resources. Collard BCY, Jahufer MZZ, Brouwer JB, Pang ECK. 2005. An introduction to markers, quantitative trait loci QTL mapping and marker-assisted selection for crop improvement: the basic concepts. Euphytica. 2005142:169-196. doi: 10.1007s10681-005-1681-5. Devakumar K, Niral V, Jerard BA, Jayabose C, Chandramohanan R, Jacob PM. 2010. Microsatellite analysis of distinct coconut accessions from Agati and Kavaratti islands, Lakshadweep, India. Sci Hortic. 125:309-315. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia. Diakses tanggal: Sep 05, 2015, Tersedia pada: http:ditjenbun.deptan.go.idcigraphindex.phpviewstatkomoditiutama5- Kelapa . Eulgem T, Rushton PJ, Robatzek S, Somssich IE. 2000. The WRKY superfamily of plant transcription factors. Trends Plant Sci. 5:199-206. Foale M. 1992. Coconut genetic diversity: present knowledge and future research needs. IPGRI Workshop on Coconut Genetic Resources in Cipanas, Indonesia, 8-11 Oct 1991, IPGRI Rome IT:46-55. Foale M. 2005. An introduction to the coconut palm. Coconut Genetic Resources. Batugal P, et al., editor. Selangor, Malaysia MY: International Plant Genetic Resources Institute:1-779. Ganal MW, Altmann T, Roder MS. 2009. SNP identification in crop plant. Curr Opin Plant Biol. 12:211-217. Govindaraj M, Vetriventham M, Srinivasan M. 2015. Importance of genetic diversity assesment in crop plants and its recent advances: an overview of its analytical perspectives. Genet Res Intl. 2015:1-14. doi: 10.11552015431487.