Keanekaragaman Tanaman Kelapa Keragaman Genetik Plasma Nutfah Kelapa Indonesia Dan Penentuan Identitas Kelapa Hibrida Berdasarkan Marka Molekuler

Karakterisasi adalah proses deskripsi suatu karakter atau kualitas suatu individu. Karakterisasi sumber genetik merujuk pada proses identifikasi atau diferensiasi aksesi. Terminologi yang disepakati oleh GenBank dan germplasm management, karakterisasi adalah deskripsi karakter yang pewarisannya tinggi, mudah dilihat secara kasat mata, dan terekspresi stabil pada berbagai lingkungan [IPGRI] The International Board of Plant Genetic Resources Institute 2003. Pemuliaan tanaman kelapa di Indonesia telah dilakukan sejak 19111912 saat pemerintah Belanda mengoleksi 240 buah kelapa yang berasal dari kelapa Dalam terpilih di pulau Jawa. Pada tahun 1927 pemerintah Belanda mendirikan Klapper Proef Station di Manado dengan kegiatan eksplorasi, seleksi dan koleksi plasma nutfah kelapa yang berada di Desa Mapanget oleh seorang ahli agronomi yaitu Dr. P.L.M. Tammes. Seleksi dilakukan berdasarkan jumlah produksi per pohon dan terseleksi 100 pohon, dari setiap pohon diambil buahnya untuk ditanam di Kebun Percobaan Mapanget. Setiap nomor tetua ditanam dalam bentuk barisan sebanyak 10 pohon sehingga seluruhnya berjumlah 1 000 pohon Reyne 1948. Populasi ini dikenal sebagai koleksi Tammes. Pada tahun 1955, seorang pemulia tanaman berkebangsaan Jerman yaitu Dipl. Ing. A.F. Ihne melakukan seleksi negatif berdasarkan produksi di setiap pohon dari koleksi Tammes dan didapatkan 42 nomor pohon terpilih. Hasil seleksi negatif tersebut selanjutnya diseleksi lagi dan didapatkan 29 nomor pohon yang digunakan sebagai tetua dalam persilangan terbuka dan buatan untuk uji keturunan. Program pemuliaan kelapa dilanjutkan pada tahun 19731974 oleh pemulia tanaman Balit Palma dan Dr. Liyanage pemulia dari UNDPFAO. Mereka melakukan survei pada beberapa provinsi di Indonesia untuk mengidentifikasi karakter tanaman kelapa yang cocok untuk ditanam di Kebun Percobaan Mapanget Novarianto et al. 1998. Kelapa kopyor Indonesia dengan endosperma abnormal, menurut Sudarsono et al. 2012 diduga dikendalikan oleh gen mutan resesif “k” sedangkan endosperma normal dikendalikan oleh gen dominan “K”. Secara genetik, segregasi genotipe tanaman kelapa kopyor dan fenotipe endosperma memiliki tiga dugaan. Pertama, buah kelapa kopyor kk mempunyai embrio zigotik dengan genotipe homozigot “kk” dan endosperma genotipe homozigot “kkk”. Buah kelapa kopyor tidak akan berkecambah secara alami karena abnormalitas endosperma sehingga buahnya tidak dapat dijadikan sebagai bibit. Untuk mendapatkan bibit dari buah kelapa kopyor, embrio zigotik harus dikulturkan secara in vitro. Setelah berkecambah, embrio tersebut akan berkembang menjadi bibit homosigot “kk”. Keunggulan bibit ini adalah kemampuan menghasilkan buah kopyor 100 per tandannya, dengan asumsi tidak ada pohon kelapa berbuah normal genotipe KK atau Kk di sekitarnya yang memungkinkan terjadi persilangan. Kelemahan bibit ini, di pasaran bibit kelapa kopyor hasil kultur embrio zigotik masih belum terjangkau oleh petani karena harganya sangat mahal Rp. 350 000bibit dan pesanan minimal 100 bibit. Kedua, buah kelapa normal Kk mempunyai embrio zigotik heterozigot Kk dengan endosperma normal heterozigot “Kkk atau KKk”. Buah kelapa normal dengan genotipe embrio zigotik “Kk” dapat berkecambah secara alami karena endospermanya normal sehingga buahnya dapat dijadikan sebagai bibit. Bibit dari buah kelapa normal yang embrio zigotiknya “Kk” akan menghasilkan bibit kelapa kopyor heterozigot yang berpotensi menghasilkan buah kopyor. Keunggulan bibit ini sangat mudah dihasilkan dan tidak memerlukan biaya produksi yang mahal. Harga jual lebih murah Rp. 35 000, akan tetapi hetero- zigositas gen pengendali sifat kopyor, dapat menghasilkan buah kopyor dari bibit kelapa kopyor heterozigot bervariasi antara 20 –50 per tandan tergantung tipe kelapa Dalam atau Genjah dan adanya tegakan kelapa normal dapat menyumbangkan serbuk sari normal K di sekitar kelapa kopyor heterozigot. Adanya kelapa berbuah normal akan menurunkan persentase pembentukan buah kopyor. Ketiga, buah kelapa normal KK mempunyai embrio zigotik dengan genotipe homozigot “KK” dan endosperma normal dengan genotipe homozigot “KKK”. Buah kelapa ini dapat berkecambah secara alami karena endosperma normal sehingga buah tidak dapat dijadikan bibit. Bibit tersebut akan menghasilkan kelapa normal homozigot, yang tidak pernah menghasilkan buah kopyor. Bibit kelapa kopyor heterozigot “Kk” dapat dihasilkan melalui persilangan terkontrol antara induk beti na heterozigot “Kk” dengan induk jantan homozigot “kk” hasil kultur in vitro. Hasilnya 50 buah kelapa kopyor embrio zigotik “kk” dan endosperma “kkk” dan 50 buah kelapa normal heterozigot embrio zigotik “Kk” dan endosperma “Kkk atau “KKk”. Program pemuliaan tanaman kelapa di Indonesia dibagi atas: 1 program jangka pendek terutama ditujukan untuk menghasilkan benih yang berkualitas baik, yang diharapkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri kelapa; dan 2 program jangka panjang bertujuan untuk memperbaiki populasi tanaman kelapa. Populasi ini diharapkan mampu memproduksi koprahathn tinggi, lebih cepat berbuah, kadar minyak tinggi, resisten terhadap penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa, pemeliharaan sederhana, toleran terhadap lahan gambut atau pasang surut, tahan kekeringan serta kadar asam laurat dan protein tinggi Novarianto 2008. Penyediaan benih dan kebun kelapa merupakan bagian penting dalam upaya perakitan kelapa. Program penyediaan benih jangka pendek dapat dilakukan melalui pemanfaatan kelapa Dalam unggul lokal, sedangkan program pembangunan kebun induk kelapa untuk jangka panjang dilaksanakan dengan membangun Kebun Induk Kelapa Dalam Komposit KIKD Komposit. Untuk mempercepat seleksi varietas kelapa unggul di setiap daerah dan sebagai tetua dalam perakitan kelapa Dalam komposit, dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknik molekuler Novarianto 2008.

2.3 Marka Molekuler

Marka molekuler dapat menunjukkan perbedaan genetik antara individu organisme atau spesies. Umumnya, marka tidak mewakili gen target pembeda komposisi genetik, tetapi bertindak sebagai tanda Collard et al. 2005. Variasi alel dalam genom dari spesies yang sama diklasifikasikan dalam tiga kelompok utama berdasarkan perbedaan jumlah tandem repeats pada sebagian lokus yaitu Simple Sequence Repeats SSR, segmen insersi atau delesi InDels dan Single Nucleotide Polymorphism SNP. Untuk mendeteksi variasi ini dalam progeni individu level DNA, telah dikembangkan marka molekuler. Umumnya marka molekuler dikembangkan untuk mendeteksi polimorfisme yang dihasilkan dari ketiga bentuk variasi ini Hayward et al. 2015. Marka SSR berbasis PCR digunakan untuk DNA fingerprinting, pemetaan gen, analisis parental, studi keragaman genetik dan populasi genetik. Marka molekuler ini memiliki polimorfisme yang tinggi, kodominan dan dapat membedakan berbagai alel pada spesies tanaman karena variasi jumlah unitmotif berulang, yang terdiri atas 1 –6 pb sekuens DNA, seperti pengulangan dinukleotida [contohnya AT n atau CT n ] dan trinukleotida [contohnya ATT n ], yang tersebar terutama pada daerah antara gen-gen dan daerah nonkoding dalam genom Meksem dan Kahl 2005. Marka SSR sangat sering digunakan dalam penelitian tanaman kelapa, yang pertama kali dikembangkan oleh Rivera 1999 menguji 41 lokus SSR pada 20 aksesi kelapa. Teulat et al. 2000 menggunakan 37 lokus SSR yang dikembangkan Rivera 1999 untuk menentukan keragaman genetik 31 individu tanaman dari 14 populasi yang berbeda secara geografi. Selanjutnya penggunaan marka SSR lebih banyak diaplikasikan untuk analisis keragaman genetik tanaman kelapa di antaranya yang dilakukan oleh Perera et al. 2000, Meerow et al. 2003, Kumaunang dan Maskromo 2007, Rajesh et al. 2008, Devakumar et al. 2010, Kumar et al. 2011, Kriswiyanti et al. 2013, Xiao et al. 2013, Rajesh et al. 2014, Maskromo et al. 2015, dan Loiola et al. 2016. Selain itu, penerapan analisis parental telah dilakukan Perera 2010; Martial et al. 2013; Pesik et al. 2015 dan analisis penyebaran serbuk sari kelapa kopyor Larekeng et al. 2015. Marka SNAP adalah marka berdasarkan variasi perubahan satu basa A, T, G, C pada situs-situs tertentu dari runutan basa DNA dalam genom organisme Ganal et al. 2009. Polimorfisme SNP tersedia melimpah dan terdistribusi secara merata pada genom organisme hidup sehingga mudah dimanfaatkan dalam analisis untuk mengidentifikasi keragaman yang tinggi Peterson et al. 2014. Metode analisis SNP dibagi atas dua yaitu: 1 metode analisis tanpa menggunakan gel yang berdasarkan informasi sekuens Gupta et al. 2001; Hiremath et al. 2012; dan 2 metode analisis menggunakan gel dengan teknologi marka CAPs atau Cleaved Amplified Polimorphisms Li et al. 2009. Identifikasi polimorfisme menggunakan metode CAPs didasarkan pada perbedaan situs restriksi runutan DNA antar individu. Kelemahan metode CAPs ini adalah tidak mampu mengidentifikasi polimorfisme apabila perubahan satu basa yang terjadi tidak memiliki perbedaan situs restriksi Amar et al. 2011. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperkecil kelemahan tersebut adalah mengembangkan marka SNAP Single Nucleotide Amplified Polymorphism berdasarkan teknik PCR. Teknologi marka SNAP berdasarkan teknik PCR, menggunakan primer spesifik untuk amplifikasi situs-situs SNP pada segmen DNA dengan ukuran berkisar antara 100 –500 basa dan hasil amplifikasinya diidentifikasi mengguna- kan metode standar elektroforesis gel agarosa Rafalski 2012. Marka DNA berbasis SNAP adalah satu-satunya marka DNA yang memiliki sifat bi-alel dan ko-dominan, sehingga mampu membedakan alel homozigot dari heterozigot yang efisien Jihong et al. 2015. Marka SNAP juga terbukti menghasilkan kualitas data yang lebih baik dari sejumlah besar sampel pada penelitian genetika dan evolusi Ren et al. 2013. Penggunaan marka SNAP untuk analisis keragaman genetik pada berbagai tanaman sudah banyak dilakukan tetapi pada tanaman kelapa masih jarang