Hasil dan Pembahasan Keragaman Genetik Plasma Nutfah Kelapa Indonesia Dan Penentuan Identitas Kelapa Hibrida Berdasarkan Marka Molekuler

100 –120 butirpohontahun Novarianto 2008. Lokus CNZ 51 memiliki kombinasi alel lebih banyak 5 kombinasi dibandingkan lokus CNZ 21 3 kombinasi. Lima kombinasi alel tersebut memiliki rata-rata jumlah buah per tandan tertinggi 8.16 pada alel 55 yang melebihi rata-rata alel tetua betina sedangkan alel 25 memiliki rata-rata terendah 5.19. Tabel 7.2 Hasil analisis asosiasi marka tunggal dengan 19 primer SSR untuk karakter jumlah buah per tandan dan komponen buah Lokus Berat Buah Utuh Berat Buah Tanpa Sabut Berat Buah Tanpa Air Berat Daging Buah Tebal Daging Buah Jumlah Buah Per Tandan CNZ 21 - - - - - CNZ 51 - - - - - CnCir 56 - - - - - CnCir A9 - - - - - - CnCir 87 - - - - CnCir 123 - - - - - - CnCir 121 - - - - - - CnCir C5 - - - - - - CnCir 9 - - - - - - CnCir E4 x x x x x x CnCir A3 - - - - - - CnCir H11 - - - - - - CnCir 73 - - - - - - CnCir 1 - - - - - - CnCir 226 x x x x x x CnCir E11 - - - - - - CnCir 119 - - - - - - CnCir E2 - - - - - - CnCir 2 - - - - - - Ket.: - = tidak signifikan; = signifikan alpha 5; x = tidak dapat dihitung karena marka hanya memiliki satu alel. Gambar 7.2 Variasi alel dan rataan jumlah buah per tandan pada dua lokus SSR CNZ 21 dan CNZ 51. Simbol ● menunjukkan nilai rata-rata karakter dari masing-masing alel Asosiasi marka SSR dengan karakter berat buah utuh dan berat buah tanpa sabut, menunjukkan bahwa kedua karakter ini berasosiasi dengan satu marka yang sama yaitu CnCir 87. Variasi alel dengan marka CnCir 87 dapat dilihat pada Gambar 7.3A dan Gambar 7.3B. Untuk karakter berat buah utuh, alel 22 memiliki rata-rata lebih besar dari kedua tetua sedangkan alel 11 dan 12 lebih kecil dari tetua jantan dan betina. Karakter berat buah tanpa sabut dengan alel 11 dan 12 memiliki nilai rata-rata yang lebih rendah dari tetua sedangkan alel 22 memiliki nilai rata-rata mendekati kedua tetua. Karakter tebal daging buah hanya berasosiasi dengan marka CnCir 56 dan variasi alelnya ditunjukkan pada Gambar 7.3C. Alel 11, 12 dan 13 mempunyai rata-rata nilai tebal daging buah yang hampir sama dengan tetua betina dan tetua jantan 0.9 –1.15. Karakter berat buah tanpa air dan berat daging buah tidak memiliki asosiasi dengan 19 marka SSR yang diuji. Tetua ♀ Tetua ♂ F 1 Tetua ♀ Tetua ♂ F 1 Gambar 7.3 Variasi alel dan rataan berat buah utuh, berat buah tanpa sabut, dan tebal daging pada dua lokus SSR CnCir 87 dan CnCir 56. Simbol ● menunjukkan nilai rata-rata karakter dari masing-masing alel Marka-marka yang berkorelasi nyata CNZ 21, CNZ 51, CnCir 87, CnCir 56 merupakan lokus-lokus yang berasosiasi dengan karakter jumlah buah per tandan, berat buah utuh, berat buah tanpa sabut, tebal daging buah sehingga dapat diuji dan dieksplorasi lebih lanjut pada populasi yang lebih sesuai dengan ukuran populasi minimum yang cukup dalam upaya perbaikan genetik. Tetua ♀ Tetua ♂ F 1 Tetua ♀ Tetua ♂ F 1 Tetua ♀ Tetua ♂ F 1

7.4 Simpulan

Karakter berat buah tanpa sabut, berat buah tanpa air dan berat daging buah memiliki nilai koefisien keragaman sedang 20-50 sedangkan karakter berat buah utuh, tebal daging buah dan jumlah buah per tandan mempunyai nilai koefisien keragaman rendah 20. Hasil analisis marka tunggal menunjukkan bahwa karakter jumlah buah per tandan berasosiasi dengan 2 marka CNZ 21 dan CNZ 51. Asosiasi marka SSR dengan karakter berat buah utuh dan berat buah tanpa sabut, menunjukkan bahwa kedua karakter ini berasosiasi dengan satu marka yang sama yaitu CnCir 87 sedangkan karakter tebal daging buah hanya berasosiasi dengan satu marka CnCir 56. Karakter berat buah tanpa air dan berat daging buah tidak memiliki asosiasi dengan 19 marka SSR yang diuji. Hasil penelitian ini merupakan data awal penggunaan marka SSR terkait dengan karakter jumlah buah per tandan dan komponen buah kelapa. Daftar Pustaka Asmono D. 1992. Struktur genetik beberapa populasi kelapa berdasarkan analisa isozim dan karakter morfologi dan agronomi. [Magister Thesis], Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Champoux MC, Wang G, Sarkarung S, OToole JC, Huang N, McCouch SR. 1995. Locating genes associated with root morphology and drought avoidance in rice via linkage to molecular markers. Theor Appl Genet. 90:969-981. Collard BCY, Jahufer MZZ, Brouwer JB, Pang ECK. 2005. An introduction to markers, quantitative trait loci QTL mapping and marker-assisted selection for crop improvement: the basic concepts. Euphytica. 2005142:169-196. doi: 10.1007s10681-005-1681-5. Falconer DS, Mackay TFC. 1996. Introduction to quantitative genetics. London UK: Prentice Hall. Francia E, Tacconi G, Crosatti C, Barabaschi D, Bulgarelli D, Dall’Aglio E, Vale G. 2005. Marker assisted selection in crop plants. Plant Cell, Tissue Organ Culture. 82:317-342. Herran A, Estioko L, Becker D, Rodriguez MJB, Rohde W. 2000. Linkage mapping and QTL analysis in coconut Cocos nucifera L.. Theor Appl Genet. 101:292-300. Lebrun P, Baudouin L, Bourdeix R, Konan JL, Barker JHA, Aldam C, Herran A, Ritter E. 2001. Construction of a linkage map of the Rennell Island Tall coconut type Cocos nucifera L. and QTL analysis for yield characters. Genome. 44:962-970. Mahayu WM, Novarianto H. 2014. Karakteristik generasi selfing kelapa Dalam Mapanget untuk seleksi pohon induk sumber polen. Buletin Palma. 151:24-32. Maskromo I, Sudarsono, Novarianto H, Sukma D. 2011. Fenologi pembungaan tiga varietas kelapa genjah kopyor Pati. Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia PERHORTI, Balitsa, Lembang ID. McCough SR, Chen X, Panaud O, Temnykh S, Xu Y, Cho YG, Huang N, Ishii T, Blair M. 1997. Microsatellite marker development, mapping, and applications in rice genetics and breeding. Plant Mol Biol. 35:89-99. Novarianto H. 2008. Perakitan kelapa unggul melalui teknik molekuler dan implikasinya terhadap peremajaan kelapa di Indonesia [Assembling of superior coconut by molecular technique and its implication to coconut renewal in Indonesia] [in Indonesia]. Pengembangan Inovasi Pertanian. 14:259-273. Pandin DS. 2009. Keragaman genetik kultivar kelapa Dalam Mapanget DMT dan Dalam Tenga DTA berdasarkan penanda Random Amplified Polymorphic DNA RAPD. Buletin Palma. 36:17-29. Perera PIP, Hocher V, Weerakoon LK, Yakandawala DMD, Fernando SC, Verdeil JL. 2010. Early inflorescence and floral development in Cocos nucifera L. Arecaceae: Arecoideae. South African J Bot. 76:482-492. Rohde W, Becker D, Kullaya A, Rodriguez J, Herran A. 1999. Analysis of coconut germplasm biodiversity by DNA marker technologies and construction of a genetic linkage map: Current advances in coconut biotechnology. Oropeza C, et al., editor. Dordrecht DE: Kluwer Academic Publishers:99-120. Tenda ET, Lengkey HG. 2005. Waktu pembungaan dan produksi buah beberapa jenis kelapa hibrida. Buletin Palma. 29:1-7. 8 IDENTIFIKASI KELAPA HIBRIDA KOPYOR BERDASARKAN MARKA SNAP DAN SSR Abstrak Penentuan identitas progeni hasil persilangan terkontrol membutuhkan waktu dan tahapan yang lama untuk memastikan kebenaran tetua. Penggunaan marka SNAP dan SSR dapat mempercepat pendugaan kebenaran tetua dan progeni. Tujuan penelitian ini adalah melakukan seleksi 16 primer SNAP dan 20 primer SSR yang dapat membedakan alel tetua betina dan jantan serta mengidentifikasi bibit yang berasal dari buah normal hasil persilangan terkontrol kelapa kopyor di Pati dan Lampung dengan kelapa unggul nasional DTE, DMT, DBI, GSK menggunakan marka SNAP dan SSR. Pada persilangan di Pati, hasil seleksi primer mendapatkan 4 primer SNAP WRKY61, WRKY63, WRKY191 dan WRKY213 dan 4 primer SSR CNZ 21, CNZ 51, CnCir 56 dan CnCir A9. Namun, persilangan di Lampung ditemukan 2 primer SNAP WRKY191 dan WRKY213 dan 4 primer SSR CNZ 21, CNZ 51, CnCir 56 dan CnCir A9. Identifikasi hibrida kelapa Kopyor di Lampung memiliki tingkat keberhasilan persilangan lebih tinggi dibandingkan di Pati. Rata-rata persentasi persilangan di Lampung mencapai 84.4 total 36 individu legitimate hybrid dan 15.6 total 7 individu illegitimate hybrid, sedangkan di Pati hanya mencapai 63.5 total 127 individu legitimate hybrid dan 36.5 total 73 individu illegitimate hybrid. Kata kunci: kelapa kopyor, legitimate hybrid, illegitimate hybrid Abstract Determining the identity of progeny within breeding programme takes time and long stages to ensure the legitimacy of parents. Use of SNAP and SSR markers can speed estimation the truth parents and its progeny. The aims of this study were to select the 16 SNAP primer and 20 SSR primer to distinguish alleles of females and males parent, and to identify the seeds plant from fruits normal resulted from breeding programme of coconut kopyor in Pati Central of Java and Lampung South of Sumatra by utilize Indonesian superior coconut DTE, DMT, DBI, GSK using SNAP and SSR markers. On breeding programme in Pati, there is four selected primer for SNAP WRKY61, WRKY63, WRKY191 and WRKY213 and four of SSR primers CNZ 21, CNZ 51, CnCir 56 and CnCir A9. However, the breeding programme in Lampung found two SNAP primers WRKY19P1 and WRKY21P3 and four SSR primers CNZ 21, CNZ 51, CnCir 56 and CnCir A9. Identification of controlled crossing of coconut Kopyor in Lampung has a success rate higher than the crossing in Pati. The average percentage of crossing in Lampung reached 84.4 36 individuals for total legitimate hybrid and 15.6 7 individuals illegitimate hybrid, whereas in Pati only reached 63.5 127 individuals for total legitimate hybrid and 36.5 73 individuals illegitimate hybrid. Keywords: kopyor coconut, legitimate hybrid, illegitimate hybrid