Halaman | 126
pengumpulan masalah-masalah yang disampaikan oleh perwakilan petani dan lewat kotak pos. Komir belum dapat berperan secara aktif.
D. Rekomendasi usulan pemecahan masalah
Berdasarkan permasalahan yang timbul di lapangan maka usulan pemecahan masalah yang direkomendasikan yaitu:
a. Sosialisasi kelembagaan dan penyamaan persepsi terhadap kinerja komisi irigasi, permasalahan teknis.
b. Perbaikan koordinasi ditingkat pelaksana komisi irigasi. c. Pembentukan pelaksana kesekretariatan yang bukan dari instansi
daerah sehingga memudahkan dalam aktifitas dan koordinasi. d. Adanya mekanisme penganggaran komisi irigasi yang jelas.
7.2.2. Provinsi Nusa Tenggara Timur
A. Analisis Kebijakan Daerah 1.
Aspek legalitas komir
Komir yang sudah terbentuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur berada di wilayah provinsi dan 2 dua kabupaten. Legalitas pembentukannya
sebagaimana pada tabel di bawah.
Tabel 5.12. Legalitas Komir di Nusa Tenggara Timur No.
Wilayah Legalitas
1. Provinsi Nusa Tenggara Timur
SK Gubernur Nomor 75 Tahun 2007 2.
Kabupaten Sumba Timur
SK Bupati No. 266Bap.6112539X2006
3. Kabupaten Manggarai Barat
SK Bupati No. 210KEP2009
B. Identifikasi Masalah komisi Irigasi di Daerah
WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan SDA dalam satu atau lebih DAS atau pulau-pulau kecil yang luasnya 2.000 km2. DAS adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai
Halaman | 127
yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami yang batas di darat
merupakan pemisahan topografis dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, pengaturan kewenangan dan tanggungjawab
pengelolaan SDA
oleh pemerintah
Provinsi dan
kabupatenkota mengacu pada WS dengan kriteria kewenangan sebagai berikut:
1 Kewenangan Pemerintah: WS lintas Provinsi, WS Lintas negara dan WS Strategis nasional Stranas yang ditetapkan dengan kriteria khusus;
2 Kewenangan Pemerintah Provinsi: WS lintas KabupatenKota 3 Kewenangan Pemerintah KabupatenKota: WS yang utuh berada dalam
satu kabupatenkota; 4 Kewenangan Pemerintah Desa: sepanjang kewenangan yang ada belum
dilaksanakan, oleh masyarakat atau pemerintah kabupatenkota.
Implikasi UU. No.7 Tahun 2004 Tentang SDA terhadap institusi Pemerintah dan Pemerintah Daerah tercantum pada pasal 14
– 19 dan pasal 41 UU. N0. 72004 Tentang SDA tersebut di atas yang dituangkan dalam bentuk matrik.
Sedangkan kewenangan lainnya : 1 Bertanggungjawab dalam pembiayaan pengelolaan SDA yang
menjadiwewenang dan tanggungjawanya pasal 78 ayat 2; 2 Menyediakan dana pelaksanaan konstruksi dan OP sitem irigasi primer
dan sekunder yang menjadi wewenang dann tanggungjawabnya pasal 78 ayat 3a;
3 Menyediakan dana pelaksanaan bangunan sadap , saluran sepanjang 50 m dari bangunan sadap dan books tersier serta bangunan pelengkap
lainnya pasal 78 ayat 3b;
Halaman | 128
4 Membantu pembiayaan OP sistem irigasi tersier yang menjadi tanggungjawab petani pasal 78 ayat 3c;
5 Bertanggungjawab dalam pengembangan sistem irigasi primer dan sekundar pasal 41 ayat 2;
6 Menyediakan informasi SDA bagi semua pihak yang berkepentingan dalam bidang SDA Pasal 67 ayat 1;
7 Bertanggungjawab menjamin keakuratan, kebenaran dan ketepatan waktu atas informasi SDA pasal 67 ayat 2;
8 Menyelenggarakan pemberdayaan para pemilik kepentingan dan kelembagaan SDA melalui diklat, litbang dan pendampingan pasal 70
ayat 1 dan 4; 9 Mengumumkan secara terbuka kepada seluruh masyarakat atas
rancangan rencana pengelolaan SDA pasal 62 ayat 2; 10 Melaksanakan pengawasan terhadap seluruh proses dan hasil
pelaksanaan pengelolaan SDA di setiap WS pasal 55 ayat 1; 11 Bertindak apabila mendapat indikasi masyarakat menderita akibat
pencemaran dan atau kerusakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat pasal 91;
12 Pemerintah pusat bertanggungjawab terhadap penanggulangan bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional pasal 55 ayat 1;
13 Dalam keadaan yang membahayakan, Gubernur dan BupatWalikota berwenang mengambil tindakan darurat guna penanggulangan daya
rusak air pasal 55.
Sebagian wewenang pemerintah dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah, tetapi jika Pemda belum dapat melaksanakan sebagian
wewenangnya, Pemda dapat menyerahkannya kepada pemerintah diatasnya. Pemerintah di atasnya wajib mengambil alih jika pemda tidak melaksanakan
Halaman | 129
sebagian wewenangnya, sehingga membahayakan kepentingan umum atau karena ada konflik antar Provinsi maupun kabupatenkota.
Untuk melaksanakan kewenangan pemerintah pusat atas pengelolaan SDA yang ada didaerah sesuai pembagian WS Permen PU 11ªPRTM2006
tentang kriteria dan penetapan wilayah Sungai telah dibentuk Balai Besar Wilayah Sungai BBWS dan Balai Wilayah Sungai BWS. Berdasar Permen PU
No.12PRTM2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Wilayah Sungai dibentuk sejumlah 6 BBWS eselon Iib yang semuanya terletak di
Pulau Jawa, yaitu BBWS tipe A dan 1 unit BBWS tipe B.
C. Analisis permasalahan
1. Masalah Komisi Irigasi Kepekaan dan kepedulian kebijakan dan pelaksanaan pembangunan
bidang sumberdaya air dan irigasi ini masih lemah atau malah cenderung resisten. Ini merupakan masalah paradigmatik yang secara umum
menjadi salah satu penyebab munculnya permasalahan Komisi Irigasi di Daerah, baik tingkat Provinsi maupun Komisi Irigasi Kabupaten.
Permasalahan yang dihadapi kelembagaan Komisi Irigasi di NTT adalah lemahnya koordinasi antara institusi yang tergabung dalam Komisi Irigasi.
Masing-masing institusilembaga yang ada belum dapat bekerja secara bersama dan terkoordinir untuk dapat saling mendukung program
pengelolaan sumberdaya air. Konsep ”O e Raiver, O e Pla , O e
I tegrated Ma age e t” belum dapat diterapkan dalam pengelolaan SDA di NTT.
Oleh sebab itu, permasalah strategis kelembagaan Komisis Irigasi belum mantap. Terdapat kelemahan hubungan antara perencanaan, penyediaan
sumber pendanaankeuangan
dan kemampuankapasitas
untuk
Halaman | 130
menerapkannya. Kelembagaan Komisi Irigasi belum dapat menjalankan fungsi sebagai pembangun provider, pemberdaya enabler maupun
pengaturpengelola regulator dalam penyelenggaraan pembangunan sumberdaya air dan irigasi yang berpihak pada kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah.
Keterbatasan kinerja tata pemerintahan di seluruh tingkat merupakan persoalan kongkrit kelembagaan yang berdampak pada lemahnya
implementasi kebijakan yang telah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan lahan, munculnya dampak negatif terhadap lingkungan
maupun pemenuhan jaminan dan pelayanan hak atas sumberdaya air dan irigasi kepada warga secara adil, terutama untuk warga petani miskin dan
kelompok berpenghasilan rendah yang posisinya selalu termarginalkan. Sementara kelembagaan masyarakat seperti Perkumpulan Petani
Pemakai Air P3AIP3AGP3A belum dapat berfungsi secara maksimal, diantaranya disebabkan lemahnya kemampuan kelembagaan tersebut,
baik kapasitas intermnal kelembagaannya maupun akses kelembagaan tersebut kepada sumberdaya kunci untuk terlibat dalam perencanaan
maupun pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air. Oleh sebab itu perlu adanya upaya pemberdayaan secara maksimal terhadap kelembagaan
masyarakat seperti P3AIP3AGP3A.
2. Tantangan Komisi Irigasi di Daerah NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT telah memiliki Komisi Irigasi yang
disahkan oleh Surat Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 75 Tahun 2007. Permasalahannya adalah tidak efektif dan rendahnya
kinerja Komisi Irigasi merupakan pokok yang sangat mendasar, terutama pada saat ini dan ke depan. Hal ini terkait dengan persoalan belum
terlembaganya struktur dan sistem pengelolaan sumberdaya air dan
Halaman | 131
irigasi yang menuntut pendekatan multi-sektoral. Pendekatan multi- sektoral berarti koordinasi dan kerja sama antar pelaku menjadi kunci
keberhasilan dan penguatan kapasitas kelembagaan Komisi Irigasi.
Berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT terkait dengan pembangunan
Sumberdaya Air, khususnya kelembagaan Komisi Irigasi saat ini adalah:
1 Kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya masih rendah
mempengaruhi kemampuan pengelolaan irigasi dan juga eksistensi Komisi Irigasi;
2 Kondisi pelayanan dan penyediaan infrastruktur mengalami penurunan kuantitas dan kualitas yang akhirnya mempengaruhi
pelayanan kepada masyarakat pengguna air irigasi. Dalam kondisi demikian, Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur telah melakukan
reorientasi pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi melalui format Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif
PPSIP; 3 Aspek kebijakan daerah dalam mengantisipasi perubahan kebijakan
pengelolaan irigasi kelembagaan pengeloaan irigasi menjadi bagian diantaranya;
4 Pergantian personil yang sedemikian cepat melalui perubahan SOTK di Daerah menambah permasalahan penguatan kelembagaan Komisi
Irigasi di NTT. Implikasinya antara lain terlihat dari pola manajemen strategis terhadap daya dukung keberlanjutan pengelola irigasi
menjadi semakin tidak jelas baik pengelolaan terhadap aspek sumber dan ketersediaan air, kondisi jaringan irigasi, lahan pertanian
beririgasi, serta permasalahan kelembagaan lainnya; 5 Pengelolaan sumberdaya air diwarnai dengan hubungan timbal balik
dan saling ketergantungan antar kepentingan yang unik, sebagai
Halaman | 132
berikut : a Antara pihak yang berkepentingan stakeholders dengan lingkungan terkait geografi dan sumber air, b Kelompok penerima
manfaat dan kelompok yang harus berkorban, c Keuntungan nilai manfaat ekonomis dan fungsi sosial, dan d Konservasi dan
pengembangan prasarana wilayah, dan sebagainya; 6 Banyak instansidinas terkait yang secara administratif terlibat,
dimana setiap instansi mempunyai aturan dan kebijakan yang berbeda. Kondisi ini menyulitkan koordinasi dan sinkronisasi pada
semua tingkat manajemen, sehingga pengelolaan sumberdaya air menjadi tidak terkendali;
7 Belum berfungsinya P3A secara optimal di lapangan disebabkan oleh berbagai aspek, diantaranya adalah:
a Aspek Kapasitas kelembagaan yang rendah; b Aspek manajemen kelembagaan yang kurang memadai;
c Aspek pendanaan; dan d Aspek kapasitas personil pengurus lembaga yang rendah.
D. Rekomendasi usulan pemecahan masalah
Memperhatikan berbagai persoalan yang dihadapi Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT terkait dengan Komisi Irigasi, perlu
kiranya ada perhatian pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupatenkota untuk lebih meningkatkan
sinergitas Komisi Irigasi dan meningkatkan:
1 Kualitas sumber daya manusia, yang pada umumnya masih rendah
mempengaruhi kemampuan pengelolaan irigasi dan juga eksistensi Komisi Irigasi;
2 Koordinasi dan sinkronisasi pada semua tingkat manajemen, agar
komisi irigasi efektif didalam melaksanakan fungsi dan tugas didalam pengelolaan sumberdaya air;
Halaman | 133
3 Optimalisasi P3A secara optimal di lapangan, dengan memperhatikan
berbagai aspek, diantaranya aspek Kapasitas kelembagaan, aspek manajemen kelembagaan, aspek pendanaan, dan aspek kapasitas
personil pengurus lembaga.
Di luar permasalahan yang perlu diperhatikan di atas, apabila Pemerintah Pusat berkepentingan dengan pengembangan komisi irigasi, ada langkah
yang didapatkan di daerah yang menghendaki keberadaan komisi irigasi ini berada dibawah satu kebijakan kementrian tertentu agar pelaksanaan tugas
dan fungsi komisi irigasi ini berjalan lebih efektif.
7.2.3. Provinsi Banten